"Aku dengan pendapatku. Kamu dengan pendapatmu. Kita berbeda, tetapi jangan sampai menyakiti dan merugikan."
Denpasar, 2003.
Bukannya aku tak mengetahui euforia yang dirasakan saat mendapat hasil pancingan. Aku ingat aku pernah melompat-lompat kegirangan saat Papi berhasil mendapatkan ikan sebesar telapak tangan atau berteriak histeris saat ia mendapatkan ikan sepanjang 1,2 meter. Aku tahu itu luar biasa menyenangkan. Saat kita menarik senar pancing rasanya mendebarkan seperti saat menantikan isi hadiah ulang tahun yang hendak dibuka. Sayangnya, aku memiliki pengalaman yang kurang menyenangkan sesudahnya.
Aku mendapati beberapa ikan hasil pancingan Papi mati satu persatu—mengapung di kolam kami. Rupanya luka yang disebabkan oleh kail telah membuat para ikan yang lebih sehat menargetkan mereka yang terluka sebagai mangsa. Itu seperti semacam naluri yang tak bisa dicegah. Namun, karena pekara itu pula aku menjadi lebih memperhatikan.
Aku melakukan suatu observasi pada beberapa ekor ikan terluka yang masih bisa bertahan. Karena saat itu aku belum begitu memahami, aku mencoba mengobati mereka dengan memberi pertolongan pertama berupa obat merah yang langsung dicegah oleh Papi. Menurut Papi, hal itu sia-sia dan justru bisa mematikan. Aku pun mencoba mencari cara lain.
Kuputuskan menyediakan sebuah wadah besar untuk menampung para ikan yang terluka dan memastikan bahwa mereka tak kekurangan makanan agar tak saling menyerang. Secara ajaib, setelah beberapa hari luka mereka bisa pulih dengan sendirinya. Senang sekali rasanya melihat perkembangan mereka. Saat aku yakin ikan tersebut benar-benar sudah sembuh, aku akan segera memindahkannya ke dalam kolam. Sementara yang tak selamat... yah, kalian tahu akan berakhir di mana.
Dalam prosesnya, aku mendapatkan sebuah komentar yang cukup pedas dari Mami. Ia mengatakan bahwa aku merupakan orang yang aneh yang membuang-buang waktu hanya untuk beberapa ekor ikan, dan aku tak menyangkalnya. Namun, hal itu tak mencegahku untuk bertanya kepada Papi, "Pi, apa ada sesuatu yang salah sama aku? Apa aku terlalu berlebihan?"
Papi pun menjawab, "Nggak kok."
"Terus kenapa Mami bilang aku orang yang aneh?"
"Sebenarnya Mami nggak bermaksud begitu. Hanya saja pandangan dan hati manusia itu berbeda-beda. Menurut kamu, ikan termasuk hewan yang harus diselamatkan, sementara menurut Mami, ikan itu lebih baik dimakan.
"Banyak orang yang juga pelihara ikan kok."
"Mungkin Mami menganggap ikan seperti bagaimana kamu menganggap nyamuk atau lalat."
"Tapi nyamuk dan lalat itu membawa penyakit. Beda banget sama ikan."
"Itu cuma contoh. Bagaimana dengan ayam?"
Aku tak tahan untuk tak mendesah.
"Yang perlu kamu tahu Mamimu itu orang baik. Dia sama sekali nggak bermaksud jahat." Hal itulah yang paling ditekankan oleh Papi.
Aku rasa ini memang mengenai perbedaan pendapat. Dari situlah aku menyadari bahwa meskipun kami merupakan satu keluarga—satu darah, daging dan DNA—kami tetap memiliki pemikiran tersendiri. Dan menurutku, membuat kesepakatan merupakan tindakan yang tepat. Dengan begitu, kami tetap bisa saling menghargai satu sama lain walau berbeda.
Kalian tahu, ini semacam prinsip. Aku memegangnya dengan erat—yang mungkin akan dinamakan orang lain dengan "keras kepala". Namun, jika aku bisa memberikan sebuah contoh... sama halnya dengan bagaimana aku bisa memakan ayam yang dijual di pasar atau kedai, tetapi tak bisa memakan ayam peliharaanku sendiri. Menurutku, itu terlalu kejam. Bagaimana mungkin seseorang bisa memakan mahkluk yang ia beri makan dan temui setiap hari?
Namun, sekali lagi Papi segera menepis pertanyaanku dengan logika Jermannya. Ia mengatakan bahwa itu hanya semacam strategi orang-orang yang ingin mendapatkan keuntungan lebih. Katanya, dana untuk membeli anak ayam dan membesarkannya jauh lebih murah daripada membeli ayam siap potong. Saat itu aku jadi ingat bahwa Mami juga pernah menyinggung kata "GRATIS" saat aku menyarankannya untuk membeli ikan di pasar. Jadi, aku pun mencoba memahami... Aku ingin lebih memahami.
Namun, suatu hari sesuatu terjadi dan menggeser pemahamanku.
Aku akan mengenalkan kalian kepada Tante Rosaline, salah satu sahabat baik Mami. Ini akan menjadi salah satu kisah yang menyedihkan. Jadi, aku mohon pada kalian... bersiaplah.
»©»©»©»
Kira-kira ada misteri apa lagi ya? Nantikan VISIBLE selanjutnya! :)
Did you enjoy chapter 13 of VISIBLE 2?
Beri dukungan terhadap penulis dengan cara follow Wattpad: Ensatrixie, klik tanda bintang (☆) di bawah, bantu mempromosikan cerita ini di medsos atau kepada teman-teman kalian 💕
*Cerita ini merupakan karya original yang memiliki HAK CIPTA dan dilindungi oleh Undang-Undang. Di larang keras untuk mengkopi atau menerbitkan tanpa seizin penulis.
Thank you so much for your support and attention!
Love, Ensatrixie (IG), xoxo.
- Bersambung -

KAMU SEDANG MEMBACA
Books #1-3: The VISIBLE Series (Wattpad Books Edition)
HorrorBerdasarkan KISAH NYATA. - VISIBLE 1 (1997-2002): Horror - Mystery ✔ - VISIBLE 2 (2002-2005): Horror - Mystery ➡ Ongoing - VISIBLE 3 (2006-2007): Horror - Mystery ➡ Coming up in December 2021. Ps: New Versions!