Gerakan Udelia sangat hati-hati ketika menurunkan kepala Maya yang tertidur di lengannya. Ia selimuti tubuh itu dengan selimut yang hangat lalu beranjak pergi.
Udelia mengayunkan kakinya bertemu Djahan yang mempersiapkan kepergiannya dalam menghadap Hayan untuk menunaikan tugas guna mendapat yang diinginkannya.
Menghabiskan malam bersama ialah tugasnya.
Malam seperti apakah yang akan berlalu?
Udelia saja masih bertanya-tanya, apakah Djahan tidak memikirkan kemungkinan terburuk?
Udelia menatap lurus Djahan yang terus melempar senyum padanya.
Sebuah senyuman langka bagi para dayang dan pelayan. Sebagian pejabat yang belakangan menemui Djahan pun terheran-heran dengan wajah ramah Sang Mahapatih.
"Kamu mau melakukannya?" tanya Djahan sembari menyampirkan kain lebar nan hangat pada bahu Udelia, lantas menata rambut hitam legam sang istri agar tidak tertarik oleh kain.
"Halangi jika ingin." Udelia memberikan tatapan teduh pada pria yang terus saja tersenyum.
Djahan mengulas senyum. "Lakukan saja."
"Aku tidak tahu harus sedih atau senang."
Udelia tak habis pikir. Djahan begitu saja membiarkannya menghabiskan malam dengan pria lain. Meski dia sendiri yakin malam yang berlalu bukanlah malam nan panas.
Djahan mendekap Udelia, menyalurkan rasa hangat di antara dinginnya malam.
"Aku percaya sayangku."
Udelia tersenyum kecil. Perlahan melepaskan pelukan hangat suami pertamanya kemudian menaiki kereta kencana menuju seorang pria yang dahulu menikahinya dalam raga Idaline.
Bila Djahan menikahinya dengan menuliskan nama aslinya langsung ke dokumen pernikahan, maka Hayan hanya menikahi Idaline tanpa membawa nama Udelia.
Udelia tidak tahu suami keduanya apakah masih disebut suaminya. Hayan terus saja mengingatkan Udelia sebagai Maharaninya.
Tapi Hayan menikahi Idaline, bukan Udelia. Berbeda dengan Djahan dan Candra yang menorehkan nama Udelia di kertas pernikahan dan dalam do'a-do'a ritual pernikahan. Mengesahkan pernikahan mereka dengan nama asli pemberian orang tuanya.
Pernikahan Udelia dengan Candra jelas telah kandas karena pria itu menghancurkan tanda pernikahan pada keningnya ketika membuatnya lupa ingatan.
Pernikahan Udelia dengan Hayan, tidak jelas statusnya. Menggantung. Udelia meyakini jika dia dan Hayan tidak ada hubungan perniakahn. Namun Hayan terus menerus menyebutnya Maharaninya dan Udelia masih berstatus istrinya.
Angin malam berhembus kencang, seiring tanah yang semakin tinggi. Tujuan mereka adalah Sela Wukir. Tempat Akademik Bhumi berada dan tempat tersimpannya berbagai senjata serta sumber mata air rahasia berada.
"Selamat datang," sambut Hayan.
Udelia melangkah dengan tatapan tak percaya. Pemandangan di kaki gunung Sela Wukir membawanya ke masa depan.
Meja besar beraneka ragam makanan dikelilingi lilin-lilin kecil mengingatkan Udelia akan candle light dinner yang biasa dilakukan para selebritas.
Ide dari mana Hayan menata semua itu? Udelia bertanya-tanya.
"Aku sudah makan bareng Maya," lontar Udelia saat seorang dayang menaruh nasi dan lauk pauk ke piringnya.
Hayan sontak mengangkat tangannya membuat gerakan para dayang berhenti di udara.
"Langsung saja jangan pakai lama!" kata Udelia.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]
Historical Fiction⚠ Peringatan ⚠ Mengandung unsur 21+ Harap bijak dalam memilih bacaan. Dia terbangun dari komanya dan melupakan segala yang telah terjadi di sepanjang tidurnya. Dia lupa bahwa dia pernah berpindah ke zaman keemasan dan menjadi perempuan dengan deraja...