Udelia duduk miring di atas kuda, dia memeluk erat pinggang Djahan. Menghalau jatuh dan menghalau angin yang berhembus dingin.
Sesampainya di Wanua Mejeng, Djahan kembali menggendongnya. Mata Udelia tertuju pada rumah asing, bukan tempatnya menginap.
Udelia bertanya-tanya kenapa dia berada di rumah lain? Apakah Djahan hendak menculiknya? Bukankah pria itu tahu dirinya sudah ingat segala hal dan tidak akan lari?
Udelia sudah diberi tahu tentang keadaan dua putranya baik-baik saja dan berada di tempat aman. Yang dia bingungkan alasan Djahan memindahkan rumah tinggalnya.
Apa Djahan hendak menjauhkan Udelia dari Candra?
Djahan menurunkan Udelia di depan pintu sebuah kamar tanpa kata-kata. Raut kebingungan Udelia akan hilang bila melihat yang ada di dalam sana.
Udelia mengikuti arah pandang Djahan. Ada sebuah pintu dengan kayu jati kokoh. Rupanya rumah sederhana itu memiliki perabot yang terbilang fantastis.
Bukan hanya bahannya, namun ukirannya menunjukkan seni tingkat tinggi. Sedikit yang akan menyangka karena rumah itu begitu sederhana. Pagar bambu mengitari rumah dan sebuah kandang bambu di samping rumah, menimbulkan kesan sederhana.
Udelia mengintip cela pintu kamar yang terbuka. Tampak Candra sangat serius Raka yang sedang mengisi perut di gendongan seorang wanita, yang semerbak parfumnya hingga menguar keluar ruangan.
Rahang Udelia mengetat. Tangannya mengepal. Niatnya untuk memilih Candra lenyap sudah.
Padahal dia sudah memutuskan untuk terus bersama Candra. Tiga tahun kebersaman tidak dapat terganti. Dua anak mereka pun butuh sosok orang tua yang lengkap.
Rupanya hanya Udelia yang berpikir demikian. Baru setengah bulan Udelia menghilang, Candra sudah mengganti posisinya dengan wanita lain. Bahkan memberikan ibu baru untuk putra mereka.
Walau Raka adalah putra Candra dan Candra memiliki kuasa atasnya, Udelia tidak setuju putranya disusui oleh orang lain! Dia masih sanggup menyusui dan mengurus anaknya.
"Apa sudah selama itu?"
Udelia masuk dan menginterupsi. Punggung tubuhnya tegak, langkahnya penuh dengan rasa percaya diri.
Berbanding terbalik dengan Candra yang tersentak kaget. Wanita di sisi Candra menundukkan kepalanya merasa terintimidasi.
Udelia melirik dengan rasa penasaran tinggi. Wajah wanita itu tidak tampak.
Siapakah wanita yang mampu memalingkan hati Candra?
Belasan tahun Candra setia menunggu, namun dalam beberapa hari Candra berpaling.
"Istriku.."
"Candra, kita perlu bicara."
Udelia melirik sinis wanita yang masih terus menyusui putranya. Dia akan berpikiran positif. Mungkin saja wanita itu adalah ibu susu yang dipilihkan Candra.
Tentang Candra yang melihat langsung proses penyusuan Raka, Candra hanya ingin putranya baik-baik saja.
Pikiran dan hati Udelia berperang antara pemikiran yang negatif dan pemikiran yang positif.
"Nona Wistara, keluarlah," ucap Candra.
"Kepala keluarga, aku ini istrimu. Tidak sopan memanggil–"
"Keluarlah.."
Udelia tertegun. Ternyata pikiran negatifnya menang. Wanita itu benar milik Candra. Bahkan sudah dinikahi sebagai seorang istri.
Udelia tersenyum miris. Tidak bisakah Candra hanya mencari ibu susu tanpa perlu menikahi wanita itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]
Fiksi Sejarah⚠ Peringatan ⚠ Mengandung unsur 21+ Harap bijak dalam memilih bacaan. Dia terbangun dari komanya dan melupakan segala yang telah terjadi di sepanjang tidurnya. Dia lupa bahwa dia pernah berpindah ke zaman keemasan dan menjadi perempuan dengan deraja...