"Saya tau Anda ada di dalam."
Djahan berdiri di depan bangunan, tempat Hayan tak kunjung keluar. Dia yang mendapati Maharaja tidak pergi ke pintu luar, dia pun mengintai yang dilakukan tuannya. Dia melihat tuannya masuk ke dalam sebuah bangunan yang gelap gulita.
Djahan membiarkannya. Berpikir ada misi penting di dalam sana. Namun yang dia dengar saat mendekati bangunan itu, suara desahan dan pekikan memuaskan dari suara mendayu dan suara berat.
Sungguh aneh. Dua kali rajanya dijebak, tidak mungkin kali ketiga rajanya menjadi bodoh. Kali ini, Djahan tahu, Hayan menginginkannya atas kesadarannya sendiri. Bukan sekadar obat atau racun yang tersebat.
Djahan mengetuk-ngetuk jari di lengan. Tak sabar menunggu atasannya, untuk bersegera keluar dari ruangan terkutuk itu.
Tidak akan ada yang berani menegur Maharaja. Tapi bila Maharaja ketangkap basah melakukan penyatuan diri dengan orang rendahan, para bangsawan tingkat tinggi pasti ribut mengusulkan putri-putri mereka.
Masalahnya akan tambah runyam, jika Maharaja terlalu lama menyesap indahnya si wanita, lalu terikat tak mau melepaskan.
Sudah cukup Maharaja membagi waktu antara pekerjaannya yang tidak selesai-selesai dengan kisah cinta bersama lima wanitanya, jangan sampai mereka kembali sibuk dengan pemilihan-pemilihan yang memusingkan.
"Ada apa?" sahut Hayan dari dalam ruangan. Dia sedang memakai kalung kebanggannya.
Kedua sudut bibir Hayan terangkat. Teringat jelas betapa agresifnya si wanita, menarik kalungnya dengan tak sabar. Kalungnya terbuat dari bahan terbaik dengan desain terbaik, jika ditarik tidak akan membuat leher terluka.
"Sudah terlalu lama Anda di dalam!" tegur Djahan tak sabar.
Ingin sekali dia mendobrak pintu di depannya. Ras ingin mendobrak pintu di depannya, sangat besar. Dia tidak mau Maharaja berlama-lama di dalam sana. Bisa pusing kepalanya jika dia memikirkan hal-hal tidak penting di samping banyaknya tugas penting, yang mesti diselesaikan.
Djahan tidak melaksanakan niatnya. Dia masih memiliki rasa hormat pada Sang Maharaja. Bisa turun harga diri Maharaja bila dipergoki Mahapatih sedang melakukan penyatuan tubuh.
Sementara itu, Hayan mencari-cari sepasang sumping, perhiasan wajib yang mesti dikenakannya. Matanya menangkap keberadaan perhiasan telinga itu di atas kasur, tepat di samping seorang wanita yang sedang terlelap.
Helaan napas berat lolos dari indra pernapasan Hayan. Salah satu sumping berbentuk sayap emas itu patah jadi dua. Teringat semalam lawan mainnya begitu erat memegang kepalanya. Mungkin saja sumping itu patah karena cengkeramannya.
Tidak ada masalah untuk Hayan. Dia memiliki banyak koleksi sumping dan perhiasan lainnya. Satu saja rusak, tidak terlalu berarti untuknya.
Tapi sumping itu adalah pemberian selir kesayangannya. Perempuan berhati lembut itu akan menangis dan mengeluh, lalu akan menyerocos dan menginterogasinya, bila mendapati barang pemberiannya rusak saat dipakai keluar keraton.
Satu bulan belakangan wanita itu sudah membuatnya pusing. Selir kesayangannya terus menempel di lengannya, seperti seekor lalat yang mengganggu.
Hayan mulai sedikit jengah.
Maharaninya bila marah justru pergi jauh, membuatnya takut kehilangan. Bukan melekat tak ada kerjaan, mengganggu pekerjaannya yang menggunung.
Hayan menyentuh daun telinganya. Dia meringis, baru mengetahui ada luka goresan, akibat sumping yang patah.
Wanita yang menghabiskan waktu dengannya, sangat agresif. Namun seolah belum pernah melakukannya, terus menerus mencakar dirinya dan meringis kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]
Ficción histórica⚠ Peringatan ⚠ Mengandung unsur 21+ Harap bijak dalam memilih bacaan. Dia terbangun dari komanya dan melupakan segala yang telah terjadi di sepanjang tidurnya. Dia lupa bahwa dia pernah berpindah ke zaman keemasan dan menjadi perempuan dengan deraja...