"Kamu menitipkan Rama ke Cempaka juga!?" cecar Udelia saat dia tidak menemukan Rama di Kedaton Sedap Malam. Dadanya kembang kempis memikirkan putranya ada di tangan selir suami keduanya.
"Tenanglah Maharaniku, dia sangat keibuan. Anak kami sudah hilang, Raka dan Rama bisa menghiburnya."
Hayan menenangkan Udelia sekaligus memuji Cempaka, menambah besar nyala api di hati Udelia.
"Jangan berkata omong kosong Hayan!!"
Meski Udelia merasa bersalah pada seseorang, Udelia tidak mau putranya diurus mereka. Bahkan dia dapat mencium aroma busuk dari gelagat Cempaka.
Cempaka adalah aktris yang lihai. Hayan jatuh padanya karena berperilaku lembut, seolah tak ada cela pada diri Cempaka. Padahal Cempaka hanyalah orang yang pandai berakting.
Udelia tidak dapat melihat ketulusan di mata Cempaka.
Udelia melangkah lebar-lebar memasuki Kedaton Ambar. Dua pipinya tergores tombak prajurit yang menghalangi jalannya.
Di belakang Udelia, muncul genangan darah dari dua sumber yang beriringan.
Udelia menggertakkan giginya, saat tangannya menggapai Rama. Sudah dapat dia pastikan akan seperti apa kondisi Rama, saat berada di tangan wanita seperti Cempaka.
"Tubuh Rama demam. Kamu masih berkata dia becus sebagai ibu!?!" pekik Udelia pada Hayan yang baru sampai.
"Cukup Idaline!" bentak Hayan.
"Aku Udelia bukan Idaline!" Udelia balik membentak Hayan, lantas pergi meninggalkan Hayan dan Cempaka.
Langkah Udelia terburu-buru menuju kereta kuda. Kereta kuda berjalan dengan normal, namun dalam keadaan genting terasa sangat lambat. Berkali-kali Udelia meminta dipercepat. Sang kusir berada dalam kebimbangan.
Tidak boleh berkendara secara ugal-ugalan di dalam keraton. Sedikit saja menaikkan kecepatan, kusir akan kena tegur.
"Nda?" cicit Rama. Kelopak matanya bergerak, berusaha membuka matanya yang amat berat.
Jika saja Rama dapat mengenali Hayan dengan benar. Bukan hal aneh Rama dapat mengenali Udelia. Sang Ibunda selalu takjub dengan keajaiban si kecil.
Idaline dan Udelia bagai langit dan bumi, tetapi Rama dapat mengenalinya.
"Ya sayang. Ibunda di sini. Tidurlah dengan nyaman." Udelia memeluk Rama, memberikan rasa aman padanya. Pikiran buruk berkeliaran dalam benak Udelia.
Entah pahit atau asin pengalaman yang didapatkan Rama di rumah selir ayah kandungnya.
"Hehe Nda di cini ..."
Udelia mengulas senyum. Membiarkan tangan kecil Rama menggapai wajahnya.
Tak lama kemudian mereka telah sampai ke Kedaton Sedap Malam. Udelia turun sambil menggendong Rama. Tidak mau sedetik pun terpisah dari putranya.
"Nung!" panggil Udelia.
Nung yang sedang merapikan buku, bergegas muncul di hadapan nyonyanya. Panggilan nyonya lebih berarti daripada segalanya.
"Bawa Raka kemari dan siapkan gerobak besar!"
Dengan berat hati Udelia meletakkan Rama ke kereta dan menyelimuti tubuh putranya hingga ke leher.
Udelia harus menggotong raganya ke atas gerobak berdua bersama Nung, supaya tidak melibatkan banyak orang.
Semakin banyak orang akan semakin bocor berita pelariannya.
"Kamu mau ke mana?"
Udelia tersentak kaget. Hayan berdiri di belakangnya. Dia kira setelah membentak dirinya di depan umum, Hayan tak lagi peduli padany dan lebih memilih menenangkan Cempaka yang menangis tersedu-sedu karena dirinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]
Historical Fiction⚠ Peringatan ⚠ Mengandung unsur 21+ Harap bijak dalam memilih bacaan. Dia terbangun dari komanya dan melupakan segala yang telah terjadi di sepanjang tidurnya. Dia lupa bahwa dia pernah berpindah ke zaman keemasan dan menjadi perempuan dengan deraja...