PART 78. RONDE 2

239 17 0
                                    

-Topeng itu terbuka dengan sendirinya-

RUN AWAY IMELDA

Di balik pohon yang besar ini, Gavin menggaruk kulitnya yang gatal karna digigit serangga malam.

'Nyamuk sialan!'

Entah sudah yang keberapa kalinya Gavin melongok penjaga di depan gerbang sana, ia lelah menghitungnya.

Wush...

"Jadi, disana Imelda diculik?"

Suaranya lirih namun diucapkan oleh sang pelafal tepat di gendang telinga Gavin, hal itu sukses membuat Gavin menegang.

"Anjir lo! Ngagetin aja!" maki Gavin spontan, saat mendapati Veno sudah berada disampingnya dengan seringai diwajahnya.

"Bodo. Jadi lo yakin Imelda dibawa kesini?" tanya Veno, kali ini dengan wajah lebih serius.

Tanpa menjawabnya, Gavin hanya mengangguk lemas. Tatapannya berubah murung dan gelisah.

Veno meremas pundak Gavin keras.

"Jangan ngulur waktu! Selesein sekarang, atau kita bakal terlambat!" ucap Veno mewanti-wanti.

"Tapi kita kalah jumlah, emang lo jago bela diri?" tukas Gavin merendahkan.

"Haha! Gue nggak secemen lo yang kalah tanding, padahal sama satu orang doang," ejek Veno.

Kali ini kalimat itu menghunus tepat ke jantung Gavin, bagaimana bisa Veno mengetahui hal se-memalukan itu? Kalian masih ingat saat Gavin dan David adu jotos?

"IKUT GUE!" ucap Veno tanpa aba-aba, lalu meloncat keluar dari persembunyian.

"Ck!" Gavin berdecak malas, ia pun mengikuti Veno yang sudah duluan beradu kekuatan.

••••

Lima orang berpostur besar itu sadar akan kehadiran Gavin dan Veno, mereka akhirnya memasang kuda-kuda andalannya.

Veno memprovokasi mereka dengan memberi jari tengah sebelum adu jotos dimulai, tentu saja kelimanya terbakar panas tak terima.

"Minggir kalian!"

Bak-buk-bak-buk

Baku hantam itu terjadi sangat cepat, Gavin langsung jatuh tersungkur dan di injak-injak dengan brutal. Tendangan berat memberondong setiap inci tubuh Gavin, tanpa bisa di tepis sama sekali.

Dalam keadaan sekarat sebelum penglihatannya benar-benar mengabur, ia melihat Veno yang hanya duduk manis di dipinggiran tanpa punya niatan untuk menolongnya.

"BANGSAT VENO!"

BLAR!

Pandangannya gelap gulita setelah kepalanya dihantam batu bata.

"Fiuh, dasar bikin susah!" seru Veno berdecak malas.

"Gara-gara ngurusin lo doang, gue jadi batal nyelesein urusan sama Shasya! Seret dia ke ruang hampa!" umpat Veno marah.

"Siap!"

Dua orang mengurus perintah Veno, sementara tiga yang lain tetap menjaga pintu gerbang dengan siaga.

••••

Tap-tap-tap

Derap langkah Veno memenuhi lorong panjang yang seakan tak ada ujungnya ini dengan gagah. Pilar-pilar yang tinggi menjulang serta lilin besar disudut tergelap, membuat suasana di lorong ini begitu senyap dan mengerikan.

Cctv canggih yang dapat  berputar 360° jika sensor yang terpasang, mendeteksi adanya pergerakan.

"Ck! Apa yang lo rencanain penjilat!" gerutu Veno merasa tak nyaman berjalan disana.

Veno berhenti sejenak, mengamati pintu berwarna putih. Ia menerawang, apa yang telah terjadi di dalam sana.

"Permisi Tuan, Anda sudah ditunggu-tunggu oleh Tu-"

"Saya tau, saya kesana sekarang." Veno menjawabnya dengan datar.

"Baik Tuan, kalau begitu saya pergi."

"Ck manusia sialan!"

Veno kembali  berjalan menyusuri ujung lorong, disana ada dua tangga. Tangga menuju ke atas dan tangga yang menuju ke bawah.

Tangga ke atas akan membawanya ke ruangan milik penguasa bangunan ini.

Sementara tangga yang menukik tajam ke bawah, akan membawanya ke ruangan hampa. Disanalah tempat paling menakutkan yang dibuat khusus untuk menghakimi seseorang yang di anggap serangga.

Namun Veno melangkahkan kakinya ke tangga atas, tujuannya kesini adalah menemui seorang bocah ingusan yang dulu  memohon untuk di didik menjadi seorang mafia.

Pintu ruangan terbuka lebar, seseorang dengan hoodie hitam di balik komputer yang menyala menoleh sesaat.

"Semua udah gue urus, buat apa lo panggil gue kesini hah?" protes Veno dengan wajah dongkolnya.

"Hahahahah. Siapa suruh lo nurut sama perintah gue, bisa aja 'kan lo nolak?" dalih pria itu tak mau disalahkan.

"Bodo amat! Bagi gue, lo adalah orang terpayah yang memanfaatkan kelemahan orang lain doang! Ck dasar penjilat!" serbu Veno dengan sindirian keras disetiap kata yang keluar dari mulutnya.

"Oke gue akui kalau gue itu penjilat, tapi jangan lupa kalau lo juga seorang pengkhianat. So, nggak ada bedanya bung."

Veno membelalakkan matanya tajam, orang di depannya ini pandai sekali bersilat lidah.

"Apa yang bakal lo lakuin sama Gavin hah? Bikin tangan gue kotor aja!" ujar Veno mengubah topik pembicaraan.

Ia tak mau membahas apapun itu tentang pengkhianatan.

"Orang itu? Entahlah, mungkin bakal berakhir di kandang buaya," ucapnya tenang  tak berdosa.

"Ck! Dasar psikopat!" umpat Veno.

"Gue dididik tanpa belas kasih. Lagian, buat apa coba orang kaya dia dikasih hidup?" tukas pria itu dingin.

"Cih! Terus apa yang bakal lo lakuin ke Imelda di ruangan putih?"

Mendengar pernyataan itu, seringaian muncul di wajah kokohnya. Gadis yang menjadi obsesinya sampai sekarang, Imelda.

Ingatan pria itu memperlihatkan, bagaimana saat ia di tolak mentah-mentah oleh Imelda untuk bertunangan dengannya. Niatnya untuk menolong berubah menjadi mimpi buruk untuk Imelda, bahkan dirinya sendiri.

"Gadis itu? Ah aku belum menyentuhnya sama sekali, mungkin gue bakal bermain-main sampai dia tahu bagaimana rasanya dibuang oleh sang pemilik," papar pria itu kemudian melirik ekspresi Veno yang begitu serius menunggu kalimatnya di lanjutkan.

"Hahaha! Dan lo, nggak perlu tahu apa rencana gue!" tegas pria itu dengan tatapan tajam.

"Sial!"

"Males gue lama-lama! Nih jatah lo!" Veno melempar selembar kertas ke atas meja, kertas itu adalah sebuah cek dengan jumlah nol mencapai deret ke sembilan.

Setelah itu Veno pergi dengan banyak sekali pikiran di kepalanya.

Blam.

Veno menutup pintu dan di kejutkan dengan keberadaan Fabian di depannya. Mereka berdua beradu pandang cukup lama, Veno menatapnya dengan penuh intimidasi. Sementara Fabian menampilkan raut wajah pucat pasi.

"Ternyata lo juga diperbudak oleh Bara ck!" decak Veno sebelum berlalu meninggalkan Fabian yang cengo.

TO BE CONTINUED
RUN AWAY IMELDA

Jepara, 15 Feb 2021

Run Away Imelda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang