Gelak tawa Diva terdengar di semua penjuru kamar Gara. Anak itu terlihat begitu senang ketika Gara cosplay menjadi super hero dengan melilitkan sarung pada lehernya lalu berlari mengitari kamar sambil mengepalkan sebelah tangannya keatas. Anak itu duduk manis diatas ranjang kamar Gara, menonton kelakuan ayahnya yang menurutnya mungkin terlihat sangat menakjubkan.
Gara berhenti berlari. Ia duduk ditepi ranjang dengan nafas ngos-ngosan. Sungguh, berlari mengitari kamarnya yang tidak seberapa luas saja sudah lelah. Apalagi jika disuruh mengitari lapangan SMA Garuda yang luasnya hampir 3 kali lipat dari kamarnya.
"Gimana? Bagus nggak?" tanya Gara pada Diva.
Anak itu bertepuk tangan dengan senang. "Lagi, papa."
"Anjirr." Gara mengumpat pelan. "Udah dulu ya. Punggung gue bisa encok kalau kelamaan cosplay jadi super hero."
Wajah Diva menekuk, anak itu mulai marah. Buktinya dia langsung mendekati Gara lalu menarik sarung di lehernya hingga membuat Gara memekik karena merasa tercekik. Cowok itu secara spontan menggeplak punggung tangan mungil Diva supaya tidak menarik sarungnya lagi. Ia juga tidak segan melotot pada Diva. Namun anak itu justru melotot balik padanya.
"Apa?! Berani lo?!" tantang Gara.
"Belani!" ujar Diva berani.
"Halah, mental yupi nggak usah sok-sok'an nantangin orang kek gue. Gue ini anak geng motor kalau lo mau tau. Tukang tawuran sama bela diri." Gara mendorong perut kecil itu hingga membuat tubuh Diva terduduk keatas kasur. Bocah itu menatap Gara sinis. Namun dibalas tawa ngakak oleh Gara.
"Apa?" tanya Gara sambil tertawa. "Mau gue lelepin lo ke bak mandi?"
Diva menggeplak punggung tangan Gara. "Lagi papa!" pintanya supaya Gara cosplay lagi seperti tadi. Namun remaja usil itu justru sengaja menghindar sambil terbahak.
Wajah Diva semakin menekuk. Pada akhirnya anak itu memilih untuk turun dari atas kasur dengan melompat.
"Eh hati-hati turunnya. Nanti kamu tisoledat." Gara menarik sebelah tangan Diva supaya anak itu tidak turun dari atas kasur dengan cara melompat. "Mau kemana emangnya lo?"
"Mo nakan."
Akhirnya Gara membiarkan anak itu berlari keluar dari kamarnya. Gara juga langsung melepaskan lilitan sarung dari lehernya yang terasa mencekik. Sejujurnya ada rasa senang dan juga kesal saat mengajak Diva main seperti tadi. Di satu sisi, Gara senang karena anaknya tertawa bahagia, karenanya. Tapi di sisi lain dia kesal, karena dia sering tidak diperbolehkan untuk istirahat oleh anak itu. Jika tidak, dia akan menangis. Dan Elena akan memarahinya.
Tidak lama seperginya Diva, Gara memilih untuk berbaring diatas kasur dan menjadikan sebelah lengannya sebagai bantalan. Matanya menatap langit-langit kamar menerawang.
Saat malam seperti ini, terkadang Gara suka berpikir. Kenapa masa remajanya berbeda dengan teman-temannya? Kenapa teman-temannya bisa bermain dengan bebas, sementara dia punya halangan. Kegiatannya saat dirumah pun, bukan sekedar santai saja, melainkan ditambah mengurus Diva.
Gara tau ini salahnya. Dia tau suatu saat dia pasti punya anak. Tapi kenapa harus secepat ini? Kenapa harus di usia remajanya?
"El!"
Elena membuka pintu kamar.
Gara menoleh. "Kenapa, ma?"
"Ayo turun!" ajaknya. Lalu wanita itu kembali menutup pintu tanpa mengatakan sepatah kata pun lagi. Pun Gara langsung bangun tanpa protes dan segera keluar dari kamarnya untuk turun ke bawah mengikuti perintah Elena.
****
Begitu sampai dilantai satu, Gara spontan tersenyum lebar ketika melihat punggung tegap seorang pria yang sedang berbincang dengan Elena di ruang tengah. Cowok itu spontan berlari.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIA ELGARA (END)
Teen Fiction[CALVERAS BAGIAN 1] Badboy pentolan sekolah itu bukan akan menjadi seorang ayah, melainkan telah menjadi seorang ayah diusianya yang sudah menginjak 18 tahun. Namanya Elgara Antares. Wakil ketua geng motor Calveras yang punya sifat gengsi setinggi l...