16. MONSTER

776 28 12
                                    

Happy Sunday☀️. Maaf karena aku akan kembali menghantui hari Minggu kalian. Love, E. xoxo *Ps: Aku berharap jumlah VOTE VISIBLE bisa meningkat, tidak kalah dengan jumlah pembacanya. Adakah seseorang yang mau mengabulkan harapanku? #hehe 😄

"Jika ada seseorang yang mengatakan bahwa manusia jauh lebih mulia daripada hantu, maka aku akan berpendapat bahwa itu semua tergantung pada individu yang dimaksud karena sifat manusia 'sungguh' beragam."

Denpasar, throwback (2002).

Sekitar satu jam kemudian, Mami menghampiri aku dan Papi yang sedang duduk bersama di halaman belakang rumah.

"Sudah pulang?" tanya Papi lalu meneguk cappuccino-nya.

"Hmm... sudah." Mami menarik sebuah kursi lalu duduk tepat di tengah-tengah kami. "Tadi si Rosaline bilang kalau dia suka sama Hugo dan mau beli."

"TERUS?" tanyaku menyela, langsung merasa terusik.

"Mami kasih saran dia buat beli anjing di pasar hewan, tapi dia justru bilang anjing yang warnanya hitam itu susah dicari."

"Memangnya kenapa harus cari yang warna hitam?" tanyaku kembali.

"Katanya, anjing yang warnanya hitam itu..." Terjadi keheningan mendadak, tetapi hal itu justru membuat kami semua mengetahui apa yang Mami maksud.

Papi menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ada yang salah sama orang itu," komentarnya lalu meninggalkan kami.

Aku tahu Papi melakukannya untuk menghindari perdebatan. Namun, aku memilih tetap tinggal karena memiliki misi yang harus kutuntaskan, yakni menyadarkan Mami.

"Benar kata Papi. Hugo saja sampai bisa benci dalam sekali melihat. Kalau aku jadi Mami, aku nggak bakal mau temenan sama orang kaya dia," kataku kemudian, berusaha menyampaikan bentuk kepedulianku terhadapnya, sebaik-baiknya.

"Kamu nggak boleh gitu. Nanti kamu nggak punya teman loh," balas Mami.

"Aku nggak butuh teman seperti dia," sahutku dengan cepat.

"Jangan terlalu kaku. Kamu, kan, nggak bisa menyalahkan dia sepenuhnya. Mungkin saja itu memang sudah terbiasa terjadi di kampung halaman dia. Jadi, dia memang sudah makan yang kaya begitu dari kecil."

Aku terheran-heran mendengarnya. Ini benar-benar sulit untuk dipercaya. Entah mengapa aku merasa titik kesalahan jatuh kepadaku daripada Tante Rosaline. Namun, di antara kalimatnya memang terselip kebenaran. Aku memang orang yang kaku, berbanding terbalik dengan Mami.

Mami bisa berteman dengan siapa saja meskipun orang tersebut menjengkelkan. Ia mengenal banyak orang dan bisa dengan mudah dekat dengan mereka. Mami menyebut itu sebagai bentuk profesionalisme pekerjaan, mengingat ia memang membutuhkan banyak orang untuk melariskan barang dagangannya. Catatan tambahan: Tante Rosaline bukan hanya sekadar sahabat baginya, tetapi juga pelanggan. Namun, tetap saja... jika Mami sedang menitik beratkan pada hal yang lebih menguntungkan, aku ini, kan, anaknya!

Aku merasa ini sama sekali bukan sesuatu yang bisa kuterima.

"Menurutku, berteman itu harus selaras, seperti kuda di pacuan kuda. Kita semua mempunyai jalur masing-masing, berlari dengan cara masing-masing, tetapi tetap menuju ke arah yang sama. Mami bisa bayangkan kalau ada kuda yang berlari melintang? Pertama, dia sudah nggak selaras. Kedua, dia hanya menghalangi jalan yang lain. Ketiga, dia sudah menyalahi aturan. Entah sekarang, entah nanti, tapi pasti sudah jelas hal itu akan terjadi."

Books #1-3: The VISIBLE Series (Wattpad Books Edition)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang