24. MBOK

1.5K 63 8
                                    

VOTE, VOTE, VOTE! Yang belum follow, jangan lupa follow ya. Wattpad/Instagram: Ensatrixie. Buat yang DM/komen belum dibalas sabar ya. Lagi slowres banget.

"Selalu ada awal dalam setiap kisah dan alasan yang mendampinginya."

Kuta, 1999.

"Tapi dia tidak mengerti bahwa kamu masih anak-anak," tambah Barong dengan agak kesal.

"Aku masih anak-anak, oke? Bukan manusia kerdil," jelasku kepada hantu penari.

Hantu penari tersebut terkekeh.

Tembok di antara kami seakan runtuh. Rasa curiga, waswas dan cemas hilang begitu saja. Itu pertama kali aku mendengar suaranya. Ia terlihat sungguh manis sekali. Kalian tahu, seperti manusia pada umumnya, bukan hantu.

"Begitu ada kesempatan, aku akan meminta Mami untuk memasukkanku ke dalam ekskul Tari Bali. Bagaimana?"

Hantu penari tersebut mengangguk, masih dengan kondisi mata tertutup. Jika dipikir ulang, sejak awal aku melihatnya matanya memang tak pernah terlihat terbuka. Diam-diam aku bersyukur. Kalian tahu, kan, bagaimana mata penari Bali saat menari?—Tatapannya tajam, melotot, ciri khasnya adalah seledet. Jika yang melakukannya adalah hantu, tak terbayang sudah.

*Gerakan melirik dengan cepat.

"Ensa, ayo, kita pulang," ajak Papi yang sedang bangkit berdiri. Begitu juga dengan Mami.

Aku mengangguk.

Saat kami hendak berjalan melewati Barong dan hantu penari, kebetulan Mami dan Papi sedang bergandengan tangan. Jadi, aku segera mengambil kesempatan tersebut untuk berjalan di belakang mereka.

"Jangan kesal, Barong. Jadi, anak baik dan manis," aku meniru apa yang biasa Mami katakan kepadaku saat aku masih kecil (sekali). Aku mengusap-usap pipinya lalu terburu-buru menarik tanganku sebelum ada orang yang melihatnya. BTW, ternyata rasanya geli.

Barong bergerak-gerak kegirangan.

"Sebenarnya aku punya pertanyaan. Kalian harus jawab dengan cepat karena waktuku nggak banyak."

Barong mengangguk, sementara hantu penari masih sibuk menari, tetapi mendengarkan.

Aku berusaha menemukan kata-kata yang tepat. "Mbok? Apa aku boleh panggil Mbok?" tanyaku kepada hantu penari.

*Panggilan untuk kakak perempuan di Bali.

Hantu penari tersebut tersenyum sambil mengangguk.

"Siapa yang mendandani, Mbok?"

Mbok mengangkat bahu.

Aku mendesah lalu beralih menghadap Barong. "Aku lihat wujud aslimu. Kamu ada di dalam Barong, sekarang kamu ada di sini juga terlihat seperti Barong. Tapi bagaimana dengan Mbok? Maksudku, aku pernah lihat perempuan bergaun putih, berkantong mata, berkulit putih pucat, rambut berantakan. Tapi Mbok berbeda. Mbok cantik, bersih, bahkan harum. Seperti manusia beneran." Aku melirik ke arah Tante "Artis" yang masih menikmati pertunjukan baleganjur. Ternyata memindahkan objek pembicaraan di saat terburu-buru itu sangat susah. "Barong, kamu mengerti, kan, maksudku?" tanyaku penuh harap.

Barong mengangguk. "Dia memang berbeda."

"Maksudnya? Apa yang membuat dia berbeda? Apa jenis seperti dia ada di dalam benda seperti kamu atau bagaimana?"

"Ada yang meniru patung. Ada yang meniru penari. Ada yang memang penari," jelas Barong secara umum dan menjadi ambigu untukku.

Sejenak aku merasa bahwa aku mengerti, padahal aku tak begitu mengerti. Ini mirip sekali dengan kondisi saat menerjemahkan bahasa. Saat ada orang asing berbicara, kita mengerti makna yang dibicarakan, tetapi untuk kata demi kata, otak kita masih dalam proses menerjemahkan secara akurat. Artinya aku butuh waktu untuk mencerna semuanya. "Kalau Mbok yang mana?" tanyaku tak sabar.

"Ada di dalam patung. Meniru rupa patung sekaligus penari. Dia sering mengamati para penari, sangat mengagumi mereka dan ingin menjadi penari."

Aku ingat di pusat perbelanjaan ini ada beberapa patung penari. Oh, ya, ampun, bahkan beberapa lambang di tempat ini juga berupa penari Bali. Lagipula, memang ada banyak penari juga yang sering berada di sini. Oke, aku jadi mulai memahami ke mana arah pembicaraan kami. Beberapa dari mereka meniru versi terbaik menurut diri mereka. Mereka mengagumi, bahkan sampai memiliki harapan "ingin menjadi". Itu fakta baru yang mengejutkan untukku. Bukankah itu terlalu manusiawi mengingat mereka bukanlah manusia?

"Ensa!!! Ayo, cepat!!!" seru Mami yang sudah berada di lorong bersama Papi.

"Aku pulang dulu. Bye, Barong. Bye, Mbok," pamitku.

Barong dan Mbok mengangguk lalu menghilang.

Semakin lama aku semakin menemukan kemiripan antara manusia dan hantu. Sejauh ini perbedaan yang paling jelas hanya yang satu "pekat" alias nyata, yang satu lagi transparan.

»©»©»©»

Did you enjoy chapter 24 of VISIBLE 1?

Gimana nih tanggapan kalian mengenai chapter kali ini? Apa sebenarnya hantu memang mirip dengan manusia alias menyerupai? Atau gaklah, gak ada mirip-miripnya!? Tulis tanggapan kalian di kolom komentar ya. I'd love to read it, but remember to keep comments respectful©

Beri dukungan terhadap penulis dengan cara follow Wattpad: Ensatrixie, klik tanda bintang () di bawah, bantu mempromosikan cerita ini di medsos atau kepada teman-teman kalian 💕

*Cerita ini merupakan karya original yang memiliki HAK CIPTA dan dilindungi oleh Undang-Undang. Di larang keras untuk mengkopi atau menerbitkan tanpa seizin penulis.

Thank you so much for your support and attention!

Love, Ensatrixie (IG), xoxo.

- Bersambung -

Books #1-3: The VISIBLE Series (Wattpad Books Edition)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang