[37] The Thing That Destroy Her World [37]

5.3K 217 6
                                    

.

.

.

Clara menghempaskan pulpennya saat rasa kantuk menyerang tiba-tiba. Merenggangkan badannya perlahan. Dia tak bisa menahan diri untuk tidak menguap. Clara menidurkan kepalanya di meja belajar. Padahal dia sedang belajar untuk persiapan tes seleksi masuk perguruan tinggi terkeren negeri ini. Tapi belajarnya sungguh malas-malasan. Bagaimana ini?

Clara meraih ponsel yang sedari tadi berkedip-kedip di ujung meja. Mengusap layarnya, rautnya berubah cemberut saat deretan notifikasi itu memberitahukan pesan dari Satria.

Mendengus sebal, Clara memang sedang memberi pelajaran pada pacarnya itu. Apalagi jika bukan masalah di hotel itu. Mengingatnya saja membuat Clara merinding setengah mati. Apalagi kepalanya yang langsung pening, saat mengingat bahwa kini dia sudah tidak—perawan. Ugh! Mengerikan!

Maka sejak kejadian itu, Clara menghindar sejenak dari Satria. Dia ingin menenangkan perasaannya terlebih dahulu. Baru setelah Clara merasa lebih baik. Dia akan menemui Satria lagi. Dan dia tak akan membiarkan pacarnya itu hidup tenang. Lihat saja!

"Hoek!"

Clara membekap mulut tiba-tiba. Ugh! Mengapa dia tiba-tiba mual siang-siang begini?

Kembali merasa mual membuat Clara langsung berlarian ke kamar mandi. Menuju wastafel, dia memuntahkan makanan yang tadi masuk ke perutnya.

Menatap wajah di cermin. Clara mengusap mulutnya. Ada apa dengan dirinya? Mengapa tiba-tiba mual? Perasaan, dia tidak pernah alergi pada suatu makanan.

Memutuskan untuk keluar kamar. Clara menemukan Bik Isah sedang sibuk di dapur. "Masak apa Bik?" tanyanya.

"Masak sop, Non." Bik Isah menoleh sekilas.

Clara hanya mengangguk-angguk. Lalu menarik kursi meja makan. "Bik aku kok tiba-tiba mual deh, kenapa ya?"

Bik Isah membalikkan badan. "Ya paling Non Clara masuk angin. Nggak mungkin lagi ngidam, tho?"

"Ngidam?" Clara terdiam. "Maksudnya—hamil gitu Bik?"

Bik Isah malah tertawa. "Lha iya. Tapi kan ndak mungkin tho Non Clara hamil. Wong nikah aja belum." Bik Isah kembali menatap Clara. "Sudah, Non Clara makan sop bikinan bibik saja, dijamin mualnya langsung hilang."

Clara hanya mengangguk. Membiarkan Bik Isah menghidangkan sup ayam panas untuknya. Namun Clara tidak berselera. Tiba-tiba saja perutnya mual dan mulutnya terasa pahit, membuat Clara tidak menghabiskan sup ayam miliknya.

Bahkan sampai di kamar pun, Clara terus mengalami mual tiada henti. Membuat agenda belajarnya buyar seketika. Clara malah beralih membungkus tubuhnya di dalam selimut. Memikirkan ucapan Bik Isah yang tiba-tiba meresahkan kepalanya.

Hamil. Clara tidak mungkin hamil. Dia bahkan belum menikah. Namun dia pernah melakukan sesuatu dengan Satria. Sesuatu yang mungkin saja menyebabkan dirinya—

Oh ayolah, Clara tidak bodoh. Dia tahu sekali jika milik laki-laki dan milik perempuan bersatu maka akan menciptakan calon manusia baru. Clara menegang seketika. Dia menghempaskan selimutnya dan berlarian turun. Memakai sandal, dia pergi ke apotek dengan cepat.

Setelah mendapat apa yang dibutuhkan, Clara kembali mengurung diri di kamar. Dia tiba-tiba menjadi sangat cemas. Mengeluarkan benda yang dia beli dari apotek. Clara menjadi amat gelisah.

"Paling juga negatif. Hahaha," hiburnya pada diri sendiri. Menelan ludah kelu, Clara kemudian masuk ke dalam kamar mandi.

Clara melemparkan benda tipis panjang di tangannya itu saat dua garis merah itu tampak disana. Matanya melotot kaget, mendadak tubuhnya tegang penuh rasa takut. Menggeleng keras-keras. Clara meraih kantong palstik dari apotek tadi. Untungnya dia membeli lebih dari satu buah.

You Got ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang