017 - PEREMPUAN DALAM KANDANG HEWAN BURUAN

226 33 2
                                    

"Salam nyonya, saya Ngatminah, akan melayani Anda."

Seorang perempuan dewasa muncul di tenda Udelia, ketika dia baru saja membuka mata.

Udelia memperhatikan balutan perban baru di tubuhnya. Dia menyimpulkan, perempuan ini yang mengganti perbannya.

Pelayan barunya, Ngatminah, dengan sigap membantu Udelia untuk membersihkan tubuh dan berganti pakaian.

Udelia yang kesusahan untuk bergerak, membiarkan pelayan itu membantunya bersiap-siap.

"Sayang sekali aku akan pergi hari ini," kata Udelia merasa tak enak hati.

Ngatimah terlihat seperti membutuhkan banyak uang. Baru beberapa menit mereka bersama, pasti hanya sedikit uang yang dihasilkan.

"Tuan bilang, sesuka hati nyonya saja. Saya sangat berterima kasih, sebab sudah membayarkan seluruh pengobatan anak saya. Meski tak mungkin, silakan datang jika Anda butuh bantuan."

"Tidak ada yang tidak mungkin. Setiap bantuan kecil sangat berharga. Ngatminah, terima kasih banyak." Udelia mengusap lengan Ngatimah dengan lembut.

Ngatminah berurai air mata. Terharu hatinya mendengar pesan Udelia. Baru kali ini dia berjumpa dengan bangsawan yang menghargai pekerjaannya sebagai seorang pelayan.

Biasanya, para bangsawan tidak peduli dengan hidup dan mati serta perjuangan para pelayan untuk memberikan pelayanan sempurna. Para bangsawan, semuanya hanya ingin sebuah hasil.

"Anda berdua benar-benar pasangan yang baik hati. Semoga Anda berdua terus bersama selamanya." Ngatimah mendo'akan sepasang bangsawan itu.

"Ngatminah, kami bukan pasangan."

Udelia berkata sambil melangkah keluar dari tenda. Dia dan Ngatimah berjalan keluar, mencari pemilik tenda yang baik hati.

"Ah!" Ngatminah menutup mulutnya, tak percaya dengan kenyataan yang diucapkan majikan wanitanya.

"Padahal ..."

Ingatan Ngatimah melayang ketika langit masih gelap.

Semalam, Ngatminah berdiri memegang obor, menemani orang yang memanggilnya —Balaputra.

Pria itu dengan telaten mengganti perban Udelia, juga mengganti pakaian baru yang serupa. Pakaian merah muda dengan aksen yang rumit.

Kemudian Balaputra duduk terdiam, memperhatikan Udelia yang terlelap, sembari memainkan rambut hitam legam milik Udelia.

"Saya takut tidak dapat menahan diri," lirih Balaputra mencium rambut Udelia. Suaranya masih terdengar di telinga Ngatimah.

Ngatimah berpikir Balaputra sebagai seorang suami sedang menahan diri agar tidak menyentuh istrinya yang sedang sakit.

Kasih sayang yang ditunjukkan Balaputra, seolah sedang menyayangi istrinya sendiri. Ngatimah yakin, dia tidak salah melihat pancaran kasih dari mata Balaputra.

Balaputra tidak terlihat seperti seorang yang mesum. Balaputra memperlakukan Udelia seperti seorang istri yang terhormat dan dicintai dengan segenap hati.

Ngatimah masih meyakini pendapatnya, bahwa kedua orang baik hati yang ditemuinya adalah pasangan. Mungkin saja nyonyanya sedang ada masalah dengan tuannya. Ngatimah meyakini demikian.

"Ya?" sahut Udelia membuyarkan lamunan Ngatminah. Pelayannya menggantungkan kalimat yang membuatnya penasaran.

"Padahal Anda berdua cocok sekali." Ngatimah melengkapi kalimatnya yang menggantung.

Udelia tersenyum kecil karena penuturan Ngatimah. Pria itu memang tampan, Udelia yang menyukai para pria tampan pun, sedikit banyak menyukai Balaputra karena penampilannya.

TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang