"Ayahanda..!"
Candra tersenyum pada anak mungil yang berlari ke arahnya.
Candra berjongkok, merentangkan tangannya. Anak kecil itu pun menyambut ayahnya, ikut merentangkan kedua tangannya. Mereka saling berpelukan.
"Rama tidur nyenyak?" tanya Candra seraya menegakkan tubuhnya, membawa Rama dalam gendongan lengan kekarnya.
Semalaman, putra pertamanya ia serahkan pada para wanita. Sementara dia fokus mengurusi istri dan putra keduanya.
Rama mengangguk penuh semangat. Dia adalah anak yang cerdas. Tak pernah merengek bila kedua orang tuanya sibuk. Lain halnya bila keduanya sedang senggang, selalu saja anak itu minta diperhatikan.
Adalah suatu keajaiban bila Candra dapat bemesraan dengan sang istri.
"Ibunda ..?" tanya Rama menengok-nengok sekitar, mencari keberadaan ibundanya.
Biasanya sang ibunda —yang perutnya besar karena mengandung adiknya, sekaligus teman untuknya— selalu berada di sisi ayahandanya.
Bila ada ayahanda, selalu ada ibunda.
Rama menatap bingung, karena aneh dengan keadaan ini.
Ayahandanya tidak bersama ibundanya!
"Rama tidak mau cium nenenda dulu?" Tuti menyodorkan pipinya dan menepuk pipinya dengan jari telunjuk.
Berat hatinya meninggalkan putranya yang sedang menyambut anggota keluarga baru. Namun mau dikata apa, suaminya sangat sibuk di keraton. Pelebaran wilayah terus dilakukan.
Ada pula sekelompok prajurit baru yang tergiur dengan sihir, suaminya diperintahkan untuk mengajarkan mereka, agar penyihir Bhumi Maja semakin banyak.
Rama, sang cucu pertama, tidak mau diajak pergi. Candra pun tidak mengatakan keberatannya. Maka Tuti dan madu-madunya akan pergi mengikuti kepulangan suami mereka.
Rama menyembunyikan wajahnya di ceruk leher sang ayahanda. Dia sudah kenyang bersama sang nenenda. Dia mau bersama dengan sang ibunda!
Tak biasanya ibundanya tidak bersama ayahandanya. Juga tak biasanya ibundanya tidak muncul di hadapannya. Meskipun sibuk, ibundanya selalu menyempatkan diri untuk menidurkannya, menemani dirinya hingga tertidur.
Satu malam tadi ibundanya absen hadir di kamarnya. Rama uring-uringan dan baru mau tidur, setelah neneknya mengatakan akan membiarkan Rama bertemu sang ibunda jika Rama mau tidur dan patuh sehari semalam bersama neneknya.
Jika bukan karena ingin cepat bertemu ibundanya, mungkin semalaman Rama tidak akan bisa tidur tanpa kehadiran sang bunda.
"Nda.. Nda.." rengek Rama.
Sudah tak terbendung rasa rindu dalam hatinya pada sosok ibunda.
Sejak kemarin pagi, ibundanya sudah berada di kamar mempersiapkan persalinan. Sehari semalam tanpa sang ibunda membuat Rama merasa tak nyaman dan juga sedih.
Rama tidak mau lagi membuang waktu. Dia mau bertemu ibundanya, dia juga mau bertemu adiknya di perut ibundanya.
"Rama kok gitu sih." Tuti memajukan mulutnya merajuk pada sang cucu, yang sulit sekali dekat dengan orang lain, termasuk dirinya.
Terkadang cucunya itu tidak mau lepas dari ibundanya. Tuti awalnya khawatir sang cucu tidak akan bisa mandiri. Setelah tahu menantunya hamil lagi, Tuti sadar jikalau itu dilakukan Rama hanya karena insting takut kehilangan ibundanya dengan kehadiran bayi lain.
"Ayahanda. Bunda.."
Rama masih merengek pada ayahandanya. Dia sudah tidak sabar menemui sang ibunda!
"Istriku," panggil Aji dari atas kuda di dekat kereta kencana. Istrinya memang senang sekali menggoda cucu mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]
Ficción histórica⚠ Peringatan ⚠ Mengandung unsur 21+ Harap bijak dalam memilih bacaan. Dia terbangun dari komanya dan melupakan segala yang telah terjadi di sepanjang tidurnya. Dia lupa bahwa dia pernah berpindah ke zaman keemasan dan menjadi perempuan dengan deraja...