075 - KAKAK IPAR

107 26 0
                                    

Udelia berpapasan dengan Djahan yang baru mengantar Candra. Pria yang juga melihatnya itu bergegas mendatangi Udelia. 

"Mau periksa?" tawar Djahan. 

Sejak ditemukan di markas para pemberontak, Udelia sudah diperiksa dengan ketat oleh para ahli. Namun Djahan masih khawatir atas kondisi Udelia. 

Selalu saja selang sehari atau dua hari Djahan bertanya tentang pemeriksaan Udelia, padahal tabib sudah berkata Udelia baik-baik saja. Ingatannya pun pulih. 

Udelia meraba wajahnya. Mungkin sembab di wajahnya membuat Djahan berpikir Udelia kembali sakit. 

"Tidak. Aku sudah sehat. Terima kasih." 

"Jangan terus mengucapkan terima kasih," tegur Djahan. Dia merasa asing tiap kali Udelia mengucapkan terima kasih. 

"Maaf, terima kasih, dan tolong adalah tiga kata dasar dalam sopan santun," terang Udelia terkekeh pelan mendengar wajah tak suka Djahan. Pria itu selalu saja bertindak manis.

"Baiklah. Terserah yang istriku mau," ucap Djahan.

"Aku ingin beristirahat. Malam nanti murid-muridmu mengadakan pesta."

"Akan kusuruh batalkan," tutur Djahan merasa Udelia tak nyaman dengan kebisingan. Apalagi kini ada dua anak kecil di rumahnya. 

"Tidak apa. Anak-anak tidak rewel," kata Udelia memahami kekhawatiran Djahan. 

Pria itu selalu saja berlaku lembut. Udelia sangat berterima kasih pada Djahan yang perhatian pada dua anaknya, meski bukan anaknya sendiri. 

Udelia jadi membayangkan akan sebahagia apa bila Djahan telah memiliki anak darinya.

Mungkin saja pria itu akan membuat pesta satu bulan lamanya.

"Benar?" tanya Djahan memastikan.

"Iya. Toh tidak setiap saat kan? Mereka pasti sudah jauh-jauh datang kemari."

"Kusiapkan pesta supaya anak-anak bisa ikut," janji Djahan. Dan Djahan tidak akan mengingkari janjinya.

Usai berkata begitu Djahan pamit untuk pergi meninggalkannya seorang diri. Udelia menanti kehadiran putranya yang sedang dimandikan. Tidur siang hanya berlaku satu atau dua jam bagi Rama. Raka sendiri antara tidur dan bangunnya sudah mulai seimbang.

Raka tertawa khas bayi saat diangkat Udelia. Bocah itu tidur selama perjalanan dan sudah saatnya kembali makan.

Udelia memasukkan Raka dalam gendongan dan menyusuinya di dalam sana. Dia membawa Raka berkeliling. Melihat-lihat rumah yang tidak banyak berubah.

"Hei kamu!" teriak Udelia memanggil dua orang pengawal yang sedang mengambil air dari dalam sumur dengan sebuah gerabah yang diikatkan pada sebuah tali untuk menariknya ke atas. 

"A-anda ..." 

Udelia mengulas senyum. Dua pengawal itu adalah dua orang yang menolaknya saat datang bersama Maya. 

Saat itu wajah Udelia sangat kusam karena perjalanan jauh dan tidur beratapkan langit. Kemudian rupanya menjadi ayu karena terawat di kediaman Ekadanta, saat itu bisa saja para pengawal melupakan wajahnya.

Tapi kini wajah Udelia kembali mengusam karena bertapa lima belas hari tanpa henti. Pun perjalanan dari Wanua Mejeng ke Trowi, ibu kota Bhumi Maja, merupakan perjalanan jauh yang tidak sempat memikirkan bentukan wajah.

Dua pria itu pasti mengenalinya dengan jelas. 

Keduanya bergetar hebat. Jadi benar wanita itu adalah wanita yang sudah ditunggu Mahapatih, wanita yang dikatakan sebagian petinggi kediaman Mada sebagai Nyonya Mada.

TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang