PART 83. PENYERBUAN

166 12 6
                                    

[ON THE WAY]
•••

Ponsel  David yang tengah dipegang oleh asistennya bergetar, pria itu melihat nama orang yang memanggil.

"Siapa?" tanya David.

"Tuan masih ingat saat melakukan duel dengan Gavin? Anak sulung keluarga Aditama?" jawab pria itu mengingatkan.

"Oh bajingan itu?"

"Bukan Tuan, ini mungkin orang kepercayaannya," lanjutnya.

"Bawa sini," perintah David dan mengambil ponselnya.

"Halo, bisa bicara dengan David?"  suara dari sebrang sana terdengar gamang.

"Gue sendiri, ada apa?" tanya David to the point.

"Gue dapet info kalo Gavin di culik, gue sama anak geng mau nyerbu tuh markas. Ehem, niat gue sebenernya mau minta tolong sama lo buat gabung ke penyerbuan kita. Soalnya..., dulu waktu lo duel sama Gavin, lo menang telak. Gue mohon...," ucap Ben lemas, ia telah membuang harga dirinya demi menyelamatkan nyawa Gavin.

Ben, orang kepercayaan Gavin sekaligus wakil ketua geng yang di wariskan turun temurun di SMA JAYATAMA.

David mengerutkan keningnya, kenapa Gavin di culik juga? Jangan-jangan...

"Nggak perlu basa-basi, lo tinggal datengin aja tempatnya. Gue udah bawa pasukan sendiri, gue tunggu kedatangan kalian. Hahah!" kelakar David sumbang.

TUT! Sambungan terputus, David melempar ponselnya ke pria yang sedari tadi berada di sebelahnya.

"Sial! Kali ini gue pastiin lo mati! BARA!"

"Benar Tuan, kali ini saya yakin rencana Tuan akan berjalan dengan lancar!" sela pria itu, David tersenyum miring mendengarnya. "Let's play the game!"

••••
[SECRET ROOM]

Kamera cctv yang terpasang di setiap sudut markas Bara menampilkan dengan jelas keadaan hening nan sepi.

Hanya ada satu suara, meski volumenya hampir menyamai suara serangga yang lemah dan lirih. Yaitu suara rintihan seorang pria yang hampir sekarat.

"To—long!"

Gavin terkapar di tengah-tengah lantai dengan mengenaskan, darah yang sudah mengering meninggalkan bercak kemerahan di baju dan ubin.

Karna lantai itu berkeramik putih, darah yang mengering terlihat sangat mengerikan.

Sementara.

Tak jauh dari posisi Gavin, Imelda berdiri dengan tangan terikat ke atas. Mulut yang masih disumpal kain membuatnya semakin lemas dan pasrah.

Gavin yang sadar hanya bisa melihat Imelda tersiksa, akhirnya menitikkan air mata. Sekuat apapun ia berusaha, lagi-lagi hanya batinnya saja yang berteriak. Raganya sama sekali tak bergerak.

'Maaf Imelda...'

••••
[START]

Suara bising yang berasal dari baling-baling helikopter menggema, diiringi angin kencang yang menyapa pepohonan kemudian memboyongkan rerumputan hingga tercabut dari akarnya.

David dan pasukan yang memakai helikopter sampai lebih dulu, sementara pasukan jalur darat akan datang dalam dua puluh menit lagi.

"Tetap siaga! Jangan sampai lengah!" perintah David dengan lantang.

"SIAP TUAN!" jawab mereka kompak.

Pasukan yang tengah mengelilingi David, adalah TIM BERANI MATI. Nyawa dan raga mereka gadaikan, karena janji kesetiaan yang sudah disumpah sejak awal mereka bergabung ke TIM ini.

Tak ada keraguan yang membuat mereka gentar, malah hasrat ingin membunuh justru menggebu-gebu.

••••
[PERTAHANAN 1: GERBANG UTAMA]

Tiga orang di depan membuka gerbang dengan waspada, namun anehnya tak ada penjagaan di sana.

"WASPADA!" DOR! DOR! DOR!

Baru saja memperingati, dari arah dalam muncul serangan tembakan membabi buta. Beruntung mereka tim yang sudah dilatih khusus untuk menghindari tembakan.

Tapi tetap saja ada yang tertembak secara random, satu dari tujuh anak buah David tertembak.

David dan yang lain langsung tiarap mencari perlindungan, baku tembak tak bisa di hentikan.

DUAR!

David melempar ranjau, musuh langsung kocar-kacir menghindar. Ini momen yang tepat untuk menembak mereka saat tengah dilanda kepanikan.

DOR! DOR! DOR! DOR!

Tembakan David tak meleset satupun, musuh terpaksa mundur dan masuk lebih dalam ke bangunan.

[PERTAHANAN 2: TERKEPUNG RAPAT]

David meletakkan tangan kanannya di depan dada, saat melewati anak buahnya yang mati tertembak.

Yang lain mengikutinya, setelah itu masuk ke dalam bangunan yang pastinya penuh ancaman.

"Tuan, sepertinya kita akan di kepung. Besar kemungkinan, sebelum pasukan darat datang kita mungkin sudah tak bernyawa." Salah satu pria yang berada disamping David menjadi pesimis.

"Kalo lo yakin, lo pasti bisa bertahan sampai bala bantuan datang. Tapi kalo diri lo sendiri aja udah nggak yakin ya... Kita bakal mati bareng disini," jawab David yang malah menambah kepanikan anak buahnya itu.

"Kita bakal bertahan! Inget prinsip yang selama ini gue tanemin ke kalian!"

"YAKINKAN DIRI SENDIRI, MUSUH PASTI MATI!" teriak mereka membuat keadaan menjadi kondusif lagi.

"Maaf Tuan, dia junior di tim kita. Sepertinya mental bajanya belum terbentuk," ucap sang senior agar David memakluminya.

David mengangguk lalu menepuk bahu sang junior agar tidak panik.

"ON YOUR POSITION! ENEMY IS COMING!" aba-aba sang ketua tim, ketika merasakan adanya getaran di lantai yang mereka pijak.

David dan tujuh anggotanya berada di tengah ruangan, mereka saling memunggungi dan mengawasi segala penjuru.

BRAK! BRAK!

Dari langit-langit ruangan, turunlah musuh yang bersembunyi. Alih-alih menggunakan pintu, pasukan musuh datang dari dinding yang terbuka.

Hey! Dinding itu sebenarnya adalah pintu rahasia!

Bunyi tepakan sepatu mendominasi, perkelahian memang belum dimulai. Tapi wajah semua orang di ruangan ini terlihat dingin, seperti mayat yang berjalan.

Pasukan musuh berbaris rapih, tak ada celah kabur untuk David dan pasukannya.

"CK! Dasar preman!" decak David saat melihat senjata yang dibawa oleh pasukan musuh.

"Harusnya gue bawa Rheinmetall MG3 gue!"

"HYA! SERANG!"

••••
TO BE CONTINUED
RUN AWAY IMELDA
Jepara, 11 April 2021

Run Away Imelda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang