Hi, Lovisible! Selamat malam. Sedikit cerita mengenai tema dunia "perikanan" yang ku angkat belakangan ini... Aku akui aku sendiri merasa ini adalah salah satu tema yang unik dan termasuk panjang. Saat menulis tema ini aku merasa seperti ada benang-benang yang saling berkesinambungan dan setiap kisahnya memiliki daya tarik tersendiri. Aku harap semoga kisah-kisah ini bisa bermanfaat dan mengetuk para hati yang mungkin masih tertutup. Yuk, mari kita pecahkan misteri demi misteri VISIBLE ini bersama! Happy Reading :)
"Setidaknya kita belajar dan berusaha daripada tidak sama sekali."
Denpasar, 2003.
Walaupun tempat yang kami pilih bisa dikatakan termasuk cukup bersih dibandingkan tempat lainnya, tetapi tentu saja masih ada beberapa sampah yang berserakan di sekitar kami. Melihat hal tersebut membuatku segera membungkus kedua tanganku dengan kantong plastik, hendak mengambil sampah-sampah tersebut. Namun, sebelum aku sempat melakukannya, Papi mencegahku dan melakukannya untuk kami.
Tak lama setelah Papi selesai membersihkan area di sekitar kami, aku justru melihat Om Umpan Lumut, sebut saja begitu, hendak membuang sampah kardus bekas minuman ke arah belakang tempat duduknya.
Merasa gemas melihatnya, dengan cepat aku berjalan mendekatinya lalu menyodorkan sebuah kantong plastik kepadanya. "Ini, Om."
Om Umpan Lumut langsung tersenyum canggung. "Oh, makasih. Tadi memang saya berniat mengumpulkan untuk dibuang ke tempat sampah," elaknya, menganggap tindakanku tersebut merupakan sebuah bentuk teguran.
Aku menunjuk bungkus keripik kentang yang sudah ia buang sembarangan terlebih dahulu. "Jangan lupa yang itu juga ya, Om," balasku kemudian.
Om Umpan Lumut mendecakkan lidahnya, merasa kesal karena telah tertangkap basah. "Iya, iya," katanya dengan diiringi nada 'cepat pergi sana, jangan ganggu'. Begitu juga dengan tatapan teman yang ada di sampingnya.
Karena aku merasa sudah menyampaikan apa yang perlu kusampaikan, kuputuskan untuk kembali kepada Papi. Namun, Papi justru menyambut dengan mata was-was.
"Jangan ganggu mereka." Papi memperingatkanku.
"Mereka duluan yang sudah mengganggu kepentingan orang banyak," jawabku cuek.
"Tapi masalahnya hari ini Papi mau pergi memancing untuk mencari ketenangan, bukannya bertengkar sama orang."
"Kok bertengkar? Apa hubungannya?" tanyaku tak mengerti.
Papi menghela napas panjang sambil mulai mengeluarkan perlengkapan memancing miliknya, kemudian memasang umpan cacing (yang lucu dan gemuk, tetapi sekali lagi... kata Papi, tidak semua orang akan berpikir seperti yang kupikirkan). "Walaupun orang itu salah, tapi orang itu bisa saja tersinggung karena kamu ingatkan. Walau niatmu baik, kamu juga harus belajar tentang..." Ada sedikit jeda sebelum ia melanjutkan perkataannya kembali. "Banyak hal yang nggak ada di buku pelajaran, termasuk karakter-karakter orang yang lebih baik dijauhi."
"Hmmm," jawabku, memakai satu-satunya jawaban terbaik yang aku miliki.
"Bagaimana dengan kamu? Apa kamu pernah membuang sampah sembarangan?" tanya Papi kemudian, membuat aku merasa terkejut.
Tak butuh waktu lama untuk menjawabnya. "Pernah," akuku secara terang-terangan. "Tapi gara-gara itu aku jadi merasa bersalah sampai terbayang-bayang terus."
"Oh, ya?"
"Ya. Aku takut sampah yang sudah aku buang sembarangan bisa membuat kecelakaan orang atau dimakan sama binatang liar. Setelah memikirkan hal-hal yang mungkin bisa terjadi karena hal remeh dan kemalasan, sejak itu aku jadi selalu membuang sampah pada tempatnya."
Papi kembali menghela napas panjang, tetapi kali ini sambil tersenyum.
•🌙•🌙•🌙•
"Dapat!!!" seru Papi sambil menggulung senar dengan penuh semangat.
Saat kail sudah terangkat dari permukaan air tampaklah seekor ikan mujair kecil yang sedang bersusah payah agar terlepas dari alat pancing Papi. Dengan cekatan, Papi segera menangkap tubuh ikan tersebut lalu melepaskan kail yang tersangkut di mulutnya dan mengembalikannya ke dalam sungai.
Aku tersenyum sambil mengenang. Dulu, saat pertama kali melihat kejadian tersebut, aku tak mengerti alasan Papi melakukannya dan langsung menanyakan sebabnya dengan nada tidak sabar. "Kenapa Papi mengembalikan ikannya?" begitu pertanyaanku. Papi pun tersenyum sambil menjelaskan bahwa para ikan kecil tidak boleh diambil karena dapat menyebabkan jumlah mereka berkurang drastis, bahkan menjadi habis. Mereka harus dibiarkan tumbuh menjadi dewasa agar bisa terus berkembangbiak. Namun, saat aku mengetahui bahwa tidak semua ikan yang sudah terkena kail bisa bertahan hidup... sejak itu pula aku memutuskan untuk tak memancing (hanya ikut untuk menikmati pemandangan alam).
•🌙•🌙•🌙•
Did you enjoy chapter 12 of VISIBLE 2?
Beri dukungan terhadap penulis dengan cara follow Wattpad: Ensatrixie, klik tanda bintang (☆) di bawah, bantu mempromosikan cerita ini di medsos atau kepada teman-teman kalian 💕
*Cerita ini merupakan karya original yang memiliki HAK CIPTA dan dilindungi oleh Undang-Undang. Di larang keras untuk mengkopi atau menerbitkan tanpa seizin penulis.
Thank you so much for your support and attention!
Love, Ensatrixie (IG), xoxo.
- Bersambung -
KAMU SEDANG MEMBACA
Books #1-3: The VISIBLE Series (Wattpad Books Edition)
HorrorBerdasarkan KISAH NYATA. - VISIBLE 1 (1997-2002): Horror - Mystery ✔ - VISIBLE 2 (2002-2005): Horror - Mystery ➡ Ongoing - VISIBLE 3 (2006-2007): Horror - Mystery ➡ Coming up in December 2021. Ps: New Versions!