"Kakak, apa kamu menyuruh kak Bayu melakukan ini?"
Udelia tidak memedulikan pertanyaan Candra. Dia lebih memilih duduk dan memakan hidangan yang disiapkan para pelayan.
Tangan para pelayan gemetar ketakutan, kala menghidangkan makanan di meja. Mereka takut mempersiapkan makanan untuk nyonya mereka, sementara wajah tuan mereka sangat suram dan terlihat hendak membunuh siapa pun yang mengabaikannya.
Udelia menatap tajam, mengikuti pandangan membunuh yang dicontohkan suaminya. Ketakutan para pelayan semakin bertambah. Dua majikan mereka sama mengerikannya. Mereka pun memutuskan melayani sang nyony, pun sudah terlanjur menghidangkan di meja.
Meskipun para pelayan itu menjadi patuh karena rasa takut, Udelia tidak peduli. Yang harus dia pastikan hanyalah kelancaran semua kegiatan di rumah besar Ekadanta.
Tugas seorang istri adalah memastikan rumah baik-baik saja. Rumah tidak akan baik jika para pelayan merendahkannya dan tidak menghormatinya sebagai majikan.
Rasa takut juga hal bagus. Udelia tidak perlu bersusah-susah mendidik para pelayan yang sebelumnya tak patuh.
Tentang para pelayan semalam, Udelia akan mencoba mengingatnya terlebih dahulu. Dia berharap, ingatannya tidak kembali rusak.
"Kakak! Bagaimana kakak bisa begitu kejam?"
Udelia mengabaikannya. Dia menikmati hidangan di meja. Tampak senyum lebar tersungging, membuat Candra tersinggung. Padahal istrinya itu sangat menikmati hidangan lezat. Di gubuk Boco, Udelia hanya membuat ala kadarnya.
"Arggghhhh!"
Candra pergi dengan tersungut-sungut. Dia menuju keraton, hendak menyelamatkan tangan kanannya yang telah membersamai dirinya selama lebih dari dua puluh tahun, sejak dia baru bisa berjalan.
Candra kembali datang ke tempat Udelia, setelah gagal menemui Ijen di penjara. Melihat saja dia tidak bisa.
Setiap tahanan yang ditangkap langsung atas titah Maharaja, menteri kehakiman tidak memperbolehkan mereka untuk menerima tamu.
Candra masih tidak percaya dengan penjelasan menteri kehakiman dan yang seluruh tuduhan yang mengarah pada bawahannya itu.
Dia masih meyakini semua yang terjadi hanyalah lelucon yang dilakukan Udelia karena cemburu.
Candra mendesak Udelia untuk mengaku. Sebelum sore datang dan menteri kehakiman akan menyerahkan laporan hariannya, pada Mahapatih.
Udelia memang hilang ingatan, namun Candra yakin kebesaran dalam diri Udelia, masih sama besarnya seperti dahulu.
Orang besar tidak suka melihat miliknya didekati orang lain.
Mereka akan menggunakan segala cara, agar miliknya secara utuh menjadi miliknya, agar miliknya tidak disentuh orang lain.
Sangat mungkin bagi Udelia untuk bekerja sama dengan kakaknya, yang tidak suka Candra terlalu dekat dengan putri pengasuh.
Dia tidak percaya Ijen berani menjebak Maharaja. Nyali Ijen tidak sebesar itu.
"Kamu sedang melakukan dosa besar, Candra." Udelia akhirnya bersuara.
Candra ternanap akan aura intimidasi dari istrinya. Napasnya bak diikat tali kasar, menjadikan jantungnya kekurangan udara dan memaksa untuk memompa darah dengan tersendat-sendat.
"Pertama, meragukan istrimu. Kedua, meragukan kinerja kakakmu. Dan ketiga, meragukan keputusan Maharaja," tutur Udelia.
Dia telah mendengar cerita dari mulut Jo. Jo menceritakan tujuan sebenarnya kedatangan Bayu ke rumah Ekdanta.

KAMU SEDANG MEMBACA
TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]
Historical Fiction⚠ Peringatan ⚠ Mengandung unsur 21+ Harap bijak dalam memilih bacaan. Dia terbangun dari komanya dan melupakan segala yang telah terjadi di sepanjang tidurnya. Dia lupa bahwa dia pernah berpindah ke zaman keemasan dan menjadi perempuan dengan deraja...