"Tak kusangka mudah sekali menangkap putri si bengis."
Seorang pria dengan bekas luka di rahangnya yang kokoh, merasa bangga atas tangkapan besar yang tidak diduganya.
Dengan menangkap perempuan berpakaian heboh ini, dia dapat memenuhi impiannya, impian kelompoknya, juga impian seluruh masyarakat tempatnya tinggal.
"Lowo, bukannya putri dia dikatakan cantik jelita? Ini gendut sekali," tanya seorang pria yang bertelanjang dada. Bagian bawah tubuhnya dibalut dua jengkal kain tenun bergaris-garis.
Teman-temannya memakai kain senada, hanya saja lebih panjang menutupi lutut dan betis mereka.
"Mondho, bukan putri dia yang menjejakkan kaki di tanah kita yang kumaksudkan, melainkan kita mendapatkan putri atasannya! Dia adalah tuan putri ndut kesayangan Maharaja dan Mahapatih!"
Orang yang dipanggil Lowo dan memiliki bekas luka di rahangnya, menatap intens seorang anak perempuan yang kaki dan tangannya terikat tali dengan kuat.
Dia memastikan, perjuangan mereka melawan orang-orang yang datang dari negeri seberang, akan membuahkan hasil.
Awalnya dia hendak menangkap putri cantik jelita dari seorang tumenggung yang datang ke negerinya dan mencoba merebut tanah leluhurnya.
Siapa menyangka? Di dalam kereta kuda yang mereka kepung, justru ada putri ndut yang semestinya dijaga ketat berlapis lapis penjaga.
Apa pun itu. Dia merasa senang sudah menangkap ikan besar yang akan memuluskan jalannya.
"Mano, hentikan! Jangan menyentuh dia lagi," tegur Lowo pada seorang laki-laki yang terus mencubit gemas pipi tahanan.
Ada setitik rasa tidak tega pada seorang gadis yang nampak lugu dan polos. Dia tidak mau menyakiti gadis itu. Dia hanya menggunakannya sebagai perantara untuk kedamaian negeri.
"Dia lucu sekali pak ketu, pipinya seperti apem." Mano terus menerus mencubit pipi tembam sang tuan putri. Mengabaikan titah sang ketua.
"Iya 'kan, Reo?" Mano mencari pembenaran pada temannya, yang sedang bersandar di pohon.
"Wanita itu menyebalkan," ketus Reo berlalu pergi menjauh dari pria gesrek pecinta gadis-gadis gendut.
Bagaimana mungkin pria gagah rupawan seperti mereka menyukai gadis gendut?!
Lagi pula, semua wanita itu menyebalkan. Mereka hanya tahu caranya bertengkar.
Reo tak suka dengan makhluk yang bernama wanita.
"Tapi melalui wanita ini, mungkin saja kita dapat mewujudkan keinginan kita," sela Mondho.
"Kalau kalian ingin mewujudkan keinginan, pergilah ke gua di Kelimutu," interupsi suara yang asing.
Seorang kakek tua dengan tongkat di tangannya, berjalan lurus melewati tempat mereka.
Seolah tempat berkumpul kelompok mereka adalah jalan umum yang bisa dilewati begitu saja.
Para pria besar itu sontak mengambil senjata dan bersiap siaga.
Tidak ada yang menyadari kedatangan kakek ini, padahal mereka sudah membangun sihir pelindung, yang akan membuat siapa pun terdeteksi bila mendekat dalam jarak kurang dari sepuluh hasta.
"Dia datang mencari sesuatu, bersamaan dengan itu keinginan kalian akan terwujud," imbuh kakek masih berjalan lurus tanpa menoleh ke arah lain.
"Apa maksud kakek?" tanya Reo waspada.
"Aku tidak ada maksud, hanya ingin berkelana," jawab kakek, kemudian menghilang di ujung jurang.
Jurang sedalam seratus ribu hasta, tidak mungkin ada yang selamat, bila terjatuh ke sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]
Historical Fiction⚠ Peringatan ⚠ Mengandung unsur 21+ Harap bijak dalam memilih bacaan. Dia terbangun dari komanya dan melupakan segala yang telah terjadi di sepanjang tidurnya. Dia lupa bahwa dia pernah berpindah ke zaman keemasan dan menjadi perempuan dengan deraja...