.
.
.
"Clara!"
Satria berlarian saat melihat Clara sudah keluar dari kelasnya, 11 IPA 5. Dia tersenyum lebar melihat perempuan itu menoleh ke arahnya dengan senyum manis.
"Ada apaan, Sat?" Clara mendekat pada Satria.
Tapi Satria malah terdiam. Sebenarnya dia ingin mengajak Clara untuk keluar--semacam menghabiskan malam minggu bersama. Sekalian—Satria juga ingin mengungkapkan perasaannya pada Clara. Bahwa selama hampir satu tahun ini, Clara selalu berhasil membuatnya tersenyum-senyum seperti orang gila.
"Ehm, ehm—" Satria tiba-tiba merasa gugup hingga dia hanya mengepalkan tangan gelisah.
Clara memiringkan kepalanya. Dia ingin tertawa melihat Satria hanya ahm-ehm, ahm-ehm tanpa maksud yang jelas. "Lo kenapa sih?"
"Itu gue—" Satria mengibaskan tangan gemas. Astaga, dia benar-benar gugup hingga kata-kata yang tadi sudah dia susun dalam hatinya lenyap sudah. Dia meringis gugup. "Kok gue jadi gugup sih?"
Clara tertawa. "Kenapa musti gugup? Lo cuma ngomong sama gue ini, bukan sama presiden! Please deh, Sat."
Satria mendesah, rautnya berubah frustasi. "Tapi gue benaran gugup, Ra. Lo mah!"
Dan Satria tak bisa mengatakan jika efek gugupnya ini membuatnya jadi ingin buang angin—Ah, jangan sampai itu terjadi atau Clara akan ilfeel padanya.
"Ih, kalo lo nggak jelas, gue tinggal pulang nih."
Clara membalikkan badan hendak meninggalkan Satria. Laki-laki itu melotot, skenario yang dia susun di kepala tidak seperti ini. Dengan cepat dia menarik tas Clara membuat perempuan itu menoleh kesal.
"Tas gue ih, jangan ditarik-tarik, Sat!"
Satria nyengir. "Ya maap. Habisnya lo keburu pergi sih. Gue kan belum selesai ngomong."
"Lo nggak jelas sih!" Clara ikut nyengir.
Menetralkan rasa gugupnya Satria melangkah mendekat. Clara mengedip tak mengerti. Apalagi saat Satria malah mendekatkan wajah ke telinganya.
"Ehm—lo ada waktu nggak malam ini?" Satria berbisik lirih masih menahan rasa gugupnya.
Bola mata Clara melebar. Astaga, jadi Satria ingin mengajaknya keluar. Mengapa harus gugup seperti itu? Membuat Clara tak bisa menahan senyumnya.
"Lo mau ngajak gue jalan?" Dan saat Satria mengangguk dengan wajah sedikit merah. Clara malah tertawa riang. "Jam berapa?"
"Ehm—"
Satria berfikir sejenak. Sebenarnya dia ingin mengajak jalan sekitar jam empat sore. Tapi sepertinya terlalu mepet. Bahkan sekarang sudah jam dua siang, dan mereka masih di sekolah. Belum istirhat dan siap-siap. Rasanya tidak akan sempat.
"Jam tujuh—gimana?"
"Boleh." Clara langsung setuju. "Lo jemput?"
Satria mengangguk cepat. Jika ditanya apakah dia tahu dimana rumah Clara. Maka jawabannya adalah tahu. Karena beberapa bulan yang lalu Clara pernah menebeng padanya saat mereka ada kegiatan ekskul sampai petang.
"Woy Sat!"
Seruan seseorang membuat Satria dan Clara menoleh. Darga berjalan ke arah mereka sembari menyedot es teh tidak tahu diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Got It
RomanceSatria Evandra Arbani, laki-laki itu hanya menginginkan bertemu kembali dengan Clara Regina Anandhina, perempuan yang dipacarinya enam tahun silam. Saat mereka masih merasakan indahnya, cinta di masa putih abu-abu. Sebuah peristiwa terjadi, mengaki...