Tong. Tong. Tong.
"Ada serangan!"
Teriakan dan huru hara terjadi di Wanua Mejeng. Malam yang harusnya hening berubah ramai oleh teriakan orang dewasa dan tangisan anak-anak. Semua orang sibuk berlarian di jalanan.
Udelia terbangun oleh kebisingan. Dia bangun dan mengumpulkan nyawa sembari mengumpulkan informasi dari suara berisik di luar rumah.
"Bangun! Cepat pergi!"
Dor. Dor. Dor.
Suara gedoran pintu rumah Udelia terdengar. Suaranya sangat keras, mengalahkan bising yang berangsur-angsur menjauh.
"Bangun!!" teriak seseorang setelah berulang kali menggedor pintu dengan keras. Dia melihat ada kehidupan di rumah itu. Dia bertanggung jawab atas keselamatan satu sama lain.
"Iya ...!" sahut Udelia.
Gelagapan Udelia membawa Raka dan Rama. Dia belum sembuh betul dari luka kemarin. Udelia menyusuri rumah mencari keberadaan suaminya.
Perempuan itu menggertakkan giginya, tak menemukan Candra di setiap sudut rumah. Dia kembali ke kamar. Putranya, Rama, sudah bangun dari tidur ayam. Pengumuman penyerangan terjadi sebelum malam beranjak, ketika Rama baru saja tertidur.
"Nak, naik ke punggung ibu," perintah Udelia.
Rama menolak untuk naik ke gendongan ibunya. Rama tidak mau ibunya kembali sakit. Rama berniat jalan sendiri.
"Ndak mau," tolak Rama.
"Nak...!!" Udelia menekan suaranya menyuruh Rama untuk tidak membuat masalah.
Rama tidak jadi membantah ibunya. Dia naik ke punggung ibunya.
Udelia dan anak-anaknya menyusuri jalan yang sudah sepi. Harap-harap cemas semoga dirinya dilindungi sebagai warga sipil. Udelia memikirkan dua putranya.
"Bawa wanita dan anak-anak ke tempat perlindungan!" perintah thani, kepala wanua.
Udelia bernapas lega. Suara thani sudah dekat dengannya. Udelia langsung bergabung dengan kumpulan ibu-ibu dan anak-anak.
"Pangeran Niskala, Anda sudah diberi kehidupan oleh Nyi Ratu, setelah besar malah membawa petaka?!" cecar thani yang masih ditangkap oleh indra pendengaran Udelia.
Sekelompok penyerang sudah berada di dekat mereka. Langkah warga wanua lambat, sementara para penyerang itu menggunakan kuda-kuda terlatih.
"Luka ini masih basah," tutur Niskala dari atas kudanya.
Niskala adalah pangeran Kerajaan Sunda, sepupu Sri Sudewi yang juga adalah musuhnya karena ayah Niskala merebut sebagian Kerajaan Sunda Galuh dari ayah Sri Sudewi, menjadikan ayah Sri Sudewi hanya mewarisi wilayah Kerajaan Galuh.
Lalu oleh Sri Sudewi, keduanya kembali disatukan dan dipimpin kakaknya pangeran yang dicacatkan oleh ayah Niskala, Sri Sudewa.
Semua itu tak luput dari bantuan Maja, namun imbasnya ialah wilayah Sunda Galuh harus bergabung dengan Bhumi Maja.
Niskala merasa harus mewarisi apa yang menjadi haknya. Dengan segala cara. Apalagi ayah dan kakak-kakaknya mati di tangan Maja. Sekali tepuk, dua tujuan dia dapatkan.
"Ayo cepat. Cepat," bisik seorang pria menyuruh rombongan wanita dan anak-anak untuk masuk ke tempat rahasia wanua mereka, sementara thani mereka sedang mengalihkan perhatian para penyerang.
Udelia tergopoh-gopoh ikut barisan para emak-emak. Dia kesulitan menyela barisan karena ramainya orang, sedangkan jalan masuk hanya dapat muat satu dua orang.

KAMU SEDANG MEMBACA
TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]
Historical Fiction⚠ Peringatan ⚠ Mengandung unsur 21+ Harap bijak dalam memilih bacaan. Dia terbangun dari komanya dan melupakan segala yang telah terjadi di sepanjang tidurnya. Dia lupa bahwa dia pernah berpindah ke zaman keemasan dan menjadi perempuan dengan deraja...