"Rama senang?" tanya Udelia setelah pesta pagi berakhir.
Rama mengangguk dengan keras. "Iya! Banyak teman."
Pesta yang niatnya hanya semalam, dilanjutkan dengan tidak sengaja karena anak-anak rupanya berkumpul di tengah taman dan para pelayan menghidangkan camilan untuk anak-anak.
Bukan hanya ada Rama, putra Udelia, dan anak-anak Siji dan Loro yang hadir di pesta. Semua prajurit Mada yang telah berkeluarga diundang Djahan agar anak-anak saling mengenal.
Tak segan Djahan mengenalkan Rama dan Raka sebagai putranya. Sebagian orang telah tahu kondisi yang sesungguhnya, namun mereka tetap diam.
Urusan anak dan pernikahan adalah mutlak urusan pribadi. Mereka senang akhirnya tuan mereka kembali mendapatkan nyonyanya.
Dan mereka senang, nyonya mereka menepati janji untuk tidak berpaling dari tuan mereka dalam kondisi sadar dan waras.
"Syukurlah kalau begitu," cetus Udelia tersenyum senang sembari menyuapkan makanan ke mulut Rama.
Walaupun repot mengurus Raka yang sudah dapat banyak bergerak, Udelia akan terus memperhatikan Rama agar tidak merasa tersisihkan.
Seperti saat makan siang kali ini. Ada ikan kesukaan Rama tapi para pelayan lupa, tidak menyingkirkan durinya. Alhasil Udelia menyuapi agar Rama tidak tersedak duri ikan yang sulit dideteksi.
Untuk cuci mulut dan minum serta hal-hal ringan, Udelia membiarkan Rama melakukannya seorang diri sebagai pembelajaran menjadi pribadi yang mandiri.
Senyum Udelia perlahan pudar melihat air mata Rama di sudut mata mungilnya.
Apakah ada yang melakukan perundungan karena asal usul Rama?
"Ada yang sakit, sayang?" tanya Udelia.
"Ayahanda??" rengek Rama.
Udelia menghela napas lega. Ternyata bocah itu merindukan ayahandanya, bukan menangis karena dirundung.
Mendengar nada suara Rama yang sangat manja. Sepertinya Rama ingin berjumpa dengan Hayan. Inang dan benihnya sangat menempel seperti getah karet.
Tapi Udelia belum memastikan dengan benar, karena Rama baru tiga kali bersama dengan Hayan. Bisa saja ayahanda yang dimaksud Rama adalah Candra.
"Sayang tak suka ayah?" tanya Udelia hati-hati.
"Suka!" Rama menunjukkan deretan giginya yang sebagian ompong.
Udelia mangut-mangut melihat senyum tulus Rama. Benar, pria kecil itu hanya rindu. Bukan karena terkena perundungan taupun karena tak suka Djahan.
"Suka.. ayanda, ayahanda, ayah." Rama menunjukkan tiga jari pada Udelia.
"Ayanda ...?" Udelia bingung dengan sebutan ayanda.
"Ayanda peluk Lama! Gendong Laka!"
Udelia ber-oh ria. Ayanda adalah Candra. Hanya Candra dan Djahan yang menggendong Raka di depannya dan di depan Udelia. Ayah adalah sebutan bagi Djahan, berarti Ayanda adalah sebutan bagi Candra.
Udelia jadi berpikir, kalo Indra juga dia jadikan suami, apakah sebutan yang pantas untuk Rakryan Tumenggung itu?
"Sekarang ingin bersama ayahanda?" Lagi, Udelia memastikan.
"Semua.."
Udelia meringis dalam hati. Diingatkan pada tiga ayahnya, malah ingin berjumpa ketiganya. Tadi dia seharusnya langsung membawa Rama ke keraton untuk bertemu Hayan.
"Sayang, mereka itu sibuk. Kaya Rama pas latihan. Kita akan kunjungi salah satu saja."
Udelia menggendong Rama ke pinggir kasur. Untuk pergi ke keraton, dia mesti memakaikan pakaian terbaik untuk Rama. Udelia tidak mau Rama menjadi bahan olok-olokan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]
Ficción histórica⚠ Peringatan ⚠ Mengandung unsur 21+ Harap bijak dalam memilih bacaan. Dia terbangun dari komanya dan melupakan segala yang telah terjadi di sepanjang tidurnya. Dia lupa bahwa dia pernah berpindah ke zaman keemasan dan menjadi perempuan dengan deraja...