077 - DUA KALI DIA KECOLONGAN

130 24 0
                                    

"Nyonya, makanlah."

"Triya?" gumam Udelia. Dia memaksakan diri untuk bangun bersandar. Ditatapnya lekat-lekat wanita yang membawa makanan. Perempuan itu benar-benar Triya, istri kedua Candra.

"Enyahlah.. aku akan mengurus anakku sendiri," lontar Udelia. Dia takut putranya akan lengket dengan wanita lain dan melupakannya. Terlebih wanita kedua suaminya.

"Anda masih sakit dan lemah. Bayi tidak boleh mendekat," ucap Triya santai.

Ucapan Triya adalah benar. Udelia tidak dapat membantahnya.

"Kuanggap ini hutang," tutur Udelia tidak mau kalah. Dia akan menghargai Triya sebagai seorang pengasuh.

"Anak suami saya adalah anak saya juga."

"Terimalah kebaikanku," ucap Udelia cepat. Dia tak mau mendengar omong kosong Triya.

Udelia mengangkat sudut bibirnya ketika Triya menatapnya. 

"Urus perceraianku dan jadilah nyonya rumah."

"Saya hanya menuruti perintah suami," kata Triya mencoba membangkitkan emosi Udelia. Dia tahu, pribadi Udelia adalah sosok yang tak ingin berbagi suami.

Suaminya memberi perintah, berarti sudah mempercayainya.

Menjadi istri kedua bukan hal buruk. Tapi menjadi satu- satunya di hati sang suami adalah sebuah keharusan.

Dengan suaminya bertengkar dengan istri pertamanya, Triya dapat mengambil hati sang suami.

Udelia masih tersenyum miring. Dia terpancing emosi, namun ucapan Triya sekali lagi adalah sebuah kebenaran. Triya adalah istri suaminya.

"Kalau begitu aku meminta tolong," ucap Udelia mengikuti nada santai Triya.

Triya meletakkan sendok yang terangkat di udara. Dia tidak jadi menyuapi Udelia. Dia kesal dengan Udelia yang membalas ucapan santainya.

"Anda harus istirahat. Buburnya dingin, akan saya ganti," dalih Triya agar dapat pergi dari kamar itu.

"Aku minta tolong padamu." Udelia masih melanjutkan percakapan mereka. Wajah santainya berbanding terbalik dengan wajah Triya yang memerah.

Jelas saja, Udelia meminta tolong ataupun tidak meminta tolong, jika Triya keras kepala pergi ke bagian administrasi dan meminta perceraian antara istri sah suaminya dengan suaminya, tentu saja dia akan dipandang sebelah mata.

Kehormatan adalah segalanya.

"Saya bicarakan pada tuan," kata Triya pada akhirnya dan beranjak pergi tanpa mau tahu kelanjutan pembicaraan mereka.

Baru beberapa saat Triya pergi, Djahan masuk ke kamar membawa makanan berat.

"Bubur tidak akan menyelesaikan masalah," terang Djahan menata makanan kesukaan Udelia.

Udelia hanya kehilangan energi. Tidak ada pantangan makanan baginya, kecuali bila masih mual seperti hari-hari yang lalu.

"Djahan, aku ingin berjumpa dengan anak-anak," pinta Udelia.

"Kalau sudah sembuh." 

Djahan mengangkat sendok menyuapi Udelia. Udelia langsung menerimanya.

"Kamu ga berangkat?" tanya Udelia sambil mengunyah.

"Masih liburan, sudah lama aku tidak mengambil waktu istirahat... emm. Tiga belas tahun aku bekerja." Djahan tersenyum bangga.

"(Gila kerja)."

"Apa itu?"

"Itu kamu. Hehe." Udelia terkekeh kemudian membuka mulutnya menerima suapan demi suapan dari tangan suaminya, Djahan.

TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang