.
.
.
Begitu Marlo sampai di rumah sakit. Arroyan memberi tahu jika Satria sudah dipindah ke ruang rawat di lantai delapan. Membuat Marlo harus berputar mencari lift terlebih dahulu. Begitu sampai di ruang yang dimaksud, dia menemukan Arbin terduduk di depan ruangan tengah meminum soda.
"Woy!" Marlo menghampiri lalu duduk di samping Arbin. Membuat laki-laki itu menoleh. "Gimana keadaan si Bangsat?"
Arbin mendesah. "Untungnya dokter bilang nggak ada luka parah ataupun cedera. Soalnya dia pake sabuk pengaman tadi. Jadi benturannya nggak begitu keras."
Marlo berdecak. "Ini tuh pasti gara-gara Clara. Ck! Udah gue bilangin move on! Move on! Kayak nggak ada cewek lain di dunia ini aja!" gerutu Marlo.
Arbin kembali mendesah. "Hati orang mana bisa dipaksa sih, Mar. Kalo dia masih cinta sama Clara. Masa lo mau paksa dia buat cinta sama cewek lain?"
"Ya kan bisa dicoba dulu, Cel! Tuh anak nggak pernah mau nyoba sih! Udah dibilangin puluhan kali juga!"
"Lo berdua lagi ngeributin apa sih?" Arroyan yang baru keluar dari ruang rawat menatap mereka bergantian.
"Eh, gimana keadaan si Bangsat?" Marlo segera menghampiri Arroyan.
"Udah sadar kok. Tapi ya gitu, masih lemes. Masih nunggu hasil ct-scan juga. Semoga nggak ada yang serius deh." Arroyan lalu menghempaskan diri di samping Arbin. "Darga lagi ngomelin Satria tuh! Satria kekeuh nggak mau ngasih tahu ortunya kalo habis kecelakaan."
***
"Udah gue bilang jangan, Dar!"
Suara lirih Satria menggema di ruangan itu. Harus berapa kali dia meyakinkan sepupunya itu untuk tidak memberitahukan pada kedua orang tuanya perihal dirinya yang mengalami kecelakaan. Dia tidak ingin membuat mamanya khawatir yang berujung perdebatan seperti saat makan malam kemarin.
Darga berdecak. Kesal dengan kekeras-kepalaan sepupunya itu. Menghembuskan nafas panjang, Darga memendam kekesalannya. Dia menatap Satria tajam.
"Jadi lo mau gue bohong sama Tante Sonia dan Om Wisma?!"
Satria memejamkan matanya lalu mengangguk. Dia tidak ingin mamanya tahu. Atau kalau tidak dia pasti akan kehilangan apartemennya. "Dar, please jangan kasih tahu nyokap gue." lirihnya. "Terakhir nyokap tahu gue sakit, Mama ngancem mau jual apartemen gue, Dar. Tolong jangan bilang, please."
Darga mendesah. "Terus gue harus bilang apa, kalo nyokap lo nanya?!"
Satria mengambil nafas panjang. Ingin berbicara, tapi sulit karena terhalang selang oksigen yang melilitnya hidungnya. Dia lalu menatap Darga. "B—bilang aja, kalo kita ke puncak atau apa—kan bisa, Dar?"
Darga menghela nafas panjang. "Kalo lo bawa-bawa gue, berarti gue nggak bisa pulang ke rumah juga dong?! Ck!"
Satria tersenyum lemah. Membiarkan Darga mengomel kembali. Dia lalu mengambil ponsel.
"Gue tidur dimana dah entar malem?!" gerutu Darga. "Ini juga berarti gue nggak bisa pulang buat ganti baju dong?!"
Satria menatap Darga. "Lo—ganti baju di apart gue aja."
Mau bagaimana lagi. Darga harus setuju dengan ide itu. "Udahlah, gue mau cari makan dulu. Laper!" Darga memasukkan ponselnya. "Kalo ada apa-apa cepet kasih tahu gue."
Satria mengangguk sembari memejamkan mata. Membiarkan Darga keluar. Meninggalkan Satria seorang diri di kamar rawat itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
You Got It
عاطفيةSatria Evandra Arbani, laki-laki itu hanya menginginkan bertemu kembali dengan Clara Regina Anandhina, perempuan yang dipacarinya enam tahun silam. Saat mereka masih merasakan indahnya, cinta di masa putih abu-abu. Sebuah peristiwa terjadi, mengaki...