Kuda-kuda dan gajah-gajah milik kediaman Mada, dikeluarkan. Para penjaga kandang, pagi itu sangat sibuk.
Seluruh senjata yang terpajang dan lawas tidak digunakan, kini diambil oleh tuan-tuannya. Tidak ada satu pun orang berdiam diri. Semua sibuk mempersiapkan diri.
Mereka bergerak maju mengikuti sang pria paling berkuasa nomor dua di Bhumi Maja, Mahapatih Bhumi Maja.
Kemudian, kediaman Mada kosong, ditinggal penghuninya, bergerak ke keraton.
Sementara di lain tempat, seorang anak sedang menenangkan ayahandanya.
Maya tidak mengerti kenapa ayahandanya gemetaran. Padahal dia sudah meyakinkan ayahandanya, jikalau sang ibunda pasti pulang dengan selamat.
Maya menceritakan berbagai peralatan ajaib di dalam tas ibunda. Dia yakin, meski ibundanya kurang sehat, alat-alat itu akan membantu ibundanya untuk kembali pulang ke rumahnya.
Hayan semakin gelisah. Wajahnya semakin muram dan lesu. Penuturan putrinya, merujuk pada satu orang. Orang yang sama sekali tidak sampai pada benaknya.
Sebuah tas berisi benda-benda aneh adalah milik penculik putrinya, yang telah diinterogasi begitu lama oleh bawahannya. Isi tas itu adalah benda-benda ajaib, seperti kata putrinya.
Ada benda yang dapat mengeluarkan api, hanya dengan memencet bulatan kecil, yang dapat naik dan turun. Ada pula sebuah benda yang dapat mengeluarkan cahaya. Banyak benda lain yang tidak ia tahu bagaimana cara menggunakannya.
Hanya saja, dari bahan-bahannya, jelas sekali semua itu sangat mahal, atau lebih tepatnya memiliki kualitas yang sangat bagus.
Hayan berharap, istrinya bukanlah sang tahanan. Tapi, semua cerita putrinya mengerucutkan petunjuk pada tahanan itu.
"Ayahanda, ibunda akan kembali. Jadi jangan memasang wajah seperti itu," tegur Maya pada Hayan. Ayahandanya terus memasang ekspresi gelisah.
Maya mengerti betapa hati sang ayahanda gelisah karena ingin berjumpa istri tercinta. Dia menyaksikan sendiri betapa tersiksanya sang ayahanda dalam menunggu ibundanya, meski kini di sisi ayahndanya banyak wanita terus berusaha mencuri perhatian.
Bertahun-tahun lamanya, Sang Maharaja melakukan perjalanan ke seluruh daerah kekuasaan. Tiada jengkal yang dilewatinya. Dia akan kembali setiap setengah tahun sekali, guna memastikan kestabilan kekuasaan di Trowu, ibu kota Bhumi Maja.
Awalnya Maya sangat membenci ayahandanya. Pria itu terus menerus meninggalkannya dalam kesepian, juga membuat ayahnya bekerja dan tidak dapat membagi banyak waktu dengannya.
Setelah tahu perjalanan sang ayahanda bukan untuk menjalankan pekerjaan, melainkan mencari jejak sang ibunda, Maya tidak dapat marah lagi. Dia melepaskan ayahanda dengan senyuman, setiap kali ayahandanya pergi berkelana.
"Maafkan ayahanda, membuat putri ayahanda khawatir."
Hayan menghilangkan raut kelam pada wajahnya, dia tersenyum lalu mengusap kepala Maya. Jika putrinya dapat melepas dia dengan senyuman. Dia pun harus melepas putrinya dengan senyuman.
"Berhati-hatilah dan belajar dengan giat."
Maya mencium tangan Hayan dengan takzim. Dia pun memberikan kecupan pada pipi ayahandanya, menunjukkan cinta dan kasih sayang pada ayahannya. Ayahandanya membalas ciuman di pipi.
Kemudian gadis bertubuh gempal itu menaiki kereta kuda. Dia melambaikan tangan pada ayahandanya yang masih berdiri di tempatnya.
Maya berharap ayahandanya tidak jatuh dalam lubang depresi. Seringkali dia dapati sang ayahanda menangis dalam diam di malam hari.

KAMU SEDANG MEMBACA
TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]
Historical Fiction⚠ Peringatan ⚠ Mengandung unsur 21+ Harap bijak dalam memilih bacaan. Dia terbangun dari komanya dan melupakan segala yang telah terjadi di sepanjang tidurnya. Dia lupa bahwa dia pernah berpindah ke zaman keemasan dan menjadi perempuan dengan deraja...