30. BERSATU DENGAN ALAM

1.2K 26 9
                                    

"Semua manusia memiliki impian, termasuk kembali dengan cara yang indah."

XXXX, Bali, 2000.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Saat matahari mulai tenggelam, menorehkan cahaya keemasan unggulan miliknya, aku mengajak Mami ke bibir pantai untuk menikmati pemandangan tersebut dari jarak yang lebih dekat. Aku rasa ini adalah momen yang ditunggu semua orang. Kebanyakan dari mereka sibuk mengambil foto, tak mau kehilangan momen tersebut. Namun, di tengah-tengah itu semua, perhatianku justru teralihkan pada hal lain.

Aku melihat ada seorang perempuan yang sedang bersimpuh, tak jauh dari tempat kami berdiri, tepatnya di bagian sisi kiri belakang Mami. Rambut perempuan tersebut sangat panjang dan ikal, terurai di depan kedua tangannya yang sedang menutupi wajah. Lalu aku mendengar perempuan tersebut menangis tersedu-sedu seakan tengah meratapi kematian.

Aku menggoyang-goyangkan lengan Mami. "Mi, ada yang nangis," aku memberitahu sambil menggerakkan dagu ke arah perempuan tersebut.

Mami menoleh ke arah belakang. "Mana?"

"Ini loh, di kiri belakang Mami."

"Di mana?" ulang Mami.

"Ini, Mi," kataku sambil menunjuk.

Mami menatapku dengan tatapan tak mengerti. "Nggak ada orang, Ensa. Nggak ada yang nangis."

Saat aku kembali melihat ke arah si perempuan, rupanya perempuan tersebut telah menurunkan tangannya dari wajah, memandangku sambil terkekeh.

"Astaga," gumamku. Detik itu juga aku langsung mengalihkan pandangan, berusaha tampak tak panik dan terusik.

"Kamu ini ada-ada saja," eluh Mami, meremas kedua bahuku.

Aku hanya diam hingga akhirnya hantu perempuan tersebut menghilang.

Berbicara mengenai pantai, aku memiliki sebuah ingatan yang membekas. Entah terjadi kapan atau di mana tepatnya—yang jelas, saat itu adalah saat di mana aku baru bisa berdiri, belum bisa berjalan dengan benar. Kedua orang tuaku tampak masih sangat muda, mereka begitu bersemangat mengajakku pergi piknik ke pantai. Ah, ya, Mami tak lupa membawa alas rajut tebal dan keranjang merah legendaris kesayangannya.

Selesai acara memakan bekal yang khusus dibuat sendiri, atau begitu yang kuingat, pantai yang tadinya ramai tiba-tiba mendadak menjadi sepi, hanya tinggal aku seorang. Cuaca kala itu berubah mendung, sama sekali tak ada matahari, langitnya berwarna putih keabu-abuan, seperti cuaca saat pagi-pagi buta. Angin berhembus sepoi-sepoi, sementara deburan ombak terdengar stabil. Namun anehnya, yang kurasakan hanya kehampaan, seperti sedang terjebak di alam lain, tempat yang tak seharusnya.

Books #1-3: The VISIBLE Series (Wattpad Books Edition)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang