7. BANDARA

1.1K 31 6
                                    

"Setiap tempat akan selalu memiliki sejarah dan kenangan, beberapa di antaranya terselimuti perubahan zaman."


Tuban, 2003.

Sebelum berangkat ke sekolah aku dan kedua orang tuaku menyempatkan diri untuk sarapan di sebuah rumah makan yang letaknya tak begitu jauh dari bandara. Sejak TK, semur daging dan es jeruknya yang enak telah menjadi kesukaanku. Namun, hari ini...

"Ayo, Ensa, nanti kita terlambat," kata Mami saat melihat aku tak menyentuh makananku. "Kamu tahu nggak di dunia ini banyak sekali orang yang mati karena kelaparan? Ayo, syukuri apa yang ada di atas piring dan cepat makan!" tambahnya kemudian.

Dan aku hanya terdiam.

Tak ada yang salah dengan makananku, tetapi jika boleh jujur, sebenarnya hari ini kondisiku sedang tak baik. Sejak bangun tidur aku merasa tak enak badan dan pusing. Namun, sayangnya, hari ini aku ada ulangan dan kebetulan guru yang mengajar galak. Jadi, aku bertekad untuk tetap masuk walaupun hanya setengah hari.

Aku bersandar pada kursi lalu melihat ke arah jalan yang beraspal. Entah bagaimana dalam sekejap semuanya berubah. Tiba-tiba aku sudah berdiri di depan rumah makan dan terkejut mendapati jalan yang berubah menjadi tanah biasa. Rasanya seperti berada di tempat lain walau aku sadar masih berada di tempat yang sama. Mencoba mengabaikan hal tersebut, aku pun memutuskan untuk mulai memperhatikan keadaan sekitar.

Di bagian seberang jalan, aku melihat sekumpulan semak belukar dan beberapa orang yang sedang lalu-lalang. Yang mendominasi adalah pria-pria yang tak mengenakan pakaian, hanya sehelai kain yang dililit sebatas pinggang. Dagu mereka berjanggut dan rambut mereka juga terlihat agak panjang. Banyak yang sedang membawa barang, entah apa, tetapi ada juga yang sedang membawa ayam jago. Jika diperhatikan lebih saksama, tak ada satu pun dari mereka yang mengenakan alas kaki. Rasanya seperti kembali ke masa yang sangat lampau.

Aku mengerjapkan mataku lalu mendapati semuanya kembali berubah. Namun, bukannya kembali ke rumah makan, kali ini aku melihat sebuah pemandangan dari masa yang berbeda.

Di langit ada beberapa pesawat tempur yang sedang mengudara. Banyak suara yang tumpang-tindih, tak bisa kudengar dengan jelas, tetapi secara keseluruhan erat kaitannya dengan hal-hal mengenai perang. Tak ada satu pun penduduk yang terlihat seolah-olah ini kawasan khusus atau terlarang. Perasaanku langsung menjadi berdebar-debar, gelisah dan takut. Namun, anehnya juga penuhi dengan tekad ingin mengetahui lebih lanjut.

"Tidak apa-apa. Semuanya akan berakhir sebentar lagi." Itulah satu-satunya suara yang terdengar jelas di telingaku. Saat aku menoleh, aku menemukan seorang pria dengan pakaian tentara lengkap sedang berjongkok sambil meremas-remas kedua tangannya.

"Ensa!!!" seru Mami, membuat aku tersadar tepat sebelum terjatuh dari kursi.

"Awww...!" eluhku, mengusap siku yang membentur lantai sambil mengerjap-ngerjapkan mata. Kini seluruh tubuhku terasa sakit tak terhingga seperti ada sesuatu yang menguras habis tenagaku. Namun, aku bisa memperkirakan apa yang telah terjadi. Menurutku, perpaduan penglihatan dan kondisiku yang sedang lemah adalah penyebabnya.

"Kok bisa itu loh!" eluh Papi sambil membantuku berdiri.

"Kamu ini disuruh makan malah ngelamun," omel Mami.

"Aku nggak enak badan," akuku pada akhirnya, kembali duduk sambil memandangi piring.

Papi yang sudah kembali duduk di seberangku menempelkan telapak tangannya pada dahiku. "Loh, anak ini demam! Kok kamu nggak ngomong sih? Kalau gitu nggak usah masuk hari ini."

"Bukannya hari ini kamu ada ulangan?" Mami mengingatkan.

"Ulangan bisa nyusul. Ini makanan dibungkus saja. Ayo, kita pulang," kata Papi dengan tegas lalu menggendongku menuju ke mobil.

Aku dan Mami pun tak berani mendebatnya.

Saat mobil kami sudah melaju, kami menuju ke arah bandara. Ini adalah salah satu jalan favoritku karena di penghujung jalan, tepat di lampu merah, aku sering sekali melihat pesawat terbang yang sedang lepas landas. Uniknya, di belakang bandara tersebut ada wilayah perairan yang menuju laut lepas. Aku pernah mendengar selintingan mengenai cerita bidadari yang pernah mandi di sana. Aku bertanya-tanya: apakah selendang mereka juga ada yang tertinggal seperti dalam kisah Jaka Tarub? Atau bagaimana? Sayangnya, aku tak mengetahui bagaimana kelanjutan kisah tersebut.

Entah mengapa, tiba-tiba aku kembali terbayang akan pesawat tempur dan bunyi tembakan. Aku tak menyangka bahwa jalan yang sering kulalui ini ternyata memiliki energi yang kuat dan bersejarah.

Lalu aku pun teringat akan Siemen. Aku rasa kini aku bisa lebih memahaminya. Menjadi anak kecil tak berdaya yang berada di bawah kendali ayah yang menakutkan dan hidup di zaman perang pasti sangat mengerikan. Kasihan sekali, Siemen.

Tepat saat posisi mobil tak begitu jauh dari jalan masuk bandara, aku menegakkan tubuhku karena terkejut ada yang memanggil.

"Ensa," begitu katanya. Suara tersebut terdengar tegas, tetapi juga lembut.

Dengan segenap hati, aku menahan diri untuk tak mempertanyakan bagaimana ia bisa mengetahui namaku. Namun kemudian, aku justru mendapat sebuah vision mengenai sebuah pohon dan... pura (?) yang rasanya begitu familiar, entah mengapa. Sayup-sayup aku mendengar ada begitu banyak suara perempuan bernada ramah yang entah membicarakan apa.

"Apa di sekitar bandara ada pura, candi atau semacamnya?" tanyaku kepada orang tuaku.

"Mami nggak tahu, nggak pernah memperhatikan," jawab Mami.

"Papi juga nggak tahu, tapi mungkin saja. Pura, kan, ada banyak. Kenapa memangnya?" Papi melirikku dari spion tengah.

Ada yang memintaku datang ke sana, batinku dalam hati lalu memalingkan wajahku ke arah jendela, memperhatikan pemandangan yang disuguhkan oleh jalan. "Bukan apa-apa. Cuma penasaran saja," jawabku pada akhirnya.

*NB: Selama bertahun-tahun, setiap melalui jalan tersebut, aku selalu merasa terpanggil. Namun, walau sering pergi ke bandara atau hanya sekedar melewatinya, sampai sekarang aku masih tak memiliki kesempatan untuk berkunjung ke tempat (pura/candi) yang dimaksud.

»©»©»©»

Did you enjoy chapter 7 of VISIBLE 2?

Beri dukungan terhadap penulis dengan cara follow Wattpad: Ensatrixie, klik tanda bintang () di bawah, bantu mempromosikan cerita ini di medsos atau kepada teman-teman kalian 💕

*Cerita ini merupakan karya original yang memiliki HAK CIPTA dan dilindungi oleh Undang-Undang. Di larang keras untuk mengkopi atau menerbitkan tanpa seizin penulis.

Thank you so much for your support and attention!

Love, Ensatrixie (IG), xoxo.

- Bersambung -

Books #1-3: The VISIBLE Series (Wattpad Books Edition)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang