054 - ADINDA HAMIL

183 28 0
                                    

"Baginda pergi mendatangi wanita itu?"

"Benar, nyonya selir."

"Ayo kita kunjungi."

Cempaka menaiki tandu. Dia mengenakan kemben berwarna merah dan kain jarik motif kamboja yang menutup bagian bawah tubuhnya.

Berbagai perhiasan berupa cincin, gelang, kilat bahu, kalung, karah, dan mahkota kecil di kepala, dia kenakan.

Menunjukkan betapa disayangnya dia sebagai selir.

Dalam perjalanan, Cempaka melihat Hayan sedang mengelap tangan seorang anak.

Senyum tuannya terlihat sangat lebar. Tatapan pria itu sangat hangat.

Sangat sangat hangat.

Lebih hangat dari tatapan sang tuan padanya.

"Siapa dia?"

"Hamba akan mencari tahu."

"Tidak perlu. Aku saja."

Para pelayan yang memanggul tandu seketika berhenti. Mereka menurunkan tandu, sesuai keinginan nyonya mereka.

"Hati-hati, Nyonya."

Dayang membantu Cempaka untuk berdiri dari dudukan tandu.

Perempuan-perempuan perawan itu memperlakukan Cempaka bak kaca yang mudah pecah, bila sedikit saja diperlakukan dengan keras.

Di keraton, para dayang dan pelayan termasuk prajurit dan ksatria, sebagian besarnya adalah para perawan dan perjaka yang masih suci.

Sengaja demikian, agar orang-orang tingkat tinggi tidak semena-mena minta dilayani, dengan pelayanan khusus.

Hanya mereka yang memiliki kinerja bagus dan dipilih dengan pemilihan ketat, yang diperbolehkan tetap bekerja di keraton, meski sudah menikah dan tak lagi perawan atau perjaka.

Bahkan beberapa keluarga diperbolehkan tinggal. Seperti salah satu keluarga kecil dari keluarga Mihir, keluarga ayah Samha, yang bekerja sebagai kepala pengurus rumah tangga keraton.

Dan sekarang, wanita itu menjadi noda di pakaian Hayan.

Keluarga Mihir dan Sapta Prabu, para tetua dari tujuh keluarga besar, bersekongkol untuk menempatkan wanita lain di sisi Maharaja, ketika Maharani sudah tidak segemilang dahulu.

Usai melahirkan, Maharani hanya berdiam diri di kamar. Jarang berinteraksi dengan dunia luar. Tak lagi mengemukakan ide-ide cemerlang. Mengurus putrinya pun enggan.

Hayan terus mengelak atas permintaan Sapta Prabu yang terang terangan ingin Hayan menambah wanita lain di rumahnya. Dia tidak mau mengkhinati Maharaninya.

Hayan pun dapat dengan mudah mengelak atas siasat mereka, yang berusaha menjebaknya dengan Samha Mihir.

Wanita ceradas yang sudah menunjukkan kemampuannya dalam mengurus tugas wanita Maharaja, sewaktu menggantikan Maharani yang sakit.

Hayan dapat lepas dari segala usaha Sapta Prabu.

Naasnya, Sang Ibunda, Gitarja Wijaya, ikut bersekutu dalam menjebak putranya. Dia memasukkan obat pada minuman Hayan, menyatukan Hayan dengan Samha, gadis pilihan Sapta Prabu.

Hayan terpaksa menikahi wanita yang katanya sudah dinodainya. Samha menjadi selir resmi. Namanya tercatat pada silsilah keluarga kerajaan.

Sampai sekarang, entah benar dia menodai wanita itu atau semuanya hanyalah karangan belaka.

Hayan sudah tidak peduli. Yang paling penting Sapta Prabu tidak lagi berisik.

Dua dayang menghimpit Cempaka. Memapahnya bak orang kesakitan. Seutas senyum terus bertengger di bibir Cempaka.

TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang