41. KABOT TEMPOE DOELOE

49 21 3
                                    

"Masa lalu adalah bagian dari masa sekarang. Mereka tak hilang, hanya terpendam dan terkadang terlupakan."

Banyuwangi, 2003.

Kami sedang melewati sebuah gunung yang kondisi jalannya kurang lebih sama seperti yang ada di daerah Bedugul. Suasana sepanjang jalan tersebut terasa sendu, mungkin dikarenakan cuacanya yang selalu mendung dan berwarna kelabu. Anehnya, itu justru terasa menenangkan bagiku. Dengan niat hati ingin mengetahui ciri khas apa yang dimiliki oleh hutan yang ada di sana, aku pun kembali memperhatikan pemandangan selama perjalanan.

Semakin lama menelusuri jalan tersebut, hutan semakin tampak lebat. Pohon-pohon semakin tampak menjulang tinggi, nyaris menutupi pemandangan langit timur pulau Jawa tersebut. Ranting-rantingnya berdesak-desakan memenuhi batang, sementara daun-daunnya yang sudah kering jatuh memenuhi tanah. Sesekali, hutan tersebut tampak berselimutkan kabut, seakan-akan menyimpan misteri.

Dengan posisi tubuh menyamping dan kepala bersandar pada jok mobil, antusiasku untuk memperhatikan jalan masih belum berkurang walau sejauh ini pemandangan yang mendominasi hanyalah hijaunya pepohonan. Berbicara mengenai pohon, aku percaya bahwa setiap pohon yang tumbuh, terutama yang sudah berumur lebih dari lima tahun, memiliki "jiwa".

Menurutku, ada semacam energi yang menyimpan memori atau kenangan yang terekam pada mereka. Kejadian ini mirip dengan dua pohon beringin tua yang pernah kutemui di alun-alun kota Lumajang yang kusebut sebagai saksi bisu. Di hutan ini, aku merasakan bahwa pernah ada suatu kejadian besar, tetapi aku tak tahu apa tepatnya. Kata-kata yang terlintas hanyalah "tempat pelarian atau persembunyian." Berlari atau bersembunyi dari siapa... itu masih menjadi misteri.

Di sepanjang jalan, kami melewati beberapa warung yang menjual kelapa muda, jagung bakar, mie instan, kopi dan semacamnya. Awalnya warung yang terlihat hanya ada satu-dua dengan jarak yang saling berjauhan, tetapi lama-kelamaan jumlah warung semakin bertambah, bahkan posisinya ada yang tepat berdampingan. Dari sekian banyak warung, ada satu warung yang entah mengapa membuatku merasa harus ekstra memberikan perhatian walau warung tersebut sedang dalam keadaan tutup dan tampak biasa-biasa saja.

Posisi warung tersebut berada di sisi kiri jalan dan bangunannya terbuat dari anyaman bambu sederhana yang menurutku berukuran cukup besar jika dibandingkan dengan warung-warung yang lainnya. Saat mobil kami melewati bagian depan warung tersebut, tiba-tiba aku merasa bahwa semuanya berubah menjadi slow motion, kemudian samar-samar aku mulai mendengar suara musik tradisional yang sepertinya merupakan bunyi gong dan gamelan Jawa.

Rupanya, tepat di samping warung tersebut, ada sebuah pasar tradisional yang sedang beroperasi. Pasar tersebut tampak seperti pasar yang ada di dalam buku-buku sejarah, seperti pasar tempoe doeloe. Ukurannya hanya sekitar tiga kali lipat warung yang ada di sampingnya, tetapi terbilang cukup padat dan berisik seperti pasar pada umumnya.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah semua penduduk yang datang ke sana hanya berjalan kaki? Sejauh yang kulihat, di sana sama sekali tak ada kendaraan yang terparkir satu pun. Lalu mengapa pula ada pasar di tengah hutan di atas gunung? Bukankah, pasar biasanya justru berada di bawah? Apalagi mengingat bahwa kawasan ini sepertinya cukup jauh dari rumah penduduk. Aku jadi merasa terheran-heran, sepertinya nilai IPS ku butuh ditingkatkan.

Para penjual dan pembeli mengenakan pakaian jaman dahulu, bahkan ada yang masih mengenakan kebaya atau hanya sekadar kain. Uniknya, tak ada warna pakaian yang mencolok seperti merah, oranye atau kuning terang-semuanya berwarna lembut dan tua. Yang paling mendominasi adalah warna coklat dan hitam yang sudah tampak memudar seperti yang sering dikenakan oleh nenek-nenek atau kakek-kakek.

Apakah mereka merupakan penduduk desa yang tertinggal atau semacamnya? Apakah mereka tinggal di wilayah yang terlalu terpelosok atau terpencil sehingga tak mengetahui kemajuan jaman?

Jawabannya yang pasti adalah TIDAK.

👻👻👻👻👻

Did you enjoy chapter 41 of VISIBLE 2?

Beri dukungan terhadap penulis dengan cara follow Wattpad: Ensatrixie, klik tanda bintang (☆) di bawah, bantu mempromosikan cerita ini di medsos atau kepada teman-teman kalian 💕

*Cerita ini merupakan karya original yang memiliki HAK CIPTA dan dilindungi oleh Undang-Undang. Di larang keras untuk mengkopi atau menerbitkan tanpa seizin penulis.

Thank you so much for your support and attention!

Love, Ensatrixie (IG), xoxo.

- Bersambung -

Books #1-3: The VISIBLE Series (Wattpad Books Edition)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang