18. SIEMEN

1.6K 76 17
                                    

Jangan lupa VOTE ya! Happy reading :)

"Seorang anak yang mengalami hal yang tak semestinya."

Kuta, 1999.

Tiba-tiba aku mendapatkan sebuah gambaran mengenai seorang pria yang sedang menyeret tubuh Siemen. Walau aku tak bisa melihat wajah pria tersebut karena ia dalam posisi membelakangi, tetapi gambaran itu cukup memberiku infomasi bahwa pria tersebut adalah seorang warga negara asing. Tinggi, besar, bertangan kekar, berkulit putih, berambut coklat tembaga.

"Kamu sedang bersembunyi dari ayahmu," kataku kemudian.

Siemen langsung beringsut dari tempat duduknya. "Apa dia akan menemukanku?" tanyanya dengan suara bergetar.

"Bukannya seharusnya dia memang menjemputmu?" tanyaku bingung, mengingat sekarang memang waktunya pulang sekolah.

"Aku harus melarikan diri."

Aku mencondongkan tubuhku kepadanya. "Kenapa?"

"Aku tidak ingin bertemu dengannya atau membicarakannya," jawabnya sambil merangkul kedua sisi lengannya sendiri.

"Apa dia sudah berbuat jahat sama kamu?"

"Ensa, ayo, pulang!" seru Papi yang sedang berjalan menghampiri kami, menyela perkataan Siemen sekaligus mengalihkan pandanganku dari dirinya.

"Tapi-" Saat aku kembali menoleh kepada Siemen, ia sudah menghilang entah ke mana.

•🌙•🌙•🌙•

Siemen selalu keluar dari tempat yang sama-tanaman hias, yang kerap kali ia sebut sebagai "benteng". Karena hal tersebut aku menjadi berpikir bahwa permainan perang-perangan sangat melekat dengan kepribadian anak laki-laki daripada boneka barbienya anak perempuan. Siemen buktinya. Selain menyebut benteng, ia menganggap para orang dewasa sebagai musuh. Ia juga memberiku semacam saran bahwa strategi berlindung dan bertahan jauh lebih baik daripada menyerang. Oh, iya, entah mengapa, Siemen takut sekali saat melihat ada pesawat terbang.

"ENSA, LARRRIII!!! ADA PESAWAT TEMPUR!!!" serunya suatu hari sambil bersembunyi di balik pilar bangunan.

Saat itu aku kebingungan. Tentu saja. Pesawat yang sedang melintas di atas kami merupakan jenis pesawat biasa, pesawat yang nyaris kami lihat setiap hari. "Bukan, Siemen. Itu bukan-" kata-kataku terhenti karena Siemen sudah menghilang.

Biasanya kami membahas berbagai macam hal, kecuali satu, topik perihal sang ayah. Siemen sering menghindari pertanyaan bila menyangkut keluarga dan kurang lebih aku bisa mengerti. Aku rasa anak laki-laki tersebut telah dididik secara keras sekaligus diacuhkan. Aku tak tahu seberapa sibuk orang tuanya, tetapi ia selalu terlambat dijemput dan aku selalu pulang terlebih dahulu. Aku sering menawarkan diri untuk menemaninya, tetapi Siemen selalu menolak. Selain itu, semua anak selalu membawa bekal, kecuali dirinya. Mungkin karena itu juga wajah Siemen selalu tampak pucat seakan menderita suatu penyakit. Aku juga pernah menawarkan bekalku padanya, tetapi hasilnya pun sama. Siemen selalu menolak semua tawaranku dengan tersenyum hampa dan itu menggangguku.

Mungkin orang tuanya melarangnya untuk menerima bantuan dari orang lain, begitu pikirku. Namun, tetap saja, menurutku itu memprihatinkan. Bukan bermaksud membanding-bandingkan, tetapi kami ini, kan, masih kecil. Sesibuk-sibuknya orang tuaku, mereka masih mempedulikan dan berusaha mencukupi kebutuhanku. Aku bersyukur untuk itu. Sementara Siemen? Ia justru seperti anak terlantar. Lagipula, mengapa para suster dan guru tak menegur orang tuanya, ya? Itu hal yang aneh sekali.

Bagian menariknya, aku dan Siemen memiliki beberapa persamaan. Kami sama-sama menyukai hewan dan tumbuhan. Kami bisa saling tersenyum dan terkekeh karena hal-hal remeh, salah satunya seperti saat kami melihat ada seekor kupu-kupu yang hinggap di atas kerudung Suster. Walau begitu kami juga pernah bermain tanpa berbicara sama sekali. Apabila kondisinya tak memungkinkan-misalnya karena jarak kami terlalu jauh atau terlalu banyak orang sehingga kami tak sempat berbicara, biasanya kami hanya akan saling menyapa dari kejauhan.

Ajaibnya, Siemen juga bisa melihat apa yang kulihat-jika kalian tahu maksudku. Kami sama-sama tak menyukai para hantu wanita penghuni kamar mandi sekolah yang menyeramkan dan berbau aneh. Dari Siemen, aku mengetahui bahwa para hantu tersebut sangat menyukai darah. Hal tersebut mengingatkanku kepada wanita "Bertaring", membuat alarm bahayaku langsung menyala. Aku dan Siemen berusaha menghindari area kamar mandi sebisanya.

Berkat Siemen, aku tak merasa sendiri dan berbeda. Aku sangat berterima kasih untuk itu.

•🌙•🌙•🌙•

Kalau di sekolah kalian, ruang apa yang paling sering dianggap angker? Isi di kolom komentar ya. I'd love to read it, but remember to keep comments respectful©

Did you enjoy chapter 18 of VISIBLE 1?

Beri dukungan terhadap penulis dengan cara follow Wattpad: Ensatrixie, klik tanda bintang () di bawah, bantu mempromosikan cerita ini di medsos atau kepada teman-teman kalian 💕

*Cerita ini merupakan karya original yang memiliki HAK CIPTA dan dilindungi oleh Undang-Undang. Di larang keras untuk mengkopi atau menerbitkan tanpa seizin penulis.

Thank you so much for your support and attention!

Love, Ensatrixie (IG), xoxo.

- Bersambung -

Books #1-3: The VISIBLE Series (Wattpad Books Edition)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang