056 - DARAH MENGUCUR KELUAR DARI SELURUH INDRANYA

123 31 0
                                    

Sekilas senyum di bibir Udelia telah pudar. Udelia terdiam dalam kebimbangan, usai mendengar jawaban suara dalam kepalanya.

Udelia kembali melirik pada sosok harimau, mirip dengan harimau yang dahulu muncul di kediaman utama Ekadanta.

Udelia bertanya tanya dalam hati, apakah suara itu benar adanya ataukah hanya khayalnya saja, karena begitu stres menghadapi kemalangan yang datang bertubi-tubi menghantam kehidupan damainya?

Mata Udelia mengerjap berulang kali, berusaha menghilangkan buram di pelupuk mata. Perlahan sekitarnya menjadi jelas.

Di sisinya benar-benar ada sosok hewan putih berbulu, yang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Tidak ada mata yang lapar, namun juga bukan mata yang penuh kasih.

Matanya datar, namun tersirat kekhawatiran, sedikit, atau mungkin saja karena dirinya memiliki setitik rasa takut dalam hati, sehingga tidak dapat melihat perasaan asli pada diri makhluk berbulu itu.

"Apa dulu aku tinggal di sini?" tanya Udelia dalam benaknya sembari mendekati putranya yang terlelap. 

Udelia berdiri di sisi tubuh kecil, yang masih setia dalam pijaran mimpi yang berwarna dan penuh kehangatan.

"Sayang bangun," bisik Udelia, tangannya menggoyang tubuh Rama agar bangun dari tidurnya.

"Iya," jawab Utih.

Udelia terdiam. Kenyataan ucapan binatang itu nyambung dengannya adalah hal mengejutkan baginya.

Maka benarlah ucapan binatang itu. Binatang itu adalah hewan kontraknya. Binatang itu telah menemani dirinya.

Udelia mempercayainya.

Entah bagaimana, Udelia sangat mempercayainya.

Lebih dari kepercayaan pada suaminya yang mulai terkikis, karena kini dia terus merasakan kejanggalan demi kejanggalan.

Tentang ingatannya yang rusak. Pun tentang lesatan gambaran yangmuncul dalam benaknya. Mahapatih dan Maharaja juga nampak sangat mengenal dirinya.

Kedua pria itu menyerang tanpa ragu, namun mata keduanya sama-sama sendu ketika memandangnya.

Pasti ada hubungan antara dirinya dengan dua pria tertinggi di Bhumi Maja.

Rama menggeliat membuka matanya. Tangan kecilnya mengucek matanya. Udelia langsung mengambil alih. Dia membersihkan kotoran di mata putranya.

"Ibunda?!"

"Hussst."

Udelia menutup mulut Rama dengan jari telunjuknya, agar tidak menimbulkan suara. Dia ingin pergi diam-diam dari sana.

Bocah cerdas itu mengangguk paham, lantas Udelia menggendong Rama untuk naik ke punggung Utih.

Rama tertawa kecil, memeluk punggung Utih, merasakan bulu-bulu hangat dan lembut. Dia tidak takut pada hewan besar itu.

Udelia kembali ke kasur. Langkahnya berjinjit agar tidak menimbulkan suara. Udelia mengambil Raka yang masih anteng di atas kasur.

Bayi kecil itu sangat anteng dalam dekapan ibunya. Tidak terbangun ketika diangkat sang ibunda.

Sambil menggendong Raka yang tertidur pulas, Udelia menaiki tubuh Utih. Dia duduk di belakang Rama. Memeluk putranya agar tidak terjatuh.

"Kalau begitu kamu pasti tahu seluk beluk keraton kan? Tunjukkan penjara."

Utih melesat pergi meninggalkan kamar. Setelah beberapa langkah jauh dari rumah, Utih merasakan aura manusia di belakang tubuhnya.

"Ada yang mengikuti," kata Utih memperingati.

TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang