DIA ELGARA | 17

5.4K 201 12
                                    

Keesokan harinya. Tanggal merah. Hari yang sangat Gara sukai, termasuk teman-temannya. Para remaja laki-laki itu memutuskan untuk menjenguk Bastian, Putra dan dua anggota Calveras di rumah sakit siang harinya. Karena kemarin sore tidak jadi. Mereka semua datang serombongan seperti hendak demo membuat beberapa petugas rumah sakit sempat menegur. Takut mereka salah tempat. Tapi Arsen angkat suara dan menjelaskan kedatangan mereka ke rumah sakit.

Akhirnya sesuai persetujuan, beberapa anggota Calveras disuruh menunggu terlebih dulu di depan. Sementara beberapa lagi menjenguk ke dalam.

Rombongan pertama diisi oleh Arsen, Gara, Aksa, Kevin, Jevan, Arya, Gio dan dua anggota lainnya. Ketika mereka berjalan di koridor rumah sakit, mereka sempat melewati kamar nomor 219. Gara sempat melirik ke dalam. Sekilas, ia bisa melihat kedua orang tuanya ada di dalam sana.

"Kenapa El?" tanya Jevan peka.

Cepat-cepat Gara menoleh. "Gak."

Para remaja laki-laki itu segera berjalan lagi. Beberapa belas menit waktu yang mereka habiskan untuk menjenguk teman mereka, lalu setelah itu gantian dengan anggota Calveras yang lainnya.

Ketika kembali, mereka melewati kamar nomor 219 lagi. Tepat saat itu Gara berhenti berjalan membuat teman-temannya yang sadar ikut berhenti pula.

Gara menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Lo semua duluan balik aja. Gue ada urusan dikit."

"Urusan apaan dah? Mendadak banget," tanya Aksa.

Gara terkekeh singkat. "Lo semua duluan aja. Nanti gue nyusul."

Walaupun masih bingung, teman-temannya pun hanya mengangguk mengiyakan. Terkecuali Kevin, cowok itu tau kenapa Gara berhenti tepat di dekat kamar inap nomor 219. Ia pun membawa teman-temannya untuk segera pergi dari sana.

Setelah memastikan tidak ada anak Calveras disini, Gara membuka pintu ruang rawat inap tersebut dengan cepat. Tapi ketika kakinya baru selangkah masuk, Gara membeku di tempat dengan tangan yang masih menempel di pintu. Menyadari... tidak ada orang tuanya di dalam. Hanya ada Geladys yang sedang duduk bersandar diatas brankar sambil mengerjap ke arahnya.

Satu.

Dua.

"El?"

Lo bodoh, El. Pikir Gara

Brak

Gara menutup pintu dengan cepat.

"El?"

Kepala Gara nyaris menabrak pintu karena kaget. Cowok itu menoleh ke belakang. Ada Elena, Raga dan Diva yang menatapnya tanpa berkedip.

"Kamu disini?"

"Kamu mau jenguk Geladys?"

"Bukan!" sergah Gara cepat. Dia tidak bohong. Niatnya tadi hanya untuk menghampiri orangtua nya di dalam.

Tentu Elena tidak percaya. Jelas sekali Gara hendak masuk ke ruangan itu. Apa lagi jika bukan untuk menjenguk Geladys. Pada akhirnya Elena mengajak Gara masuk ke dalam walaupun Gara menolak tidak mau. Tapi ia tetap memaksa. Ia lebih dulu menyerahkan Diva pada Gara lalu ia mendekati brankar Geladys.

"Geladys," panggil Elena seraya mengusap rambut gadis itu.

"Iya?" Geladys membalas. Tapi matanya melirik kearah Gara.

"Kata dokter, kamu udah bisa keluar dari rumah sakit," ujar Elena.

Kedua mata Geladys berbinar senang. Sudah lama ia ingin keluar dari sini. Tapi Elena, Raga termasuk dokter tidak pernah mengizinkannya.

"Tapi... kondisi kamu belum stabil sepenuhnya. Jadi dokter nyaranin kamu masih harus ngelakuin perawatan lanjutan di rumah," tambah Elena. Suaranya mulai memelan. "Geladys bilang, nggak punya rumah kan? Terus kalau boleh tau, orang tua Geladys kemana?" tanya Elena. Nada bicaranya memelan dan sangat hati-hati.

DIA ELGARA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang