"Setiap orang memiliki rahasia, begitu juga dengan Siemen."
Kuta, 1999.
Bagiku, Siemen adalah seorang pendeteksi yang andal. Ia sering membantuku melarikan diri dari Agra dengan menyadari kehadiran Agra lebih cepat daripada diriku. Aku pikir itu semacam bakat, semacam radar khusus yang ia miliki sendiri. Jika Agra muncul dari arah kanan, Siemen akan segera menyuruhku berlari ke arah kiri. Begitu pula sebaliknya. Pernah suatu kali kami dalam kondisi terdesak karena Agra yang baru keluar dari kelas langsung menuju ke area bermain. Dengan cepat, Siemen mengajakku bersembunyi di belakang "benteng". Seorang Suster yang sedang lewat tiba-tiba menghampiri dan menarik telingaku karena menganggapku sebagai calon perusak tanaman. Sementara itu, Siemen lagi-lagi sudah menghilang. Cepat sekali larinya.
"Menjauhlah dari musuh atau kamu akan mati," bisik Siemen, entah muncul dari mana, setelah Suster sudah pergi.
"Itu hanya Suster, Siemen," kataku sambil memutar kedua bola mata.
"Dia musuh. Mereka-orang dewasa musuh."
Aku hanya bisa mendengus.
Suatu hari orang tuaku sangat terlambat menjemput dan menelepon Suster. Suster melarangku keluar dari sekolah dan memintaku untuk menunggu orang tuaku di area bermain. Saat itu keadaan sekolah sudah sangat sepi. Murid-murid hanya tinggal lima orang: Aku, Siemen dan tiga orang lagi merupakan murid playgroup.
"Maaf, kami telat, Sus. Tadi... bla, bla, bla," kata Mami yang baru datang kepada Suster.
Mami, Papi dan Suster berdiri di dekat mading, sementara aku masih duduk bersama Siemen di undakan tangga tepi area bermain.
"Pulanglah. Kamu sudah dijemput," kata Siemen.
Aku justru sedih mendengarnya. Hari ini Siemen kembali terlambat dijemput. "Apa hari ini kamu juga nggak mau ditemani?"
Siemen menggeleng.
"Siemen, aku rasa orang tuaku mau mengantar kamu pulang. Kita bisa pulang bersama-sama."
Siemen kembali menggeleng sambil menunduk.
Aku menghela napas lalu mengambil tasku. "Bye, Siemen. Sampai besok."
"Bye, Ensa. Jangan lupa belajar membedakan huruf 'c' dan 'j'," katanya.
Aku terdiam. Hari ini Ibu guru menyuruh para murid menulis sebuah kata dengan benar di papan tulis sebelum memperbolehkan kami beristirahat. Aku mendapatkan kata "rujak", tetapi aku justru menulisnya dengan kata "rucak" karena aku masih bingung membedakan huruf 'c' dan 'j'. Lucy, salah satu teman dekatku yang kebetulan juga sedang disuruh menulis di papan tulis, menyenggol lenganku lalu membantuku mengoreksinya. Namun...
"Dari mana kamu tahu?" tanyaku pada Siemen.
"Aku mengintip lewat jendela. Tadi kelasku sudah istirahat duluan."
"Oh."
"Agra juga ikut mengintip," ia memberitahu.
Aku melipat kedua tangan sambil mendelik. "Jangan dibicarakan," kataku, berjalan meninggalkannya.
Siemen terkekeh di belakangku.
"Ensa, maaf, ya, hari ini Mami sama Papi telat jemput," kata Mami sambil memelukku sekilas saat aku datang menghampiri.
Aku mengangguk, kemudian menyalami tangan Suster.
"Dari tadi Ensa ngomong sama siapa?" tanya Suster, menahan tanganku.
Aku melihat Siemen tersenyum sambil berlari ke arah ujung area bermain, dekat para anak playgroup. Ia memutar tubuhnya lalu memandangku. Aku menunjuk ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Books #1-3: The VISIBLE Series (Wattpad Books Edition)
HorrorBerdasarkan KISAH NYATA. - VISIBLE 1 (1997-2002): Horror - Mystery ✔ - VISIBLE 2 (2002-2005): Horror - Mystery ➡ Ongoing - VISIBLE 3 (2006-2007): Horror - Mystery ➡ Coming up in December 2021. Ps: New Versions!