"Apa ada yang kurang?" tanya Balaputra dari balik tirai ruangan Udelia.
Udelia ditempatkan di satu ruangan besar. Mereka berada di sebuah rumah besar yang merupakan istana kecil terbengkalai milik Sunda Galuh.
Niskala memiliki akses pada semua poperti bekas keluarga Kerajaan Sunda sebagai kompensasi kerusakan yang dibuat Sri Sudewi dan sebagai kompensasi atas dilarangnya Niskala dan keluarga ikut campur dalam urusan kepemerintahan.
Sepupunya yang congak berpikir semua sudah berjalan dengan benar. Mengintai segala tempat yang dimiliki Niskala. Wanita itu hanya memeriksa tempat yang indah dan bersih, menganggap Niskala sebagai anak manja seperti belasan tahun lalu.
Sri Sudewi tidak memeriksa gua-gua yang pernah disinggahi Niskala dan juga tidak memeriksa istana terbengkalai yang sengaja tidak dipugar.
Semua tempat-tempat kumuh itu dipenuhi dengan mitos setan dan jin jahat, membuat orang urung datang. Suasana dan bangunan yang dipilih Niskala mendukung segala mitos yang disebarkannya, tidak ada orang berani mendekati tempat persembunyiaannya.
Gua dan bangunan terbengkalai mungkin mengerikan jika dilihat dari luar. Kontras dengan bagian dalamnya yang nyaman dan bersih. Seperti istana terbengkalai yang diberikan Niskala pada Balaputra.
"Aku ingin pulang."
Udelia ingin pulang. Ingin kembali ke kehidupan yang damai. Hari-hari yang damai. Masa depan yang damai. Rencana masa depan yang datar, hancur sudah.
Rencana masa depan Udelia sangat sederhana. Dia hanya ingin menghabiskan masa kecil anak-anak bersama dengannya dan sang suami, memasukkan mereka ke akademik, lalu menikahkan mereka dengan orang yang tepat, dan berakhir dengan menyongsong masa tua bersama cucu-cucu yang imut.
Semua hancur ketika Mahapatih datang. Semakin hancur ketika Candra memeluk wanita tanpa memikirkan perasaannya.
Udelia melirik tirai yang disibak, Balaputra melangkah memasuki kamarnya. Buru-buru Udelia membenahi pakaiannya, berdiri menyambut tuannya.
Selama dia masih dalam genggaman Balaputra, dia hanyalah seorang budak rendahan yang diambil dari medan pertempuran.
Para pelayan terus membisikkan doktrin itu supaya wanita yang dibawa tuannya tidak mencoba melarikan diri. Baru kali ini kesalahan-kesalahan ringan mereka tidak digubris Balaputra.
Juru masak dan kelompok pelayan yang menghidangkan masakan, tidak dihukum kala mereka memberikan nasi pulen yang keasinan.
Mereka sudah bersiap diri untuk menyambut kematian, sebagaimana rekan-rekan mereka sudah mendahului.
Menunggu hingga waktu makan usai, bahkan terus menunggu hingga dua kali waktu makan berlalu, tuan mereka tidak memarahi mereka, hanya karena wanita dari medan perang bersama anak laki-lakinya tidak protes menghabiskan hidangan yang ada.
"Saya masih berdarah, tuan," jelas Udelia takut-takut.
Penyakit mematikan adalah salah satu ketakutan terbesarnya.
Dia dengar dari guru yang mengajarinya, jikalau sedang keluar darah harus berani menolak untuk berhubung badan, atau kalau tidak darah akan terus menerus keluar, hingga selanjutnya tidak akan bisa berhenti dan tubuh akan kehabisan darah.
Jadi lebih baik mengulur waktu hingga sepekan dua pekan, daripada mati kehabisan darah.
Udelia tidak mau mati kehabisan darah.
Balaputra mengambil tangan Udelia lalu menumpuknya di atas paha wanita itu, kemudian dia meletakkan kepala di atas tangan Udelia yang menumpuk.
Wajahnya tampak damai dan nyaman.

KAMU SEDANG MEMBACA
TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]
Historical Fiction⚠ Peringatan ⚠ Mengandung unsur 21+ Harap bijak dalam memilih bacaan. Dia terbangun dari komanya dan melupakan segala yang telah terjadi di sepanjang tidurnya. Dia lupa bahwa dia pernah berpindah ke zaman keemasan dan menjadi perempuan dengan deraja...