Please, enjoy the story. Vote, vote, vote! ~ Happy Reading ~
"Sulit untuk mengabaikan kehadiran mereka, terutama saat mereka melakukan sesuatu yang di luar batas."
Kuta, 2000.
Kami tiba di depan sebuah gedung besar bertingkat dua yang menjadi central dari pertokoan yang ada. Sayangnya, di balik kelebihannya itu, gedung tersebut tak memiliki atap. Entah bagaimana awal mula gedung tersebut dibangun, tetapi selama bertahun-tahun gedung tersebut digunakan oleh orang-orang sekitar sebagai tempat pembuangan barang. Hanya segelintir orang yang berani menjejakkan kaki dan beberapa dari mereka mengalami peristiwa-peristiwa mistis. Ada yang mendengar suara-suara, ada juga yang melihat bayangan-bayangan. Oleh sebab itu, orang-orang di sekitar mulai menyebut gedung tersebut sebagai gedung angker. Dan yah, sepertinya kami juga akan harus terbiasa menyebutnya sebagai galeri seni Papi.
Ya, Papi. Papi tentu saja tak percaya dengan hal-hal semacam itu. Baginya, itu hanyalah kecenderungan orang-orang yang selalu mengait-ngaitkan pohon besar, tempat kosong atau barang tua dengan hal-hal mistis. Ia sangat berpikir rasionalis. Aku jadi bertanya-tanya: apakah semua orang di Jerman juga begitu?
Next, Papi menyulap gedung terbengkalai yang angker tersebut menjadi sebuah mahakarya. Banyak yang menjuluki ia sebagai "Seniman Jerman Gila" karena rela mengeluarkan dana dan mendesain gedung tersebut selama berbulan-bulan, segalanya ia curahkan. Ia dibantu oleh sepuluh orang karyawannya menghiasi setiap sisi dinding dan lantai gedung tersebut dengan lukisan tangan. Banyak sekali orang yang penasaran dengan hasil akhir galeri tersebut.
Semacam rutinitas tambahan baru, setiap pulang sekolah aku selalu datang ke galeri. Saat semua orang sedang sibuk, aku akan asyik menggambar, menulis atau bermain sendiri. Suatu kali kebosananku memuncak dan aku pun mulai memperhatikan keadaan setiap sudut ruangan. Di sekeliling kami, tak sesunyi pada kenyataannya.
Dahulu ujung ruangan lantai satu yang gelap, kotor dan tergenang air menjadi semacam area bermain bagi para hantu anak-anak yang tampak sangat mirip seperti anak manusia pada umumnya. Jumlahnya sekitar enam atau tujuh orang, ada yang laki-laki dan ada juga yang perempuan, rentang usianya antara enam sampai sepuluh tahun. Mereka suka tertawa sambil berlarian, menimbulkan bunyi "kecipak-kecipuk" lalu bersembunyi di antara pilar.
Kini tempat tersebut sudah berubah total. Berkat kerja keras, semuanya sudah tampak terang, bersih dan dipenuhi oleh beberapa barang. Awalnya aku merasa khawatir jika perubahan tersebut akan merenggut kebahagiaan para hantu, mengingat mereka hanyalah anak-anak. Namun, sepertinya para hantu tersebut tak merasa keberatan karena mereka masih asyik bermain, berlarian, tak mempedulikan keberadaan kami (manusia) di tempat tersebut. Aku turut senang untuk itu, tak ada yang perlu merasa kehilangan. Kuakui, aku sempat memiliki keinginan untuk bermain bersama mereka. Namun, sesuatu menahanku.
Aura mereka suram dan firasatku tak enak. Tak perlu menunggu lama untuk menemukan jawabannya. Selama beberapa hari ini para hantu tersebut menjadikan karya seni Papi sebagai objek permainan. Mereka sengaja menjatuhkan mangkok buah ukiran, merusak bunga-bunga buatan maupun asli dan memindahkan beberapa barang. Mami dan Papi mengira bahwa itu semua merupakan perbuatan ceroboh para karyawan, sementara aku tak bisa memberitahu mereka yang sebenarnya dan itu menyiksaku.
Tak berhenti begitu saja, lama kelamaan tingkah para hantu tersebut semakin menjadi. Hari ini ada seorang karyawan kami yang terjatuh karena salah satu dari mereka sengaja menggeser tempat duduknya. Parahnya, para hantu anak-anak tersebut tertawa sambil menikmati momen Mbak yang sedang mengaduh kesakitan.
Aku yang tak tahan hanya berdiam diri dan melihat saja, akhirnya memutuskan untuk menegur mereka secara langsung. "Berhenti lari-lari dan bikin onar," kataku saat mereka berlari melewatiku.
Seorang hantu anak laki-laki yang bertubuh montok dan berambut lurus, tiba-tiba berhenti lalu membalikkan tubuhnya menghadap ke arahku. "Apa?" tanyanya dengan mata dan mulut yang terbuka lebar.
Napasku terenggut selama sesaat. Aku terkejut saat mengetahui bahwa hantu tersebut rupanya tak memiliki bola mata, gigi dan lidah. Itu adalah momen yang sangat mengerikan karena yang terlihat di sana hanyalah jurang kegelapan.
»©»©»©»
Kalian pernah, tidak, kehilangan barang terus waktu dicari-cari tidak ketemu... lalu suatu hari, tidak tahu bagaimana, eh, tiba-tiba muncul di tempat yang sama atau tempat yang berbeda, tempat yang mudah banget ditemukan? Kalau iya, isi di kolom komentar ya. I'd love to read it, butremember to keep comments respectful©
Did you enjoy chapter 31 of VISIBLE 1?
Beri dukungan terhadap penulis dengan cara follow Wattpad: Ensatrixie, klik tanda bintang (☆) di bawah, bantu mempromosikan cerita ini di medsos atau kepada teman-teman kalian 💕
*Cerita ini merupakan karya original yang memiliki HAK CIPTA dan dilindungi oleh Undang-Undang. Di larang keras untuk mengkopi atau menerbitkan tanpa seizin penulis.
Thank you so much for your support and attention!
Love, Ensatrixie (IG), xoxo.
- Bersambung -
KAMU SEDANG MEMBACA
Books #1-3: The VISIBLE Series (Wattpad Books Edition)
HororBerdasarkan KISAH NYATA. - VISIBLE 1 (1997-2002): Horror - Mystery ✔ - VISIBLE 2 (2002-2005): Horror - Mystery ➡ Ongoing - VISIBLE 3 (2006-2007): Horror - Mystery ➡ Coming up in December 2021. Ps: New Versions!