DIA ELGARA | 80

3.9K 170 33
                                    

HAI! UPDATE LAGI!

VOTE DULU SEBELUM BACA. BELUM SEMPAT REVISI. SELAMAT MEMBACA!

“Liat, ‘kan? Untung kepala kamu masih baik-baik aja. Makanya, lain kali, bawa motor itu yang fokus. Jangan gara-gara galau pikiran kamu jadi kemana-mana. Kerasa, ‘kan,” cerocos Geladys sambil menunjuk-nunjuk kepala Gara. Mereka baru keluar dari ruang pemeriksaan.

“Gara-gara lo juga,” tuduh Gara.

“Aku emang bikin kamu galau, tapi aku nggak bikin kamu celaka! Itu salah kamu sendiri! Syukur masih dikasih kesempatan hidup. Kalau enggak?” gerutu Geladys sambil memalingkan wajahnya dengan kesal.

Justru Gara terkekeh mendengar gerutuan tersebut. Gara tau Geladys khawatir padanya. Tapi dia tidak mengungkapkannya dengan jelas.

Gara menarik tangan Geladys untuk tidak berjalan ditengah koridor rumah sakit saat ada beberapa perawat yang berlarian tergesa. Mereka terlihat mencari dokter.

“Dok! Pasien di ruangan 201 semakin kritis!”

Dokter nampak terkejut. “Harus segera operasi,” ucapnya. “Pasien atas nama—”

“Aduh.” Geladys meringis saat seseorang tak sengaja menabrak tubuhnya. Sehingga dia tidak bisa mendengar nama pasien yang disebutkan oleh dokter.

“Jalan liat-liat!” ujar Gara memperingati orang yang baru saja menabrak Geladys. Padahal mereka berdua berdiri di tepi, tidak menghalangi jalan.

“Maaf, Mas.”

Beberapa perawat dan juga dokter mulai berlarian menuju ke ruangan yang disebutkan, segera melakukan operasi. Gara terkejut, ternyata banyak orang yang langsung membicarakan pasien 201 itu disini. Seperti pasien itu telah lama berada dan berobat disini. Mereka membicarakannya seperti...

“Pasien itu belum sembuh juga?”

“Bukannya beberapa bulan lalu baru selesai operasi?”

“Penyakit apa sih sampai nggak bisa sembuh juga?”

“Aku pernah dengar, sebelumnya dia dirawat di Jakarta. Terus pindah berobat kesini.”

Gara menoleh mendengar ucapan yang satu itu. Ia menoleh ke belakang, ke arah para perawat tadi berlari. Gara tiba-tiba penasaran. Siapa pasien itu?

“Kenapa?” tanya Geladys.

“Gue tiba-tiba penasaran sama pasien yang barusan disebut,” ucap Gara.

Geladys diam sebentar. “Nanti kita cari tau. Udah, ayo pulang. Kamu harus minum obat,” ujarnya seraya menggandeng tangan Gara keluar dari rumah sakit. “Minggu depan kan kita kesini lagi.”

***

“Udah, El? Gimana hasilnya?” tanya Elena begitu Gara dan Geladys mendudukkan diri di sofa.

“Bagus.  Katanya sakit kepala setelah benturan kayak gitu emang bakal ada. Minggu depan El disuruh kesana lagi,” jawab Gara. “Diva kemana, ma?”

“Dibawa jalan-jalan sama Zafran,” jawab Elena. “Papa kamu tidur, kalau Abang nggak tau kemana. Kata papa, Abang emang sering hilang tiba-tiba.”

“Kayak setan aja,” celetuk Gara. Cowok itu berdiri. “El juga mau tidur deh. Capek.”

“Minum obat dulu,” titah Geladys.

“Nanti aja, Dys. Gue tidur dulu, makan, baru minum obat. Oke?”

“Yaudah.” Geladys mengiakan.

Gara menepuk-nepuk kepala Geladys. “Nggak mau ikut?”

“Mending ikut Zafran jalan-jalan daripada ikut kamu tidur!” tolak Geladys seraya menyingkirkan tangan Gara dari kepalanya.

DIA ELGARA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang