"Anak kecil?"
"Benar, tuan. Sumber kekuatan para pemberontak ini adalah anak kecil."
"Bunuh saja."
Ruangan yang ramai seketika hening ketika Djahan mengeluarkan perintah. Mereka mengira salah menangkap dengar.
Mahapatih bukanlah pria berdarah dingin.
"Anak ini menyerap kekuatan sekitar. Mungkin bukan manusia. Kalau terus dibiarkan dia akan meledak," jelas Djahan. Final dengan keputusannya.
"Baik, Tuan Mahapatih!"
"Kalian pastikan saja tidak ada yang fokus pada anak itu dan aku akan membunuhnya dalam sekali serang."
Djahan mengetuk titik tengah di petanya. Menjabarkan strategi untuk menangkap anak kecil yang bukan manusia.
Demi keselamatan banyak orang, pengorbanan adalah hal yang dibutuhkan.
Entah harta, atau bahkan jiwa.
"Laksanakan!" titah Djahan.
"Siap laksanakan, Tuan!"
"Guru, bagaimana kalau aku yang melakukannya?" tawar Indra. Ada perasaan tak nyaman melihat gurunya mengambil misi berbahaya. Sekali pun dikatakan target mereka adalah anak kecil.
"Tidak. Kamu perhatikan sekitar. Bisa saja ada jebakan lain."
Djahan mengambil busur di tendanya. Melenggang pergi untuk melaksanakan strategi.
"Tlogo Rejo, air terjun sekar langit," batin Djahan.
Air pemandian para bidadari yang juga ada portal dimensi di dalamnya. Anak kecil yang mereka bahas adalah tumbal kekuatan untuk membuka paksa portal dimensi.
Padahal portal dimensi akan terbuka jika sudah waktunya.
Tapi semua itu hanyalah karangan para pemberontak untuk mendapat banyak dukungan.
Tidak ada konfirmasi baik dari Petapa Agung Fusena ataupun dari orang-orang habat lainnya.
Djahan pun tidak ragu lagi untuk menumpas si anak kecil.
Sesosok pria berjubah tertawa kencang melihat keurumunan ksatria Bhumi Maja melingkar di sekitar tumbalnya.
Memang ini, yang dia inginkan.
Orang-orang yang ada di sekitar si pria berjubah menampakkan wajah tegang. Sebagian mereka tak kuasa melihat anak kecil ditumbalkan.
Namun mereka membiarkannya, karena mereka pun butuh anak itu untuk tertumpah darahnya di atas tanah.
Darah yang telah tercampur oleh aura hitam mereka dan aura putih dari para petapa, Ksatria Bhumi Maja.
Anak panah Djahan melesat dengan tepat di dada anak kecil yang pekat dengan aura hitam. Dalam sekali panah, darah mencuat keluar dari tubuh si anak kecil.
"Semoga tenang," ucap Djahan sambil menurunkan busur.
"Haha akhirnya aku bisa kembali!!"
Wajah-wajah tegang telah hilang, berganti dengan ekspresi lega yang serentak ditampilkan mereka semua.
Perlahan orang-orang di balik semak, hilang dalam cahaya yang muncul dari dada mereka.
Seorang wanita berselendang cokelat, yang mengeluarkan cahaya terang, menangkap tubuh si anak kecil, yang hampir jatuh ke tanah.
"Bagaimana bisa kau seenaknya mengambil nyawa gadis mungil!?" marah wanita itu kala tak merasakan kehidupan dari tubuh mungil dalam dekapannya.
"Semoga kekuatanmu tak lagi berguna dalam duniamu!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]
Historical Fiction⚠ Peringatan ⚠ Mengandung unsur 21+ Harap bijak dalam memilih bacaan. Dia terbangun dari komanya dan melupakan segala yang telah terjadi di sepanjang tidurnya. Dia lupa bahwa dia pernah berpindah ke zaman keemasan dan menjadi perempuan dengan deraja...