23. TUDUHAN

468 21 6
                                    

"Selalu akan ada peluang untuk kesalahpahaman bila kita berada di sisi yang lain."

Lumajang, 2003.

Setiap kali berkunjung ke rumah Nenek yang ada di Surabaya, biasanya aku dan Mami juga menyempatkan diri untuk mengunjungi rumah Ranny yang terletak di daerah Lumajang. Perjalanan yang kami tempuh termasuk cukup panjang, butuh beberapa jam untuk bisa tiba di sana. Dalam kondisi sehat, aku tak pernah merasa bosan karena aku senang memperhatikan pemandangan yang disajikan selama perjalanan.

Saat mobil yang kami naiki melalui rumah-rumah penduduk, aku selalu tertarik pada para wanita yang masih menggunakan jarik khas Jawa dengan rambut yang selalu dimodel sanggul. Belum lagi pemandangan yang menunjukkan rumah-rumah tanpa pagar yang langsung memperlihatkan kegiatan yang sedang dilakukan di bagian teras, serta panorama gunung dan sawah yang memukau. Semuanya terasa unik dan khas, sayang untuk dilewatkan. Biasanya kami berangkat pada saat pagi-pagi buta dan tiba sekitar satu jam setelah waktu makan siang.

*Kain bermotif batik.

"Ensa, ayo, turun," ajak Mami saat mobil travel kami sudah berhenti di depan sebuah rumah makan, salah satu tradisi wajib yang sudah berjalan selama bertahun-tahun. Perusahaan travel langganan keluarga kami sepertinya langgeng sekali bekerja sama dengan rumah makan ini.

Aku langsung bersemangat karena tahu apa yang akan kami pesan. Mami akan memesan nasi rawon dan es teh manis, sementara aku akan memesan empal gepuk dan es jeruk. Itu seperti menu-menu wajib!!!

Rumah makan ini selalu memiliki banyak karyawan, tetapi setiap tahunnya selalu digantikan dengan wajah-wajah baru yang masih muda. Selain itu, aku rasa rumah makan ini merupakan salah satu yang terlengkap di daerah Lumajang karena selain menyediakan makanan siap santap, rumah makan ini juga menjual beraneka macam oleh-oleh dan roti buatan sendiri yang masih hangat.

Namun, lagi-lagi... dari sekian banyak macam, Mami selalu melakukan hal yang sama setiap tahunnya. Ia selalu membelikanku jajanan tradisional yang bernama Carang Mas yang terbuat dari ubi dan gula merah. Rasanya manis dan gurih, renyah saat digigit. Aku akan memakan camilan tersebut secara perlahan sambil menikmati pemandangan dan dapat dipastikan bahwa aku tak pernah melewatkannya hingga gigitan terakhir.

Di menit-menit terakhir sebelum kembali melanjutkan perjalanan, Mami selalu mengajakku untuk pergi ke kamar mandi rumah makan tersebut. Sayangnya, kami selalu berdebat karena aku selalu menolak untuk pergi ke sana.

"Cepat! Masuk ke kamar mandi, Ensa!" seru Mami.

"Nggak mau. Aku nggak pengen pipis," bantahku. Kamar mandi rumah makan tersebut lumayan bersih, tetapi tetap ada makhluk yang menghuni di sana.

"Ini anak kalau dibilangin orang tua! Nanti kamu ngompol loh!"

"Kalau aku masuk, aku justru ngompol!" bantahku untuk yang kedua kali.

Mami kehilangan kesabaran dan berakhir dengan menjewerku hingga aku pun akhirnya masuk ke kamar mandi tersebut. Kebanyakan yang menghuni kamar mandi tersebut merupakan sosok Kun-kun, tetapi apesnya kali ini aku justru bertemu makhluk berbulu lebat yang besar dan bertanduk. Ia memandangiku hingga seluruh bulu kudukku terangkat. Parahnya, gayung yang sedang kupegang terjatuh dan celanaku menjadi basah!!!

Saat aku keluar dari kamar mandi, Mami menuduh jika aku sudah mengompol karena tak menuruti perkataannya. Dan untuk yang kesekian kali aku malas untuk berdebat.

»©»©»©»

Did you enjoy chapter 23 of VISIBLE 2?

Beri dukungan terhadap penulis dengan cara follow Wattpad: Ensatrixie, klik tanda bintang () di bawah, bantu mempromosikan cerita ini di medsos atau kepada teman-teman kalian 💕

*Cerita ini merupakan karya original yang memiliki HAK CIPTA dan dilindungi oleh Undang-Undang. Di larang keras untuk mengkopi atau menerbitkan tanpa seizin penulis.

Thank you so much for your support and attention!

Love, Ensatrixie (IG), xoxo.

- Bersambung -

Books #1-3: The VISIBLE Series (Wattpad Books Edition)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang