4. MISTERIUS

2.2K 127 10
                                    

Sebelum membaca, pastikan bahwa kamu sudah menfollow akun penulis :"

"Dan aku bertanya-tanya: Mengapa mereka tak bisa melihatnya? Mengapa mereka tak bisa mendengarnya? Apa yang salah denganku?"

Denpasar, 1998.

"Astaga, Ensa!!! Ensa!!! Ensa!!!" Suara Mami yang awalnya terdengar samar, berubah menjadi keras, memekakkan telinga, membuat mataku secara otomatis mengerjap-ngerjap. "Kenapa kamu duduk di tanah? Bajunya, kan, jadi kotor!" Mami mengangkat tubuhku, menepuk pahaku berulang kali.

Dengan kondisi yang masih limbung, aku berusaha setengah mati agar bisa berdiri dengan benar. "Tadi di sumur ada—"

Belum selesai berbicara, Mami menyela perkataanku. "Kenapa kamu main di dekat sumur? Mami, kan, sudah pernah larang kamu main di dekat sumur!"

Aku mengernyitkan dahi, membalikkan tubuh, melihat ke arah sumur. "Sumurnya ditutup?" tanyaku kebingungan.

"Iya, memang harus ditutup, kalau nggak, kan, bahaya."

"Tapi, tadi aku ada di dalam sumur."

"Astaga, kamu ketiduran, ya? Ayo, kita masuk ke dalam. Mulai sekarang dengar kata-kata Mami. Jangan main-main di dekat sumur. Walaupun sudah ditutup, sumur itu bahaya. Bla... Bla... bla... bla..." Mami menceramahiku sambil terus menarik lenganku, memaksaku berjalan.

Apa benar tadi aku ketiduran?

Di tengah perjalanan, aku menahan tangan Mami lalu mengguncang-guncangnya. "Mami, lihat! Ada perempuan di atas pohon!" seruku, menunjuk ke arah pohon jambu air berukuran besar yang tumbuh di sebelah kiri gerbang utama.

Mami memandang pohon tersebut sekilas lalu membentakku. "Ensa, kamu ini ngomong apa sih?"

"Itu, Mi. Ada perempuan di atas pohon jambu lagi ketawa-ketawa," kataku bersikeras.

"Ensa, tutup mulutmu! Ayo, kita masuk sekarang!"

Aku pun terdiam, menundukkan kepala sambil berpikir, bagian mana yang salah?

"Ada apa?" tanya salah satu tamu perempuan pada saat kami melewati bagian depan atelier Papi.

*Studio pribadi untuk seorang seniman.

Mami refleks menghentikan langkahnya. "Ini loh, si Ensa ngantuk. Aku antar dia ke rumah dulu, ya."

"Oh, ya, ampun. Iya, udah," balas tamu tersebut, mencondongkan tubuh, mengusap pucuk kepalaku. "Bobo siang dulu, ya, Cantik."

Aku mengangguk, sementara Mami tersenyum sekilas lalu kembali menarikku.

Sebenarnya rumah kami berada di pekarangan yang sama dengan atelier. Hanya saja letak bangunannya terpisah, ada di belakang. Mungkin inilah salah satu keunikan rumah yang ada di Bali. Dalam satu pekarangan terdapat beberapa bangunan yang memiliki fungsi berbeda.

Kami berjalan melalui tempat parkir, halaman di samping atelier, menaiki beberapa undakan tangga, membuka pagar dalam, melalui halaman depan rumah hingga akhirnya tiba di teras. Dan selama itu Mami sama sekali tak melirik atau mengucapkan sepatah kata pun padaku. Sepertinya ia tenggelam dalam pikirannya sendiri.

"Acaranya udahan, Bu?" tanya Mbak yang sedang menyapu ruang tamu.

Mami tampak sedikit terkejut sebelum akhirnya berhasil menenangkan diri. "Belum. Si Ensa ngantuk. Tolong kamu gantiin baju, buatin susu terus ajak tidur."

"Iya, Bu."

"Ya, sudah, saya pergi dulu. Nanti kalau ada apa-apa cari saya di tempat Bapak."

Mbak mengangguk. "Ayo, Non," ajak Mbak, kemudian menggandeng tanganku.

»©»©»©»

"Non, tadi ada apa sih? Kok Ibu kelihatannya kesal?" tanya Mbak sambil menyelimuti kakiku.

Aku memberikan gelas kosong bekas susu padanya lalu menegakkan tubuh. "Mbak tahu nggak, pohon jambu yang ada di dekat gerbang?"

Si Mbak mengangguk.

"Tadi ada perempuan yang berdiri di atas situ."

"Maksudnya? Tamunya Ibu sama Bapak lagi ngambil jambu, gitu?"

Yang dikatakan oleh Mbak cukup masuk akal. Memang pernah ada juga di antara tamu-tamu yang memanjat pohon di rumah kami untuk memetik buah. Masalahnya, kali ini Mami tak terlihat senang dan justru marah padaku. Perempuan yang tadi berdiri di pohon tersebut juga bertingkah aneh. Apa dia menderita... gangguan jiwa? Jika iya, mengapa pula para orang dewasa tampak tenang dan membiarkan ia memasuki rumah, bahkan memanjat pohon? Aku rasa ada sesuatu yang salah di sini.

"Aku nggak tahu, tapi kayaknya bukan," jawabku pada akhirnya.

"Memangnya orangnya kaya gimana?"

"Pakai baju putih, rambutnya panjang terus—" Aku melihat seorang wanita paruh baya berwajah cantik, berambut gelombang kecoklatan sepanjang bahu, berdiri tepat di belakang tirai jendelaku. Wanita tersebut tersenyum ramah, terasa menenangkan. Anehnya, wajahnya tampak tak asing, begitu familiar, seakan-akan aku telah lama mengenalnya. Entah sejak kapan. Entah di mana. "Ada orang—" Kalimatku kembali terputus saat melihat wanita tersebut menggeleng. Masih sambil tersenyum, ia menempelkan jari telunjuknya di depan bibir.

"Jangan beritahu Mbak. Nanti Mbak takut," sarannya dengan suara lembut dan aksen yang khas.

Aku memperhatikan Mbak secara saksama. Mbak yang sedang sibuk menata posisi boneka-bonekaku tampak tenang-tenang saja seperti tak menyadari keberadaan wanita tersebut. Tak ingin membuat Mbak merasa takut, aku pun menuruti sarannya.

"Nanti kalau misalnya ada tamu Ibu sama Bapak yang pakai baju putih, rambutnya panjang, Mbak kasih tahu Non, ya," kata Mbak, berusaha menghiburku.

Aku pun hanya bisa mengangguk. "Mbak, aku mau tidur sekarang."

"Mau Mbak temani?"

Aku menggeleng.

"Ya, udah. Selamat tidur, Non. Kalau nanti mau cari Mbak pergi ke dapur, ya."

"Iya."

Setelah Mbak sudah menutup pintu kamar dan meninggalkan aku sendirian, aku fokus memandangi wanita tersebut. "Tante siapa?"

Entah mengapa, wanita tersebut justru tersenyum geli. "Selamat tidur, Ensa," katanya, mengabaikan pertanyaanku, kemudian menghilang.

Aku tak tahu mengapa tiba-tiba ada banyak sekali wanita misterius di rumah. Namun, aku berniat untuk mencari tahu lebih lanjut, mengingat kata Mami, "Orang asing dilarang masuk."

»©»©»©»

Jika kalian melihat sesuatu yang tak bisa dilihat oleh orang-orang yang ada di sekitar kalian, apa yang akan kalian lakukan? Tulis tanggapan kalian di kolom komentar ya. I'd love to read it, but remember to keep comments respectful©

Did you enjoy chapter 4 of VISIBLE 1?

Beri dukungan terhadap penulis dengan cara follow Wattpad: Ensatrixie, klik tanda bintang () di bawah, bantu mempromosikan cerita ini di medsos atau kepada teman-teman kalian 💕

*Cerita ini merupakan karya original yang memiliki HAK CIPTA dan dilindungi oleh Undang-Undang. Di larang keras untuk mengkopi atau menerbitkan tanpa seizin penulis.

Thank you so much for your support and attention!

Love, Ensatrixie (IG), xoxo.

- Bersambung -

Books #1-3: The VISIBLE Series (Wattpad Books Edition)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang