Udelia mengeratkan kain di dadanya, es di dalam gentong yang disiapkan Ekata mulai mencair.
Setelah mengumpulkan bahan-bahan untuk membuat jantung tubuh Idaline berfungsi normal, Udelia disuruh berendam. Dia masuk ke dalam ruangan lain seorang diri.
Bahan-bahannya kebanyakan adalah rempah langka di kaki pegunungan Sela Wukir. Rempah diasap dan direbus, kemudian dimasukkan ke dalam gentong yang penuh dengan es batu dari puncak Sela Wukir.
Udelia bergidik ngeri. Dingin melingkupi ruangan, apalagi bila masuk ke dalam gentong.
"Ini beneran masuk?" tanya Udelia pada Ekata yang berjaga di ruangan lain.
Bisa saja dia sebagai perawat masuk dan membantu pasiennya. Namun melihat tubuh adik seperguruannya adalah pantangan untuknya. Dia tidak boleh menyentuhnya sekali pun Udelia terluka parah.
Maka dari itu, saat Udelia kesakitan di Wanua Mejeng, Ekata hanya bisa memberikan obat yang diubah menjadi uap dan dia tidak akan melanggar pantangan gurunya.
Tidak ada yang spesial dari alasan gurunya, selain karena sang guru jatuh hati pada sepupunya sendiri dan tak suka melihat Udelia disentuh orang lain meski hanya seujung kuku.
Fusena yang selalu meluangkan waktunya untuk berada di sisi Udelia, mendadak sibuk di waktu pernikahan pertama dan pernikahan kedua Udelia.
Tak hadir memberi berkat sehingga sempat terhembus kabar tidak mengenakan tentang hubungan murid dan guru yang rusak oleh keegoisan sang murid.
Murid Petapa Agung hanya boleh menikah dengan mereka yang mampu dan mau berkelana ke seluruh dunia. Petapa Agung dan murid-muridnya adalah milik seluruh kota. Tidak boleh menetap lama di satu titik.
"Iya. Setelah es cair, bunga-bunga putih akan muncul. Anda berendam di sana hingga terbit fajar."
Kematian terasa jelas di pelupuk mata Udelia, ketika memasukkan seluruh tubuhnya ke dalam gentong. Jantungnya memompa keras agar dapat bertahan di dalam dingin.
Jika biasanya tubuh akan terbiasa setelah lama berendam. Dalam semalaman Udelia terus saja menggigil. Tiada rasa hangat terasa oleh tubuhnya.
Tubuh kaku Udelia dibawa para dayang, dipakaikan baju, kemudian didudukkan di depan Ekata. Petapa Agung itu menyalurkan energinya dari kepala Idaline.
"Tahanlah dan bawa energi ini ke jantung. Jangan biarkan menyebar ke bagian lain. Anda akan merasa nyaman setelah menyatukan seluruh energi masuk ke titik hitam," intruksi Ekata pada Udelia yang tubuhnya menyentak-nyentak kala otaknya menerima saluran energi.
Ketika dapat mengendalikan energi pemberian Ekata, Udelia merasa tubuh Idaline ringan seperti kapas. Tak butuh waktu lama bagi sepasang murid Petapa Agung untuk saling memberi dan menerima.
Hari telah kembali siang. Ekata menyatakan Udelia sembuh total dan titik hitam dalam jantungnya tak lagi berbahaya.
Ekata langsung pergi dari keraton, menolak makanan yang ditawarkan Udelia.
"Hati-hati," ucap Udelia pasrah. Dia belum memberikan apa pun namun Ekata sudah buru-buru pergi.
Sebuah portal terbuka lebar di depan Ekata. Kakak seperguruannya itu mengangguk dan masuk. Amat mudah bagi mereka berdua dan guru mereka untuk bepergian lewat portal.
Para dayang yang menunggu di depan kamar dan mendengar pintu lemari terbuka, bergegas masuk untuk membantu nyonya mereka.
"Apa kalian sudah kehilangan tata krama?" tegur Udelia. Dia tak suka diganggu saat berganti pakaian.
"Ka-kami biasa melakukannya," cetus dayang diangguki kawan-kawannya.
"Haish. Ya sudah. Siapkan air mandi dan biarkan aku bersiap sendiri." Udelia juga tidak mau menyusahkan mereka. Dia ingin cepat mandi dan bebersih.

KAMU SEDANG MEMBACA
TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]
أدب تاريخي⚠ Peringatan ⚠ Mengandung unsur 21+ Harap bijak dalam memilih bacaan. Dia terbangun dari komanya dan melupakan segala yang telah terjadi di sepanjang tidurnya. Dia lupa bahwa dia pernah berpindah ke zaman keemasan dan menjadi perempuan dengan deraja...