10. AREA PERSAWAHAN

1.7K 107 6
                                    

"Aku tak mudah ditemukan dan hanya bersinar di antara kegelapan. Siapakah aku?"

Denpasar, 1998.

Sekitar satu atau dua jam setelah matahari terbenam, aku dan kedua orang tuaku pergi ke rumah RT setempat. Jalan yang harus kami lalui cukup mendebarkan untukku. Pasalnya, jalan setapak tersebut terletak persis di sisi kanan sawah yang penerangannya setengah remang dan setengah lagi gelap total. Suasananya sepi, tak ada orang sama sekali. Namun, aku bisa mendengar suara katak dan jangkrik dengan sangat jelas.

"Semoga nggak ada tikus yang lewat," harap Mami, memperhatikan jalan baik-baik dengan mata terbuka lebar.

Tiba-tiba Papi tersenyum. Ia membungkukkan badan lalu mengarahkan tangannya ke pergelangan kaki Mami sambil mengeluarkan suara yang mirip dengan tikus.

Ciiittt... Ciiittt... Ciiittt...

Mami spontan terlonjak, tetapi berhasil meredam suara teriakannya saat menyadari bahwa itu hanya ulah iseng Papi. "Papi! Papi ini loh!!!" serunya kesal, sementara Papi dan aku tertawa.

Aku mendekat pada Mami lalu menggandeng tangannya. "Mami nggak perlu takut sama tikus. Tikus, kan—"

"Takut sama Mami," sela Papi, membuat aku tertawa kembali, sementara Mami langsung mendelik padanya.

"Itu mungkin benar, tapi bukan itu maksudku," ralatku, langsung disambut dengan putaran bola mata Mami. "Maksudku, tikus itu, kan, lucu," sambungku kemudian.

Mami bergidik, melepaskan tangannya dariku lalu mengusap kedua sisi lengannya sendiri. "Nggak ada yang lucu dari tikus," bantahnya.

"Lucu. Mukanya mirip antara anjing sama kelinci."

"Jauh banget. Tikus itu bau, jorok dan banyak virusnya."

"Semua binatang yang nggak terawat pasti bau, jorok dan banyak virusnya," sahut Papi, membuat aku merasa berada di atas awang-awang karena memiliki satu pendukung.

"Kalau terawat kamu pasti jadi anak yang manis, ya, kan?" tanyaku pada satu sosok gelap yang sedang meringkuk di pinggir selokan.

Yang kuajak bicara langsung menengok ke arah kami.

"Arrrggghhh! Jorok! Syuh... Syuh... Pergi!" seru Mami dengan berani. Ia melambaikan tangan guna berusaha mengusir tikus hitam bertubuh montok tersebut, tetapi tak lupa menjadikan Papi sebagai tameng.

Mendengar suara Mami, tikus tersebut pun akhirnya berlari lalu menghilang dalam kegelapan, meninggalkan potongan roti makan malamnya.

Papi menggeleng-gelengkan kepala sambil menatapku penuh arti. "Papi bilang juga apa. Tikus yang takut sama Mami, bukan Mami yang takut sama tikus."

"Ih, Papi!" Mami yang kesal langsung memalingkan wajahnya.

Aku dan Papi tertawa kembali.

Kami tiba pada satu bagian jalan yang sedikit berbelok. Di sana ada beberapa anak laki-laki yang sedang berkumpul di pinggir sawah. Mereka membawa sesuatu yang mirip seperti jaring. Dan yang dapat ku dengar dengan jelas hanya sebuah kata "wah".

"Hei, kalian lagi apa?" tanya Papi, mendekat pada mereka.

"Tangkap kunang-kunang, Pak," jawab salah satu anak.

"Apa itu kunang-kunang?" tanyaku pada Mami.

"Firefly. Lightning bug."

"Nggak pernah dengar."

Mami berpikir sejenak. "Serangga yang bersinar pada malam hari."

"Memangnya ada yang seperti itu, ya?" tanyaku tak percaya.

Mami mengangguk. "Mami rasa gambarnya ada di salah satu buku ceritamu."

Aku tak mengingatnya, jadi aku hanya mengangkat bahu.

Hewan yang mereka sebut sebagai kunang-kunang benar-benar memancarkan cahaya tersendiri. Cahaya tersebut unik, berwarna kekuning-kuningan. Mengapa aku baru tahu sekarang, ya? batinku, menatap para kunang-kunang yang sedang terbang di atas sela-sela tanaman padi, memberi efek dramatis sehingga tampak tak biasa. Dan jika aku tak memperhatikan secara saksama, aku takkan mengira bahwa mereka adalah sejenis serangga.

"Aku juga mau lihat kunang-kunang. Apa aku boleh di sini saja?"

"No way. Kita mau ke rumah Pak RT, Ensa. Bukan lihat kunang-kunang."

"Kalian saja. Kalau di rumah Pak RT, aku pasti bosan."

"Pokoknya nggak. Sudah malam. Banyak nyamuk."

Aku pun mendesah lalu mendekat pada Papi dan para anak laki-laki tersebut.

"Kalian malam-malam di sawah nggak takut ada ular?" tanya Papi pada mereka.

"Takut sih, tapi seru," kata anak yang paling kecil.

"Orang tua kalian tahu nggak kalian ada di sini?"

Para anak laki-laki tersebut tiba-tiba saling pandang lalu bersenggolan.

"Astaga, ternyata kalian ada di sini!!!" seru seorang ibu, mengacungkan sebuah sapu ijuk ke arah para anak laki-laki tersebut. "Pulang!!!" sambungnya sambil mendelik.

Para anak laki-laki tersebut sempat saling bertabrakan sebelum akhirnya berhasil melarikan diri.

"Masih mau tangkap kunang-kunang?" tanya Mami padaku.

Aku kembali mendesah. Sepertinya semua ibu memang menyeramkan, batinku dalam hati. Aku menggandeng Mami lalu kami melanjutkan langkah.

Sekitar dua puluh menit kemudian, setelah selesai menemui RT, kami pulang melalui jalan yang sama. Aku rasa angin malam berhembus lebih kencang daripada sebelumnya karena suara para katak dan jangkrik agak teredam. Namun, ku akui pemandangannya jauh lebih indah. Cahaya rembulan yang sedang bersinar terang mengarah tepat ke tengah area persawahan. Sayangnya, para kunang-kunang sudah berpindah tempat. Mereka memilih berada di bawah pohon, kemungkinan besar pohon mangga, yang berada di tepi bagian sawah yang lain.

Di antara kegelapan, tiba-tiba aku melihat ada selembar kain putih yang berkibar-kibar seperti gaun di atas para kunang-kunang tersebut. Awalnya aku mengira bahwa itu adalah orang-orangan sawah, tetapi setelah ku amati baik-baik, ternyata seorang wanita yang sedang melayang. Anehnya, samar-samar aku bisa merasakan bahwa ia sedang tersenyum ke arahku... But, why?

•🌙•🌙•🌙•

Apa kalian juga pernah melihat kunang-kunang? Tulis di kolom komentar ya. I'd love to read it, but remember to keep comments respectful©

Did you enjoy chapter 10 of VISIBLE 1?

Beri dukungan terhadap penulis dengan cara follow Wattpad: Ensatrixie, klik tanda bintang () di bawah, bantu mempromosikan cerita ini di medsos atau kepada teman-teman kalian 💕

*Cerita ini merupakan karya original yang memiliki HAK CIPTA dan dilindungi oleh Undang-Undang. Di larang keras untuk mengkopi atau menerbitkan tanpa seizin penulis.

Thank you so much for your support and attention!

Love, Ensatrixie (IG), xoxo.

- Bersambung -

Books #1-3: The VISIBLE Series (Wattpad Books Edition)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang