079 - DARAH MENGGENANG DI LANTAI

124 29 0
                                    

"Jiwaku terasa sangat panas. Kamu kan yang menghuni tubuh ini sebelumnya?" 

Sepasang manusia yang amat berbeda saling memandang. Berkaca satu sama lain. Saling menelisik yang ada di depannya.

Udelia terpaku melihat tubuh yang dihuninya dapat bergerak dan berbicara. Tak pernah dia pikirkan Maharani yang dimaksud adalah Maharani yang sama dengan raga yang ditempatinya.

Udelia kira tubuh itu telah hancur, mengingat sakitnya sungguh mendera. Udelia pernah mengalami kematian dalam raga Idaline, tapi tak sampai kembali ke dunia modern.

Barulah saat melahirkan dalam kondisi mengenaskan, sepupunya yang juga Petapa Agung, Fusena, memaksa jiwa Udelia untuk kembali berpindah ke tubuh asli.

Selama waktu yang ada Udelia selalu mengundur waktu kepulangan dari raga Idaline karena ingin bersama dengan Djahan, lalu karena kehamilannya, dan berakhir pemaksaan oleh Fusena untuk pulang karena kondisinya sangat gawat.

Fusena tidak dapat membangkitkan Udelia bila jiwanya hancur oleh kekuatan bidadara. Fusena memaksa Udelia pergi tanpa dapat melihat bayinya.

Semua demi kebaikan dirinya. 

Melihat langsung raga Idaline dengan raganya sendiri, Udelia merasa dunianya terlalu jauh. Wanita di depannya adalah benar wanita bangsawan. Dia hanyalah rakyat jelata dengan segala permasalan kecantikan yang tiada habisnya.

Idaline adalah penggambaran wanita timur yang amat sempurna dengan kesempurnaannya sendiri. 

Udelia mengagumi rupa Idaline. Namun dia teringat akan satu hal yang amat menyakitkan.

"Kamu yang memberikan Maya racun?" tuduh Udelia. Dia teringat Maharani mengurus dapur kedaton putrinya. Dan putrinya terkena ratusan jenis racun.

"Oh, kamu tau?" kata Idaline ringan.

"Sebenarnya Maya lah yang tahu. Dia terus menyebutkan kamu memberinya makan dan ia memakan hidanganmu dengan hati yang senang. Wajahnya sangat bersinar ketika bercerita. Ia sangat mencintaimu. Ia selalu berharap dapat memeluk dirimu." 

Udelia berbicara sambil mendongak, menatap wajah Idaline yang lebih tinggi darinya. Rupa Idaline memang rupawan, tubuhnya sangat ideal. Berbanding terbalik dengan wajahnya yang biasa-biasa saja dan tubuh yang banyak cela. 

Sekilas Idaline tertegun. Tak lama kemudian wajahnya kembali datar. Maya memang pernah terus menganggunya, minta diperhatikan. 

Idaline merasa sangat risih. Namun kemudian merasakan kehilangan saat tiba-tiba Maya mulai menjauh usai kembali dari kediaman Mada. Yang dia tahu adalah Djahan Mada sudah mempengaruhi Maya. 

Entah dia harus berterima kasih atau marah pada Djahan Mada. Sampai sekarang antara perasaan bahagia dan perasan sedih dijauhi Maya, terus saja bergulat di dalam hatinya.

 "Aku tidak melakukannya, kecuali untuk mengundangmu kemari. Kamu datang pasti merasakan anakmu hampir mati kan?" sarkas Idaline menyentuh bahu Udelia yang terbuka. 

"Aw. Panas!" keluh Udelia merasakan panas menyengat pada bagian bahunya. Bertambah panas saat ia memegang lengan Idaline, bermaksud hendak menghempaskan tangan Idaline yang bertengger di tubuhnya. 

Sambil menahan panas, Udelia berusaha melepaskan tangan Idaline dari bahunya. Sayangnya pergulatan bersama Djahan sudah memaksa Udelia berpura-pura kuat sepanjang malam. Energinya sedang berada di titik terendah.

Udelia kesusahan melepas tangan Idaline yang terus menekan bahunya.

"Haha. Akhirnya setelah bertahun-tahun. Hei, terima kasih sudah menjaga tubuhku, pergunakanlah dengan baik dan aku tidak akan kembali lagi!" kelakar Idaline sambil tertawa lebar. 

TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang