27. BE YOURSELF

1.6K 63 7
                                    

"Tak perlu sempurna untuk menjadi istimewa. Jadilah versi terbaik dirimu sendiri."

Bali, XXXX (Tempat dirahasiakan), 2000.

Aku menolak keramahan hantu yang menyapaku dengan berpura-pura tak melihat dan mendengarnya. Aku tahu bahwa hal tersebut adalah prilaku yang tak sopan. Namun, sekali-sekali aku juga ingin rehat sejenak, menikmati pantai seperti orang-orang normal pada umumnya, jauh dari yang namanya hantu atau sebangsanya.

"Menurutku, pantai ini biasa saja karena aku tidak bisa berselancar," katanya sambil terkekeh. "Tapi ini tetap pantai—yang artinya tempat yang menarik," celoteh hantu perempuan yang mirip dengan perempuan "Jambu Air" atau yang biasa orang-orang sebut sebagai kuntilanak. Mulai hari ini sebut saja mereka sebagai Kun-kun. Dan yang ini sebut saja sebagai Kun-kun "Kelapa".

Awalnya aku hendak pergi, tetapi mengingat bahaya bagi anak kecil berkeliaran sendirian tanpa pengawasan orang tua, aku pun mengurungkan niatku. Lagipula, melarikan diri dari Kun-kun "Kelapa" hanya akan membuatku bertemu dengan yang lain. Jadi, sama saja, sama sekali tak ada bedanya.

"Sayang, ya, karena tukang nasi bungkusnya hanya berjualan pagi hari saja," katanya kemudian.

Sepertinya Kun-kun "Kelapa" telah mengamati aku dan orang tuaku sehingga ia tahu bahwa setiap pergi ke pantai ini, kami selalu membeli nasi bungkus yang dijual dekat tembok pembatas di bawah pohon yang daunnya mirip seperti daun jati.

"Iya," kataku tak berhasil mengacuhkannya, kemudian memeluk Sally erat-erat.

Kun-kun "Kelapa" tersenyum sambil mengamatiku dan aku langsung mengalihkan pandangan ke arah pantai. "Tidak ada perkataan lain atau pertanyaan, misalnya. Aku bosan berbicara sendiri."

"Sejauh yang aku lihat, Tante nggak sendiri tuh." Aku melirik ke arah pohon yang ada di sebelah kananku. Di antara cabang pohon tersebut ada sesuatu. Bentuknya tak terlihat begitu jelas, seperti sekumpulan kabut hitam, tetapi aku bisa mengira-ngira itu mengarah kepada "siapa".

"Mereka tidak asyik," kata Kun-kun "Kelapa".

"Mungkin karena Tante terlalu cerewet," komentarku terus-terang.

"Benar," sahut suara yang berasal dari kabut hitam yang kini sudah berubah menjadi tiga orang Kun-kun dengan nada ketus.

"Jangan memancingku," tegur si Kun-kun "Kelapa" lalu kembali tersenyum kepadaku. "Ada pertanyaan, Sayang? Bukannya anak kecil selalu serba ingin tahu?"

Aku refleks menatap pohon kelapa"nya". "Oke. Kenapa Tante memilih pohon kelapa?"

"Karena pohon ini istimewa. Bagiku, ini mirip seperti singgasana."

Aku mengernyitkan dahi. "Apa itu singgasana?"

"Apa kamu tahu burung merak?" tanyanya balik.

Aku mengangguk. "Aku punya sepasang di rumah."

"Oh, ya? Apa aku boleh main ke sana?" tanyanya dengan nada antusias.

Ooops... sepertinya aku telah salah berbicara. Aku segera melipat bibirku ke dalam mulut.

Tiba-tiba Kun-kun "Kelapa" tertawa sambil mengibaskan tangannya. "Nah, pokoknya bentuk singgasana kurang lebih seperti burung merak itu. Lagipula, dari tempat ini aku juga bisa melihat matahari tenggelam dengan jelas. Kalau dari pohon lain tidak begitu."

"Duduk saja di puncak pohon," celetuk salah satu Kun-kun.

"Aku sudah pernah bilang bahwa pohon kelapa itu aneh," tambah yang lain.

"Di puncak pohon seperti milik kalian terlalu panas," sahut Kun-kun "Kelapa". "Aku sudah bilang bahwa pohon kelapa ini istimewa, kalian masih tidak mengerti juga. Di sini tidak terlalu tinggi, tidak terlalu rendah. Letaknya juga di antara pohon yang rindang sehingga tidak terlalu panas, tetapi masih bisa melihat pemandangan. Lagipula, ini milikku sendiri. Aku tidak perlu berdesak-desakkan dengan kalian."

"Cih," cibir para Kun-kun.

"Berperilaku seakan-akan manusia. Memangnya dia manusia?" tambah yang lain.

"Oke. Satu pertanyaan lagi," kataku, berusaha mengabaikan para Kun-kun.

"Ya, Sayang. Apa?"

"Apa pantat Tante nggak sakit? Tante, kan, duduk di atas pohon kelapa." Aku mengernyit sekilas lalu memperhatikan dengan saksama. "Eh, buah-buah kelapa," ralatku. Nah, aku ingin tahu sekali jawaban dari pertanyaan yang satu ini.

Para Kun-kun langsung tertawa cekikikan.

"Aku suka anak ini," kata salah satunya.

"DIAM," bentak Kun-kun "Kelapa" sambil mendelik, membuat tawa para Kun-kun tersebut langsung mereda. Kun-kun "Kelapa" menoleh padaku. "Sayangku, jangan khawatir. Pantatku ini... sangat lembut dan... umm... bisa diatur. Tenang saja."

Tawa para Kun-kun tersebut pun kembali pecah. Kun-kun "Kelapa" juga sepertinya kehilangan kesabaran. Ia langsung menerjang ke arah pohon para Kun-kun.

"BERHENTI TERTAWA. AKU HANYA BERUSAHA MENGUCAPKAN KALIMAT YANG MUDAH DIMENGERTI OLEH ANAK-ANAK."

"SUDAH KUBILANG RUMAHMU ITU JELEK!!!"

"JANGAN HINA RUMAHKU!!! KAMU LEBIH JELEK DARI RUMAHKU!!!"

Yang kudengar selanjutnya hanya pekik dan jeritan sebelum akhirnya suara-suara tersebut menghilang.

"Ayo, Ensa, bantu Mami menata alas," perintah Mami yang sedang berjalan mendahuluiku.

Aku melihat ke arah pohon para Kun-kun untuk terakhir kali. Bagaimana pun juga aku turut andil dalam sebab pertengkaran mereka. Namun, karena hal tersebut aku jadi menyadari beberapa hal. Bagi Kun-kun "Kelapa", pohon kelapa bukan sekadar pohon, tetapi juga rumah—rumah tinggal miliknya sendiri. Ia bangga dan menyayangi rumahnya walau orang lain menganggap hal itu aneh, tak wajar, tak sempurna. Ia mensyukuri apa yang ia miliki, melihat kekurangan sebagai kelebihan dan itu membantunya menemukan sesuatu yang tak ditemukan oleh setiap orang. Pelajaran hidup yang bisa kudapat darinya ialah "Banggalah dengan apa yang kamu miliki walau itu tak sempurna di mata orang lain."

Setelah kupikir-pikir, maksudku, jika kita mau melihat dari sisi lain—andai, pohon kelapa tersebut bisa berbicara, aku yakin bahwa pohon tersebut akan berterimakasih. Kalian tahu, kan, perasaan saat ada seseorang yang dengan gigih membela dan membanggakan kalian di tengah orang-orang yang memandang kalian sebelah mata? Yah, walau ini hanya tentang pohon dan menyangkut semacam harga diri, aku rasa itu adalah sebuah momen yang berharga.

Diam-diam aku mengagumi Kun-kun "Kelapa". Aku suka dengan pola pikirnya. Dan yang paling penting, ia menjadi dirinya sendiri, tak peduli apa kata orang lain. Jarang sekali ada seseorang yang bisa menemukan sebuah keistimewaan bersama sesuatu yang "dianggap" tak biasa. Bagiku, Kun-kun "Kelapa" istimewa seperti rumah tinggalnya, salah satu pribadi yang menginspirasi.

Aku harap saat kami pulang nanti, mereka sudah berdamai. Jika tidak, kemungkinan besar aku harus terpaksa ikut campur. Entah apa lagi yang mungkin terjadi.

»©»©»©»


Did you enjoy chapter 27 of VISIBLE 1?

Beri dukungan terhadap penulis dengan cara follow Wattpad: Ensatrixie, klik tanda bintang () di bawah, bantu mempromosikan cerita ini di medsos atau kepada teman-teman kalian 💕

*Cerita ini merupakan karya original yang memiliki HAK CIPTA dan dilindungi oleh Undang-Undang. Di larang keras untuk mengkopi atau menerbitkan tanpa seizin penulis.

Thank you so much for your support and attention!

Love, Ensatrixie (IG), xoxo.

- Bersambung -

Books #1-3: The VISIBLE Series (Wattpad Books Edition)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang