"Masing-masing individu memiliki tingkat emosional yang berbeda, begitu pula dengan cara mengekspresikannya."
Kuta, 1999.
Tempat pertunjukkan seni terdiri dari beberapa undakan tangga yang mengarah ke bawah. Di bagian tengahnya ada gapura Bali buatan yang difungsikan sebagai pintu masuk bagi pengisi acara. Dulu aku pernah ikut mengisi acara pentas seni di tempat tersebut. Hasilnya, aku jadi tahu bahwa perasaan saat berada di undakan dan panggung pertunjukan sangatlah berbeda.
Beberapa kali aku pernah melihat hantu perempuan yang mirip dengan perempuan "Jambu Air" beterbangan di atas area pertunjukan ini, termasuk sekarang. Tahukah kalian? Tempat ini seperti jalur perlintasan yang dimiliki oleh manusia. Sementara semua orang tak terlihat terganggu, aku berpura-pura tak melihat.
Malam ini cukup sepi, yang menonton tak lebih dari sepuluh orang, baik wisatawan lokal maupun luar negeri. Namun, hal tersebut sama sekali tak mempengaruhi permainan "Om-Om baleganjur," begitu aku menyebutnya. Aku mengajak kedua orang tuaku untuk duduk di undakan yang paling atas, berharap bisa menikmati pertunjukan baleganjur sekaligus sinar bulan.
Saat duduk tiba-tiba sesuatu terjadi padaku. Aku bangkit berdiri lalu mulai menari sebuah tarian Bali mengikuti irama baleganjur. Aku merasa ingin tersenyum dan menari terus menari... terus menari... terus menari tanpa henti, padahal selama ini aku hanya pernah mempelajari tari balet, sama sekali tak pernah mempelajari tari tradisional. Ajaib, bukan?
Alunan baleganjur terdengar semakin indah dan sinar bulan seakan meresap ke dalam jiwaku. Mami dan Papi tersenyum memperhatikanku, begitu juga dengan orang-orang sekitar, termasuk Tante "Artis" dan Om-Om baleganjur. Semuanya terasa menyenangkan. Aku menjadi ahli menari dalam sekejap.
Namun, ada sesuatu yang terasa asing. Rasanya seperti di tengah-tengah ambang kesadaran. Tubuhku terasa setengah melayang dan kedua kakiku mati rasa. Aku sadar bahwa ada sesuatu yang sedang berusaha mengambil alih tubuhku. Bukan, bukan itu. Ini seperti tuntunan atau arahan. Di belakangku seperti ada guru tari yang sedang mengarahkan bagaimana caranya menari dan aku hanya mengikuti setiap gerakannya. Sekitar sepuluh menit kemudian, aku menyadari bahwa ini sudah melewati batasku. Aku merasa lelah dan badanku terasa sakit. Yang paling berat adalah bagian pundak menuju tengkuk.
"Sudah, ah. Berhenti. Aku capek!" seruku kemudian.
"Lah, yang nyuruh kamu nari siapa?" tanya Mami.
Papi menepuk-nepuk tempat kosong yang ada di sebelahnya. "Ayo, duduk biar nggak capek."
Tiba-tiba tubuhku terasa lebih ringan. Aku mengenyitkan dahi lalu kembali duduk.
Saat aku menoleh ke arah belakang, aku melihat hantu penari yang tadi berada di taman sedang menari di belakang kami. Tak lama kemudian, muncullah Barong, berdiri tepat di samping kirinya. Mungkin jika dilihat sekilas, orang akan mengira bahwa mereka sedang melakukan duet tari. Namun, bukan itu yang sebenarnya terjadi. Si Barong sedang menegur hantu penari tersebut. Dan aku pun mulai memahami situasi.
"Tidak apa-apa, Barong. Aku tidak apa-apa," aku cepat-cepat memberitahu lewat batin, menahan diri untuk tak mengeluarkan suara.
Sampai saat ini aku masih berusaha beradaptasi dengan cara komunikasi kami. Barong hanya menampilkan gambar atau berbicara lewat batin. Walau sudah mengalami beberapa kali, tetapi rasanya tetap aneh. Tak mendengar suara, tetapi bisa mengerti.
Si Barong menatapku sekilas lalu kembali menatap hantu penari. Sementara itu, hantu penari justru mengabaikan kami dengan terus asyik menari.
"Ensa, sebenarnya dia sama sekali tidak jahat. Tidak bermaksud mengganggu atau menghantui. Hanya saja caranya itu yang—"
Aku menyela Barong dengan sebuah anggukkan sambil memandangi hantu penari tersebut dari ujung kepala hingga ujung kaki. Rupanya ia tak mengenakan alas kaki. Benar-benar mirip seperti penari "manusia", tak ada bedanya.
"Apa yang sebenarnya ingin dia sampaikan, Barong?" Aku berusaha bersikap tenang agar tak membuat kedua orang tuaku curiga.
"Menurut dia, menari itu menyenangkan. Dan karena dia tahu bahwa kita berteman, jadi, dia ingin kamu mempelajari tari Bali agar kamu turut merasakannya," jelas Barong, membuat hantu penari tersebut menari sambil tersenyum.
»©»©»©»
Hantu paling menarik seperti apa yang pernah kalian temui? Tulis di kolom komentar ya. I'd love to read it, but remember to keep comments respectful©
Did you enjoy chapter 23 of VISIBLE 1?
Beri dukungan terhadap penulis dengan cara follow Wattpad: Ensatrixie, klik tanda bintang (☆) di bawah, bantu mempromosikan cerita ini di medsos atau kepada teman-teman kalian 💕
*Cerita ini merupakan karya original yang memiliki HAK CIPTA dan dilindungi oleh Undang-Undang. Di larang keras untuk mengkopi atau menerbitkan tanpa seizin penulis.
Thank you so much for your support and attention!
Love, Ensatrixie (IG), xoxo.
- Bersambung -
KAMU SEDANG MEMBACA
Books #1-3: The VISIBLE Series (Wattpad Books Edition)
HorrorBerdasarkan KISAH NYATA. - VISIBLE 1 (1997-2002): Horror - Mystery ✔ - VISIBLE 2 (2002-2005): Horror - Mystery ➡ Ongoing - VISIBLE 3 (2006-2007): Horror - Mystery ➡ Coming up in December 2021. Ps: New Versions!