"Terkadang kita menjadi kurang bijaksana bila menyangkut orang-orang yang kita sayangi."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kuta, 2000.Sekitar pukul 21.00 WITA. Akhirnya galeri Papi mulai terlihat indah. Atap sudah dipasang, semua lukisan sudah rampung, pot-pot tanaman juga sudah diatur. Oh, iya, ada sepasang patung raksasa dan payung berwarna kuning yang diletakkan di bagian pintu masuk sebagai penyambutan. Kata Papi, galeri akan segera dibuka dalam waktu dekat. Aku benar-benar tak sabar menantinya!
"Ensa, sini! Ayo, foto!" Papi menuntunku agar duduk di bagian pertengahan tangga. "Diam di situ, jangan bergerak," perintahnya sambil menuruni anak-anak tangga.
Dengan gelisah, aku berusaha fokus, memandang ke arah kamera yang Papi pegang, tetapi gagal karena melihat begitu banyak hantu dewasa yang berkumpul mengelilingi lantai dua, memperhatikan kami.
"Aku tahu kamu bisa melihat kami,"kata salah satu hantu pria yang bertubuh besar, berbulu dan hitam, berada di ujung tangga sebelah kanan.
Aku berpura-pura tak mendengarnya.
"Hihihi... Kenapa dia diam saja? Apa dia sedang berpura-pura tidak melihat kita?" tanya Kun-kun yang berdiri di sebelahnya.
Si hitam mengabaikan pertanyaan si Kun-kun. "Ini tempat kami. Sampai kapanpun akan menjadi tempat kami. Kalian hanya orang baru di sini."
Tiba-tiba aku mencium aroma bunga kemudian sesuatu yang dingin terasa di balik punggungku. "Abaikan saja, Ensa,"kata seorang wanita yang tak terdengar asing di dalam benakku.
Ah, ya, Tante itu. Tante yang dulu pernah berdiri di belakang tirai jendela kamar. Tapi bagaimana ia bisa berada di sini?
"Apa kamu tidak ingin mengucapkan sesuatu, Gadis Kecil? Kami akan senang menjadi temanmu,"kata sosok lain, yang postur tubuhnya mirip dengan hantu pertama yang berbicara. Bedanya, ia berada di ujung tangga yang berlawanan.
Aku merasa mereka merupakan salah satu tipe yang jahat, penghasut—begitukah kata yang tepat?
"Menjauhlah kalian dari anak ini," si Tante memberi peringatan dengan sangat tegas.
"Dia menganggu anak-anak kami!" seru si Kun-kun, tak bisa menahan emosi.
Oh, apakah ini sebuah pembalasan? Aku berusaha menelan ludahku dengan susah payah.
"Anak-anak kalian yang mengganggu. Merusak barang-barang, menjahili para karyawan."
Bagaimana Tante tersebut bisa tahu? Apa diam-diam ia mengamati kami? Jika iya, sejak kapan? Dan mengapa? Begitu banyak pertanyaan yang bermunculan dalam benakku.
"Tentu saja tidak. Ini, kan, rumah kami. Kami bebas melakukan apapun yang kami mau," kata si Kun-kun, setengah mencibir.
Aku tak tahan untuk tak memutar bola mataku.
"Harusnya kalian sadar bahwa dunia kalian berbeda," saran si Tante.
"Terlalu banyak bicara dan ikut campur!" seru si Kun-kun.
Entah bagaimana, para hantu dewasa tersebut bisa berubah menjadi gumpalan kabut hitam tebal yang terbang menuju ke arahku. Seakan ada yang menahannya, tiba-tiba kabut tersebut berhenti, berputar-putar di tempat yang sama, semakin lama semakin menipis, memudar lalu menghilang. Begitu pula yang terjadi dengan si Tante. Aku tak melihat dirinya di mana pun. Yang tersisa hanyalah keheningan dan aku yang masih kebingungan. Apa tadi itu semacam pertarungan? Jika iya, mengingat satu lawan banyak, apa Tante tersebut baik-baik saja? Aku benar-benar khawatir karena telah melibatkan dirinya ke dalam masalah. Namun, aku harus bagaimana? Apa yang bisa kulakukan pada situasi seperti ini?
"Ensa, kok kaku gitu sih gayanya? Ayo, senyum!" seru Papi sambil memejamkan sebelah mata dan mendekatkan wajah ke balik kamera.
Aku pun hanya bisa menatap ke arah kamera dengan pikiran yang masih tersangkut di tempat lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Aku tidak apa-apa, Ensa," suara Tante menggema di dalam benakku. Fisiknya? Entah ada di mana.
"Apa mereka akan mengganggu lagi?" tanyaku khawatir lewat batin.
"Tidak. Mereka tidak akan mengganggu lagi. Semuanya sudah selesai."
Walau aku tak tahu apa yang sepenuhnya terjadi, tetapi kali ini sepertinya aku bisa benar-benar menghela napas lega. "Terima kasih, Tante."
Beri dukungan terhadap penulis dengan cara followWattpad: Ensatrixie, klik tanda bintang (☆) di bawah, bantu mempromosikancerita ini di medsos atau kepada teman-teman kalian 💕
*Cerita ini merupakan karya original yang memiliki HAK CIPTA dan dilindungi oleh Undang-Undang. Di larang keras untuk mengkopi atau menerbitkan tanpa seizin penulis.