[4] A Little Bet [4]

11.5K 639 21
                                    

.

.

.

Satu jam kemudian Satria dan teman-temannya sudah berkerumun di salah satu sudut meja. Menikmati hingar-bingar salah satu club mewah di sudut ibukota. Suara hentakan dan dentingan gelas terus terdengar bersahutan seakan para laki-laki itu tengah berlomba menunjukkan siapa yang berteman paling erat dengan cairan yang sering disebut alkohol itu.

Satria mendesis saat cairan bening itu membakar kerongkongannya. Dia meletakkan gelasnya ke atas meja dan melirik suasana di sekitar. Musik bergema di seluruh sudut. Dengan beberapa orang yang mulai menujukkan kebolehannya di lantai dansa. Namun sayangnya Satria tidak tertarik. Dia tidak pernah tertarik dengan para kaum hawa yang menjerit-jerit itu.

Satria tertawa saat matanya tanpa sengaja bertumbuk pada sosok Darga yang sudah tepar di sampingnya. Padahal tadi laki-laki itulah yang paling semangat memesan minuman. Namun akhirnya dia dan alkohol mulai bermusuhan di gelas kelima. Begitulah Darga, dia tak akan mau mengakui jika daya tahan tubuhnya memiliki hubungan yang buruk dengan alkohol. Berbeda dengan Satria yang masih bertahan di gelas—entah ke berapa. Well, sepertinya alkohol lebih menyukai dirinya ketimbang Darga.

"Ya elah, si Bonsai udah tepar aja tuh!" Arbin meledek Darga sembari meraih botol whiskey. Lalu tawa kecil mereka terdengar meledek Darga.

Marlo yang duduk dekat dengan Darga mengguncang tubuh temannya itu. "Woy, Dar! Bangun lo! Cemen lo jam segini udah molor! Dar! Ck, elah!"

Darga hanya menggumam tidak jelas. Lalu tanpa sadar memasukkan salah satu jari tangannya ke dalam mulut seperti bayi. Kebiasaannya saat mabuk.

"Ini lagi satu, lo dari tadi minum jus jeruk?! Lo kira kita lagi di burjonan apa, Yan?" Arbin berseru ke arah Arroyan.

Arroyan tersenyum membela diri. "Bukan gitu, tapi entar jam sepuluh anak gue mau tanding. Ya kali anak gue tanding, sabeumnya malah tepar sih. Kan bakal jadi contoh yang buruk buat anak-anak." Arroyan lalu meminum jusnya dengan raut polos.

Pertandingan yang dimaksud Arroyan adalah pertandingan taekwondo junior. Dimana anak-anak murid Arroyan yang biasa laki-laki itu sebut sebagai 'anak gue' mengikuti kejuaraan tahunan. Arroyan memang berprofesi sebagai pelatih taekwondo. Dulunya dia memang atlet taekwondo junior. Namun ketika dewasa dia lebih memilih menjadi pelatih bagi anak-anak berusia 7 hingga 15 tahun.

Satria memperhatikan sahabatnya itu lalu tersenyum. Setidaknya di antara kegilaan mereka berlima. Mereka masih memiliki Arroyan yang belum menjual keawarasannya. Tingkat kejernihan otak laki-laki itu masih diatas rata-rata ketimbang empat sahabatnya yang lain.

"Ada pertandingan besok?" tanya Satria menatap Arroyan.

"Yup, di gor biasanya. Lo mau nonton?"

Satria menggeleng. "Nggak bisa gue. Musti ke kantor buat meeting."

Arroyan tersenyum maklum lalu mengedarkan pandangannya pada yang lain. "Ada yang mau nonton besok?"

"Weekend, biasanya bengkel rame. Sorry Yan, gue nggak bisa juga kayaknya." Arbin menggeleng.

Arroyan mengangguk paham. Lalu menoleh kepada Darga yang sudah tepar. "Darga?"

"Enta deh gue tanya kalo anaknya bangun." jawab Satria.

"Its okay kalo pada nggak bisa nonton. Mohon doanya aja ya semoga anak-anak gue menang besok."

"Amin!"

Arbin berseru paling keras. Dia lalu melotot pada Marlo yang masih sibuk menggoda dan berdadah-dadah pada para wanita seksi yang berseliweran di sekitar mereka. Dasar playboy kacangan itu! Bukannya ikut mengamini doa Arroyan malah asik tebar pesona.

You Got ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang