019 - MEREKA MENUJU TEMPAT PELAKU DITAHAN

188 33 0
                                    

Raga Hayan sedikit segar, ketika ia terbangun di pagi hari. Sepanjang malam tidurnya lelap tanpa gangguan.

Tidak seperti hari-hari biasanya. Dia sering terbangun di tengah malam karena menahan rindu pada seseorang yang sangat sulit ditemui.

Walaupun kepala Hayan masih berat untuk dibawa tegak dan pandangannya berputar-putar, dia sudah mampu duduk bersandar tanpa bantuan orang lain.

Dari pintu masuk yang tertutupi kain yang melambai-lambai, karena terkena debur angin, nampak Djahan sedang membersihkan noda darah di tangan kirinya, dengan air yang keluar dari telapak tangan kanannya.

Air yang mengucur membersihkan tangannya, seketika menghilang kala tertiup angin yang berdesir. Air itu terbuat dari rapalan sihir tingkat tinggi yang dimiliki Mahapatih Bhumi Maja.

Dalam hati, Hayan mengacungi jempol atas kinerja Djahan yang selalu memuaskan.

Menyerahkan segala urusan Bhumi Maja pada Djahan, Hayan tidak lagi pusing memikirkan proses berjalannya pekerjaan-pekerjaan tersebut.

Dia hanya perlu duduk dan menerima hasil yang sempurna. Dia hanya perlu memilah-milih yang ingin dia realisasikan sesuai jalannya hati.

Djahan menghentikan para abdi ndalem, yang bertugas melayani Maharaja. Setiap dari mereka memegang nampan besar. Nampan-nampan itu terisi oleh berbagai macam kebutuhan Maharaja.

Djahan memeriksa satu persatu nampan, yang isinya berupa makanan dan obat, juga pakaian. Sementara nampan yang isinyakertas dan pena, ia menolaknya mentah-mentah dan langsung mengusir orang-orang yang membawa nampan-nampan tersebut.

Meskipun Maharaja sendiri yang berkehendak untuk bekerja, Djahan tetap akan mengusir semua orang yang mencoba membuat Maharaja bekerja.

Ayah putrinya sedang kritis, Djahan hanya menginginkan agar pria itu fokus pada proses penyembuhan. Tidak bagus berlarut-larut dalam sakit yag bisa sembuh.

Usai memastikan keamanan semua kebutuhan untuk Maharaja, Djahan memimpin para abdi ndalem masuk ke dalam sebuah tenda yang terlihat kumuh.

Tampak depan tenda itu sangat buruk, di antara tenda-tenda yang dibangun di sekitarnya.

Namun begitu masuk ke dalamnya, isi tenda itu menyilaukan mata. Segala perlengkapan yang ada di dalamnya, lebih lengkap dari isi tenda-tenda lain.

Bahkan lebih lengkap dari tenda senjata, yang dibangun oleh para ksatria tingkat atas dan lebih lengkap dari tenda dapur, yang dibangun para abdi ndalem.

Ada berbagai macam senjata di dalam sana dan berbagai camilan nikmat yang tersusun rapi di sudut tenda, satu camilan saja dapat mengenyangkan perut yang kelaparan.

"Anda harus istirahat. Terburu-buru akan membuat gawat. Lopi juga tidak akan suka melihat Anda terbaring sakit. Saya sudah mengirim pesan ke keraton, memerintahkan mereka agar melakukan pencarian besar-besaran secepatnya."

Hayan menghela napas panjang. Pasrah. Dia tidak bisa menyangkal perkataan Sang Mahapatih. Tubuhnya sudah di luar ambang batas hidup dan mesti beristirahat sevara total.

Hayan meraih alat makannya, dia melahap makanan yang tersedia, kemudian mulai bertapa untuk menstabilkan energi dalam dirinya.

Sepekan pun berlalu. Selama itu Hayan memusatkan perhatiannya untuk penyembuhan dan pemulihan. Tenaga dan otot dalam tubuhnya mulai stabil, hanya kekuatannya yang masih jauh dari kata normal.

Dan sesuai jadwal yang telah ditentukan, rombongan Bhumi Maja mulai meninggalkan Watek Ende. Mereka melalui perjalanan darat layaknya para pengembara, agar Hayan fokus pada pemulihannya.

TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang