Selamat sore, Lovisible!
Sedikit cerita... Sebenarnya ini adalah salah satu tema yang ingin kuangkat di bagian awal. Namun, karena ceritanya cukup sensitif, maka aku menundanya demi menemukan pilihan kata yang tepat.
Sejujurnya aku tak yakin kalian akan menikmati cerita kali ini. Namun, semoga kalian bisa memetik pelajaran dari kejadian ini ya.
Love, E. xoxo
Wattpad/Instagram/YouTube channel: Ensatrixie.
"Perkataan bisa bersifat manipulatif, tetapi tindakan adalah bukti nyata."
Denpasar, throwback (2002).
Tante Rosaline memiliki beberapa ekor anjing, salah satunya bernama Xena—seekor anjing Dalmatian betina cantik yang berusia sekitar tiga sampai empat tahun. Bintik-bintik di tubuhnya berwarna kecoklatan mirip seperti warna matanya. Tubuhnya gagah seperti seorang prajurit, mungkin karena itulah ia diberi nama Xena—salah satu tokoh televisi series yang hits pada tahun 90-an. Secara garis besar, Xena adalah anjing yang sangat sehat, menarik dan menawan. Jika boleh kutambahkan, Xena merupakan anjing dalmatian pertama yang pernah kutemui.
Walaupun ia menunjukkan sikap yang ramah, periang dan penuh kasih sayang... postur tubuhnya yang besar membuat aku selalu menjaga jarak. Kami memiliki cara tersendiri dalam menyapa. Biasanya ia akan menggonggong sambil mengibas-ngibaskan ekornya, sementara aku melambai-lambaikan tangan sambil menyebut namanya. Sejauh yang aku tahu, Tante Rosaline sangat menyayanginya, bahkan jika aku boleh mengutip perkataannya, "Xena sudah kuanggap seperti anakku sendiri."
Kisah menyedihkan ini dimulai pada kunjunganku yang ketiga. Kala itu aku sama sekali tak melihat keberadaan Xena, sementara anjing-anjing lain tampak malas untuk menyapa. Aku dan Mami masuk ke dalam rumah, saling bertegur sapa dengan Tante Rosaline, berpelukan—hal-hal semacam itu. Di rumah itu Mami menghabiskan waktu dengan mengobrol, sementara aku asyik memperhatikan para ikan yang berenang di dalam akuarium. Aku tak tahu mengapa, akan tetapi rumah itu terasa lebih dingin dan suram dari biasanya.
Saat sudah terjadi begitu banyak pembahasan, tibalah pada satu topik yang menarik radarku. Dan ya, aku mendengar nama Xena disebut-sebut.
"Loh, si Xena mana? Kok dari tadi nggak kelihatan?" tanya Mami sambil melihat ke sekeliling.
"Ya, ampun." Tiba-tiba Tante Rosaline menangis tersedu-sedu.
Aku berjalan mendekatinya untuk menyerahkan sebuah kotak tisu padanya.
"Thank you," kata Tante Rosaline sambil mengambil beberapa lembar.
"Tante, kenapa nangis?" tanyaku kemudian.
Tante Rosaline mengusap-usap puncak kepalaku lalu memberi arahan agar aku duduk di sampingnya. "Xena sudah nggak ada," jawabnya lambat-lambat.
Aku dan Mami pun langsung terkejut mendengarnya.
"Astaga! Loh, kok bisa? Kenapa?" tanya Mami tak percaya, mewakili isi pikiranku.
"Kamu tahu, kan, kalau si Xena itu tinggi banget. Hari itu aku baru tahu kalau dia bisa melompati pagar. Pas aku kejar, dia lari ke arah jalan raya terus ditabrak sama mobil sekeras-kerasnya." Tante Rosaline menghapus air matanya, berusaha meredakan tangisnya. "Awalnya dia masih bisa berjuang buat bernapas, tapi setelah itu dia nggak sadar dan akhirnya mati di tempat. Kejadiannya cukup heboh sampai jadi tontonan orang-orang sekitar." Tante Rosaline pun kembali menangis, tak kuasa membendung air matanya.
Mami mengusap-usap punggung Tante Rosaline, mencoba menenangkannya. "Apa sudah lama kejadiannya?"
"Ada sekitar empat hari. Dia anjing yang paling setia yang pernah aku punya. Nggak ada anjing lain yang bisa perhatian seperti dia. Kalau aku lagi sedih, biasanya Xena yang selalu datang terus duduk di sampingku. Seperti tahu saja kalau aku lagi bersedih. Sensitif sekali dia. Aku masih sering nangis kalau ingat-ingat dia... sampai suamiku coba nenangin aku dan bilang mungkin ini memang sudah takdir Tuhan. Kupikir mungkin benar juga. Tuhan pasti tahu mana yang terbaik. Tapi yang namanya aku sudah merawat dia dari kecil sampai bisa sebesar itu. Jadi, berat banget rasanya kehilangan dia. Kamu bisa mengerti, kan, gimana perasaanku?"
"Iya, iya, aku tahu. Kamu pasti sedih banget. Nggak terbayanglah rasanya," balas Mami.
"Iya, aku masih nggak nyangka sampai sekarang. Rasanya kaya nggak nyata. Kok bisa? Kenapa bisa? Sama sekali nggak masuk akal."
Mami menghela napas panjang, ikut merasa prihatin mendengarnya. "Terus gimana? Dikubur di mana Xena akhirnya?"
"Nah, itu dia... Aku bingung anjing sebesar itu mau dikubur di mana. Halaman kita, kan, nggak begitu besar. Terus aku pikir ya, sudah mau gimana lagi. Xena juga sudah mati. Nggak bisa diapa-apain. Akhirnya aku putusin buat masak terus aku bagi-bagikan ke saudara biar nggak sia-sia. Kaget juga sih aku kalau ternyata anjing dalmatian itu rasanya enak. Tapi sedih juga sih kalau diingat-ingat."
Saat itu aku bisa melihat bahwa aku dan Mami ternganga di waktu yang bersamaan. Butuh waktu yang sedikit lebih lama agar Mami kembali meraih kesadaran, sementara aku sudah menangis sejadi-jadinya.
»©»©»©»
Did you enjoy chapter 14 of VISIBLE 2?
Beri dukungan terhadap penulis dengan cara follow Wattpad: Ensatrixie, klik tanda bintang (☆) di bawah, bantu mempromosikan cerita ini di medsos atau kepada teman-teman kalian 💕
*Cerita ini merupakan karya original yang memiliki HAK CIPTA dan dilindungi oleh Undang-Undang. Di larang keras untuk mengkopi atau menerbitkan tanpa seizin penulis.
Thank you so much for your support and attention!
Love, Ensatrixie (IG), xoxo.
- Bersambung -
KAMU SEDANG MEMBACA
Books #1-3: The VISIBLE Series (Wattpad Books Edition)
HorrorBerdasarkan KISAH NYATA. - VISIBLE 1 (1997-2002): Horror - Mystery ✔ - VISIBLE 2 (2002-2005): Horror - Mystery ➡ Ongoing - VISIBLE 3 (2006-2007): Horror - Mystery ➡ Coming up in December 2021. Ps: New Versions!