"Ibunda.." panggil Rama kebingungan. Pria kecil itu terbangun di sebuah tempat asing, setelah tak sadarkan diri sejak sang ayahanda memeluknya erat.
Sengaja Candra menidurkan Rama, agar tidak timbul trauma akibat melihat kekejaman di masa kecil.
Candra tidak mau Rama menjadi takut padanya. Dia ingin membangun ikatan ayah dan anak, seperti ayahandanya membangun ikatan dengan dirinya.
Tak ingin juga Candra membiarkan Rama melihat bengisnya Hayan, yang kemungkinan akan berakhir di muara luka dan benci.
Dendam tak akan habis, bila kebencian tumbuh sejak masa kanak-kanak.
Walau tak suka bersaingan dengan Djahan dan Hayan —perihal satu wanita yang mereka cintai— Candra tak pernah berharap para penerus mereka bermusuhan hanya karena perasaan mereka yang saling bermusuhan.
Kesatuan negeri adalah salah satu prioritas yang Candra harap tidak akan pernah bubar.
Bhumi Maja adalah kampung halamannya. Candra tidak mau kampung halamannya rusak akibat dendam tak berkesudahan.
Bisa saja di kemudian hari Rama menjadi kuat dan mencoba membalaskan dendam kesakitan ayahandanya. Candra tidak mau. Ini urusannya. Dia yang akan selesaikan.
"Tuan muda, Anda sudah bangun–"
"JANGAN SENTUH ANAKKU!" teriak Udelia. Dia berlari masuk ke kamar yang ditempati Rama.
Wanita yang sedang menggendong bayi itu, menepis tangan dayang yang hendak meraih putra sulungnya.
Bayi dalam gendongan Udelia lagi lagi terkaget oleh teriakan sang ibunda. Bayi merah itu menangis dengan kencang.
Owek.. Owek..
"Cup.. cup.. sayang .. maafkan ibunda. Kaget ya sayang. Maaf ya sayang."
Udelia mengayunkan Raka yang menangis di gendongannya. Kemudian dia menatap nyalang para dayang yang diperintahkan melayani Rama, putra sulungnya.
"Keluarlah! Aku ingin bersama anak-anakku," titah Udelia setengah mendesis.
Udelia menggertakkan giginya. Para dayang seperti patung. Terus saja berdiri di sisi tembok, tak kunjung keluar sesuai perintahnya.
"Ibunda..?" cicit Rama memanggil sang ibunda. Teriakan Udelia membuat Rama sedikit terkejut.
"Maaf, sayang. Kamu pasti terkejut." Udelia mengusap rambut tebal Rama. Menyalurkan rasa aman, agar sang buah hati tidak takut padanya.
Rama memeluk tubuh ibunya. Dia memang terkejut, tapi tidak sampai takut pada sang bunda.
"Sayang bunda," ucap Rama manja.
"Ingat, sayang. Jangan memakan apa pun yang mereka berikan," pinta Udelia dengan mata memohon. Dia tidak memberi perintah. Dia ingin putranya melakukan sesuai kehendaknya sendiri.
Rama mengangguk dengan patuh. Dia menuruti perkataan ibundanya.
"Ik, Nda."
Udelia tersenyum melihat kepatuhan Rama. Dia duduk di sisi ranjang sembari memijat kepalanya yang pening. Semalaman suntuk dia tidak tertidur.
Sejak terpisah dengan Candra, sama sekali Udelia tidak dapat beristirahat. Rasa khawatir terus merajai hatinya. Udelia selalu was was dengan sekitar.
Rumah tempatnya bermalam dijaga sangat ketat, mereka tidak ditinggalkan barang satu detik pun.
Segala sesuatu yang hendak Udelia lakukan, telah terlebih dahulu dilakukan para dayang. Seperti saat memandikan Raka, dayang-dayang sudah menyiapkan air dan segala keperluan bayi.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]
Historical Fiction⚠ Peringatan ⚠ Mengandung unsur 21+ Harap bijak dalam memilih bacaan. Dia terbangun dari komanya dan melupakan segala yang telah terjadi di sepanjang tidurnya. Dia lupa bahwa dia pernah berpindah ke zaman keemasan dan menjadi perempuan dengan deraja...