5. MALAPETAKA

1.1K 28 10
                                    

Seseorang pernah bertanya kepadaku, "Sebagai seseorang yang memiliki penglihatan tentu saja kamu pernah melihat beragam peristiwa kematian. Tapi apakah kamu pernah melihatnya secara langsung? Melihatnya secara fisik?"

Lalu aku pun menjawab, "Pernah. Aku pernah melihat beberapa. Ada tubuh dan darah dimana-mana. Dan saat itu usiaku masih delapan tahun."

Ps: Dulu aku pernah menuliskannya, tetapi tidak secara mendetail karena aku tidak sanggup. Namun, sekarang aku mencoba mendetailnya untuk menunjukkan bagaimana pengalamanku yang sesungguhnya.

*PERINGATAN!!! Chapter kali ini mengandung kekerasan yang akan membuat para pembaca mungkin merasa tidak nyaman. Mohon jangan dilanjutkan jika kalian merasa tidak sanggup.

Terima kasih. Selamat membaca.

Love, E. xoxo

"Apa semua ini benar untuk perdamaian? Atau justru untuk luka, isak-tangis, kehilangan dan pupusnya bunga harapan yang direnggut secara paksa?"


Kuta, 13 October 2002.

"Pada malam hari, tanggal 12 Oktober 2002, P*ddy's Pub dan S*ri Club di Jalan Legian, Kuta, Bali diguncang bom. Dua bom meledak dalam waktu yang hampir bersamaan, yaitu pukul 23.05 WITA dan..." Begitulah bunyi radio yang mencoba menghapus kesunyian di dalam mobil. Tiba-tiba Papi mematikan radio tersebut dan membuatku tersadar bahwa kami telah tiba di tempat tujuan.

Kubuka pintu mobil kemudian turun dengan hati yang cemas sambil berusaha memahami pemandangan yang ada di depan mata. Dan ya, ini jauh melebihi ekspektasiku. Semua tampak kacau balau, tak ada yang pantas untuk dilihat. Orang tuaku juga sama shock-nya sepertiku, sama sekali tak menyangka jika kondisinya akan menjadi seperti ini.

Dulu aku sering mengantar Mami berbelanja dari satu toko ke toko lain yang ada di sepanjang jalanan ini hingga kakiku keram sekaligus bersemangat. Ada berbagai macam toko—yang mendominasi adalah toko pakaian dan restoran. Namun, sekarang... aku nyaris tak dapat mengenalinya. Mungkin memang sangat tepat jika keadaan ini disebut sebagai malapetaka.

"Kita pulang aja," saran Mami.

"Ayo, Ensa. Kita pulang." Papi menggandeng tanganku, hendak menuntunku kembali ke dalam mobil.

Namun, dengan cepat, aku menggeleng, melepaskan tanganku dari genggaman tangan Papi, mundur beberapa langkah. "Kita harus lanjut. Kita, kan, sudah sampai di sini. Lagian, bukannya kata Papi kita harus berdoa untuk mereka," tolakku, tak percaya jika akhirnya kami akan pulang begitu saja.

"Tapi ini bukan pemandangan yang pantas dilihat anak kecil," Mami memperingatkanku.

"Aku sudah pernah lihat yang lebih buruk dari ini," jawabku, terlalu cepat dan terus terang daripada yang seharusnya. Aku langsung merutuki kecerobohanku.

Mami tampak kehilangan kata-kata, sementara Papi tampak tak mengerti.

"Lihat di mana?" tanya Papi.

"Um... TV." Itu adalah jawaban tercepat dan teraman yang bisa kudapat. Memang sih agak ngeles, tetapi itu bukan sebuah kebohongan. Menurutku, musibah seperti gempa bumi, gunung meletus dan tsunami yang pernah kulihat di TV juga bisa memberikan dampak seperti ini.

*Mencari alasan lain.

"Apa kamu yakin kamu nggak apa-apa?" Papi menatapku lekat-lekat.

Aku mengangguk mantap. "Aku, kan, anak Papi," kataku penuh keyakinan.

"Oke."

"Pi," cegah Mami.

"Nggak apa-apa. Ensa itu besar dengan didikan Jerman. Dia itu kuat. Lagipula, mungkin dengan ini dia juga bisa belajar apa arti hidup yang sesungguhnya," kata Papi berpikiran terbuka dan berhasil meluluhkan Mami.

Akhirkan kami melanjutkan langkah, melewati pertokoan yang tampak hancur dan cukup sulit untuk dilalui karena masih banyak puing-puing bangunan dan kendaraan yang berserakan di tengah jalan. Langkahku terhenti tepat di sebelah mobil sedan yang tampak ringsek. Sekilas, sisi kekanak-kanakanku mengingatkan aku pada bekas pertarungan Ultraman melawan monster raksasa yang tayang pada setiap hari Minggu. Namun, setelah aku menundukkan kepala dan mencondongkan tubuh pada kaca jendela bagian depan yang retak, aku pun segera menyesalinya. Ini sangat berbeda. Ini... ini sangat mengerikan.

Aku menemukan sepasang jenazah penumpang warga negara asing yang tampak begitu mengenaskan di dalam mobil tersebut. Pada kursi depan kemudi terlihat seorang laki-laki dengan kondisi tengkorak yang setengah retak, sedangkan pada kursi penumpang yang terletak di sampingnya, terlihat seorang wanita yang duduk bersandar pada pintu mobil dengan kondisi yang tak jauh berbeda daripada si laki-laki. Bagian pelipis perempuan tersebut menempel dekat ujung seat belt, mengalirkan darah, sementara kedua mata masih terbelalak memandang ke arah jalan. Darah berwarna merah pekat tampak jelas melekat pada tubuh keduanya, mengeluarkan bau besi yang... entahlah, sulit untuk dijelaskan.

Tanpa berlama-lama, aku langsung mengalihkan pandangan ke seberang jalan yang terdapat di belakangku. Namun, sayangnya, aku justru terfokus pada sebuah kamar mandi yang dindingnya tampak hancur sebelah, terlihat leluasa dari arah jalanan. Yang paling ekstrem, kamar mandi tersebut dipenuhi oleh begitu banyak darah hingga ke bagian langit-langitnya. Tebakanku, mungkin kamar mandi tersebut milik surf shop alias toko perlengkapan selancar yang pernah kudatangi untuk membeli kacamata renang.

Na'as sekali nasib orang yang sedang berada di dalam kamar mandi tersebut, pikirku, tetapi kemudian dengan cepat aku meralatnya menjadi na'as sekali nasib semua orang yang berada di tempat ini. Sebagian seharusnya bersenang-senang karena sedang berlibur, sebagian sedang bekerja keras untuk mencari nafkah, sebagian lagi mungkin hanya sedang lewat tanpa tahu apa-apa.

Rasanya sulit untuk dipercaya hingga seolah-olah aku terjebak di dalam sebuah film. Namun, saat merasakan aura tak mengenakan, aku segera kembali sadar bahwa ini memang benar-benar nyata.

Dengan segenap kekuatan, aku pun berusaha mengatur napas dan mulai kembali melangkahkan kaki saat Mami memanggil namaku dengan mata mendelik.

»©»©»©»

Did you enjoy chapter 5 of VISIBLE 2?

Beri dukungan terhadap penulis dengan cara follow Wattpad: Ensatrixie, klik tanda bintang () di bawah, bantu mempromosikan cerita ini di medsos atau kepada teman-teman kalian 💕

*Cerita ini merupakan karya original yang memiliki HAK CIPTA dan dilindungi oleh Undang-Undang. Di larang keras untuk mengkopi atau menerbitkan tanpa seizin penulis.

Thank you so much for your support and attention!

Love, Ensatrixie (IG), xoxo.

- Bersambung -

Books #1-3: The VISIBLE Series (Wattpad Books Edition)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang