072 - AKU MENCINTAIMU

123 29 0
                                    

"Aku tidak ganti posisi sampai semalam suntuk dan kini kakiku seperti menghilang."

Mendengar keluhan tepat di telinganya, Hayan terbangun tiba-tiba. Kepalanya terbentur dengan kening Udelia.

"Uh!"

"Maaf!" Hayan mengusap kening Udelia lalu mengecupnya sayang. Dia meringis melihat kening merah Udelia.

"Malam sudah berlalu. Berikan gantungannya," todong Udelia.

Hayan masih mengumpulkan nyawa ketika Udelia menengadahkan tangannya. Keningnya mengernyit. Berpikir keras maksud Udelia.

"Cepatlah. Putraku sudah kelaparan dan istrimu mencari-carimu ingin ngidam katanya."

Ekor mata Udelia menunjuk orang-orang yang berada tak jauh dari mereka.

"Kakimu tidak bisa jalan?"

Raut wajah Hayan menyiratkan khawatir yang besar melihat Udelia memijat kakinya sendiri. 

"Jangan memaksakan diri," pinta Hayan. Lalu pria tertinggi di Bhumi Maja itu membungkukkan tubuhnya di hadapan Udelia.

"Tidak. Hanya kram saja. Sebentar lagi juga sembuh." Udelia menahan tangan Hayan yang hendak menggendongnya. Dia tidak ingin mencari masalah di sisa waktuya.

"Saya memberi salam kepada Yang Mulia." Djahan muncul dengan Raka di gendongannya. Dia sudah tak tahan dengan kedekatan Hayan dan Udelia.

"Hari ini saya libur," ketus Hayan. Pengganggu selalu ada di mana-mana.

"Saya tidak ada urusan dengan liburan Anda. Bayi ini menangis mencari ibunya. Jangan sampai terjadi kedua kalinya."

"Djahan ..."

Panggilan Udelia menggantung di udara. Bayangan masa lalu melesat di kepalanya. Dia dan Djahan hampir memiliki seorang anak.

Saat Hayan memaksa ingin menikahi Udelia, Udelia telah mengandung anak Djahan.

Untuk menghilangkan stress karena meninggalkan suaminya di umur pernikahan mereka yang baru seumur jagung, Udelia bepergian jauh untuk menenangkan pikiran.

Sayangnya perjalanan jauh membuat janin yang masih lemah luruh. Tepat di hari pernikahan, Udelia keguguran.

Udelia merasa bersalah karena Djahan masih terus teringat hal itu.

Andai saja dia menyelamatkan Widya dan keluarganya dengan jalan lain, dia, pria yang dia cintai, dan anak mereka pasti masih berbahagia di masa sekarang.

"Ayo. Waktu sudah siang," ucap Djahan membuyarkan lamunan Udelia.

Hayan terpaku di tempatnya. Tumbuh setitik rasa bersalah pada bawahannya itu. Hayan tidak beranjak barang sedetik pun. Dia terus menatap kepergian Udelia bersama Djahan. Ingin menghalangi, tak punya nyali.

Sementara Udelia mengambil Raka lalu menaiki kereta kuda yang dibawa Djahan.

"Baginda.." panggil Cempaka. Langkah wanita itu mendekat pada Hayan.

Hayan melengos. Suara Cempaka menyadarkannya jika kereta kencana yang membawa Udelia akan beranjak pergi.

Hayan berlari kecil melewati sang selir kesayangan. Dia menahan kereta kuda yang hendak berangkat.

"Ini sesuai janjiku. Malam yang sangat menyenangkan."

Hayan menjulurkan tangannya masuk ke dalam kereta dan memberikan keris pada Udelia.

Senyum licik tersungging di bibir Hayan ketika sudut matanya menangkap wajah memerah Djahan.

Hayan berharap Djahan dapat memikirkan ulang tempat tinggal Udelia. Dan kalau boleh berharap, dia ingin Djahan membuang Udelia ke jalanan agar dia dapat menjadi pahlawan bagi Udelia.

TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang