DIA ELGARA | 30

5.1K 195 3
                                    

Perasaan bersalah melingkupi hati Geladys. Ia tidak tau kenapa pengendalian emosi Gara sangat buruk hari ini. Bahkan dengan jelasnya cowok itu seakan menyesali kelahiran Diva yang merupakan anaknya sendiri. Geladys jadi takut, takut jika ia menjadi penyebab utama kemarahan Gara atas kesalahan yang tidak sengaja di perbuatnya.

Sampai pukul sembilan malam, Geladys belum juga tidur. Niat hati dia ingin berbicara dengan Gara dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Namun Geladys tidak bisa menemukan keberadaan Gara. Geladys pikir Gara mengurung diri di kamar, namun rupanya dia tidak ada.

"Tante, El kemana ya? Aku cari dia di sekitar rumah tapi dia nggak ada."

"Kalau motornya nggak ada, berarti dia keluar."

Geladys lantas keluar untuk mengecek motor Gara, yang rupanya tidak ada. Cewek dengan sweater biru langit dan celana putih panjang itu lantas duduk bersila diteras menunggu Gara pulang. Udara malam ini terasa dingin karena gerimis turun. Tapi Geladys tidak mempedulikan itu.

Tiga puluh menit berlalu, Geladys sampai ketiduran di teras dengan kepala bertumpu pada kursi bambu. Sebuah motor Honda Cbr 150 memasuki halaman rumah. Tidak lama setelah itu sang pendengara motor turun setelah membuka helm full face nya.

Netra Gara menajam melihat Geladys yang tertidur dengan posisi semacam itu di teras. Dia sendiri bisa merasakan hawa dingin malam ini. Namun dengan bodohnya cewek itu tidur disana.

Tetapi mengingat kejadian tadi siang membuat tatapan Gara menggelap kembali. Dia lantas beranjak untuk masuk ke dalam rumah tanpa berniat membangunkan Geladys. Namun cewek itu terusik lebih dulu. Dia mengucek matanya lalu mengerjap melihat sosok yang dikenalinya.

"El!" seru Geladys. Dia melihat penampilan Gara yang terlihat berantakan.

Gara abai.

"El tunggu!"

Gara menghempaskan tangan Geladys dengan kasar ketika Geladys menarik pergelangan tangannya. "Apaan sih lo?!"

"Aku mau bicara sama kamu," kata Geladys.

"Kita nggak punya hal yang harus di bicarain," ketus Gara kemudian hendak beranjak lagi. Tapi tangannya kembali ditahan oleh Geladys sekuat mungkin.

"Sebentar aja," mohon Geladys.

Gara berdecak kesal namun tetap membalikan badan menghadap Geladys. "Dua menit."

Geladys mengangguk paham. Kepalanya kemudian menunduk tidak berani menatap Gara. "Aku nggak tau kenapa kamu marah seharian ini. Tapi aku takut aku yang jadi penyebabnya."

"Emang," sahut Gara datar.

Geladys lantas menatap Gara kaget.

"Aku... aku minta maaf. Aku nggak mau liat kamu marah sampai ngelampiasin itu ke tante sama Diva," tutur Geladys merasa bersalah.

"Mungkin kamu marah karena aku kembali ke rumah kamu. Tapi sumpah, aku nggak berniat datang kesini lagi. Awalnya aku nggak sadar siapa yang bawa aku kesini. Aku—"

"Kalau gue marah karena itu, udah gue lakuin dari lama."

"Ah." Geladys terdiam. Ucapan Gara benar. "Terus-"

Gara tiba-tiba mencengkram dagu Geladys memaksa cewek itu menatap matanya yang memancarkan sorot emosi.

"Kenapa?" ujarnya. "Kenapa lo ngasih tau mama gue soal perasaan lo ke gue?"

Geladys tertohok. Ia membisu.

"Sejauh ini gue nggak ngelarang lo suka sama gue. Tapi kenapa lo harus ngasih tau mama?" tekannya. "Dua tahun, Dys. Dua tahun gue berusaha nyembuhin trauma gue."

DIA ELGARA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang